13 Juli 2017

Gay Bukan Waria dan Waria Bukan Pula Gay

Tanggapan  terhadap berita HIV/AIDS di Harian “Jawa Pos

Oleh: Syaiful W. Harahap
[Sumber: Newsletter ”InfoAIDS” edisi No. 7/Mei 2009]

MUI Berencana Kumpulkan Gay”, Harian “Jawa Pos”, 29 April 2009. Berita yang diterbitkan di Harian “Jawa Pos” , “Rakyat Merdeka Online”, dan Harian “Radar Tasikmalaya” ini sensasional karena bertolak dari sudut pandang moralitas.

Secara kasat mata kalangan homoseksual (gay pada laki-laki dan lesbian pada perempuan) yaitu orang-orang dengan orientasi seks sesama jenis tidak bisa dikenali. Mereka ini dikenali ketika mereka menyatakan dirinya sebagai homoseksual.

Disebutkan tujuan mengumpulkan ‘lelaki penyuka lelaki’ itu untuk memberikan pembinaan dan pencerahan agar mereka ‘kembali ke jalan yang benar’. Ini bertolak dari norma karena sudut pandang yang normatif. Yang normal adalah heteroseksual (laki-laki suka perempuan atau sebaliknya).

Padahal, dalam kenyataannya banyak variasi. Penelitian di Surabaya menunjukkan banyak suami yang melakukan hubungan seks dengan waria. Ini mereka sebut tidak mengingkari cinta karena tidak dilakukan dengan perempuan.

Begitu pula dengan perempuan yang berteman dengan waria tidak digunjingkan karena ada anggapan waria selalu berperan sebagai perempuan. Padahal, waria tetap bisa sebagai laki-laki.

Dalam kaitan epidemi HIV yang menjadi masalah besar adalah laki-laki heteroseksual yang menjadi biseksual karena mereka merupakan jembatan penyebaran HIV dalam kalangan berisiko ke rumah tangga.

Yang dikhawatirkan adalah ada anggapan bahwa waria merupakan gay karena yang banyak tampak di tempat umum adalah waria. Ini menyesatkan.

Disebutkan “ …. seorang lelaki menjadi gay karena penyakit mental.” Ini tidak akurat karena dalam kontek hubungan seks semua orientasi seks merupakan bagian dari kehidupan. Orientasi seks yang dianggap tidak normal karena kaca mata yang dipakai adalah norma. Celakanya, norma hanya dipakai untuk seks. Sedangkan untuk perilaku yang merugikan orang lain, seperti mencuri, merampok, memperkosa, mendholimi rakyat, korupsi, dll. tidak dikaitkan dengan moral.

Disebutkan pula bahwa fenomena gay merupakan akibat buruk dari sistem demokrasi dan kapitalisme. Ini tidak akurat karena orientasi seks suka sesama jenis sudah ada sejak zaman Nabi Luth. Di negara-negara yang menerapkan kitab suci agama sebagai UUD pun tetap saja ada orientasi seks suka sesama jenis.

Karena kasus HIV/AIDS di Kabupaten dan Kota Tasikmalaya terus terdeteksi maka yang perlu mendapat pencerahan adalah orang-orang yang sering melakukan hubungan seks di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti satau dengan orang yang sering berganti-ganti pasangan agar mereka selalu memakai kondom. *


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.