07 Juli 2017

Editorial: Media Watch

Editorial

Mengikuti mailing-list aids-ina untuk beberapa terakhir ini, cukup diramaikan oleh posting yang merespons sebuah e-mail dari Bung Syaiful W Harahap, yang menunjukkan hasil telisiknya terhadap berbagai media informasi mengenai HIV dan AIDS dan yang menggegerkan kahyangan aktivis AIDS, karena penggunaaan kata 'menyesatkan' untuk media informasi itu.

Apa yang terjadi, Bung Syaiful menjadi cukup repot untuk menjawab berbagai e-mail yang mestinya tidak pada tempatnya untuk dimintai pertanggungjawaban. Sebagai seorang jurnalis yang kritis, apa yang dilakukan oleh Bung Syaiful sesungguhnya sedang menunjukkan perannya sebagai pemantau media (media watch). Karenanya, Bung Syaiful tidak harus dituntut untuk sampai memberikan pelurusan-pelurusan terhadap kritik yang disampaikannya. Kita semua harus mengambil pelajaran penting dari apa yang disampaikan Bung Syaiful.

Setidaknya ada dua hal yang bisa menjadi pelajaran bagi kita bersama. Pertama, para pembuat atau penyebar media informasi tidak selalu kritis terhadap produksi medianya manakala hendak mengadopsi atau mempertimbangkan nilai-nilai lokal, membungkus dengan sekian teks yang sesuai dengan cara pandang lokal, yang kemudian disebut Bung Syaiful justru menjadi menyesatkan. Kedua, tampak adanya ketidakpedulian antar berbagai pihak terhadap media informasi yang dibuat oleh pihak yang lain. Kita setujui dengan Bung Syaiful, manakala hendak melakukan saling kontrol untuk saling mengingatkan, tidak harus diartikan sebagai sebuah upaya penyeragaman.

Akhirnya, kita memang harus secara detail dan jelas bisa memisahkan mana saja bagian informasi yang bisa dikembangkan dengan bahasa lokal, penyesuaian dengan nilai lokal dan mana yang memang harus dijelaskan dengan tanpa mengakomodasi bahasa-bahasa lokal. Titik ini yang oleh Bung Syaiful disebut sebagai fakta media, yang harus disampaikan apa adanya. [Sumber: http://www.pkbi-diy.info/index.php?lang=id&cid=5&id=175 - 27 Jun 2008}

----

Jurnalis Harus "Jaga" Identitas Korban HIV

Banda Aceh, acehmagazine.com - Pemahaman masyarakat Aceh tentang human immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) masih kurang. Inilah yang mengakibatkan sulitnya melakukan penangulangan dan pencegahan bagi masyaraka. Pada sisi lain, korban pun masih ragu-ragu melakukan tes darah di rumah sakit Aceh, sebab jika penyakitnya diketahui umum membuat dia dan keluarga dikucil masyarakat.
Koordinator Medan Aceh Patnership, Baby Rinova pada acara Warkshop; Menggali Empathy Jurnalis Aceh dalam Permasalahan HIV dan AIDS, yang digelar di Grand Nanggroe Hotel, Kamis (31/5), menyebutkan pemberitaan pers yang membeberkan identitas korban “Penderita HIV dan AIDS” positif mengakibatkan mereka malu. Dia menganjurkan seharusnya media lebih ”ramah” dalam meliput persoalan ini.

Dia menyebutkan hingga Mei 2007 terdaftar ada 18 penderita HIV dan lima di antaranya meninggal dunia. Katanya, hingga saat ini ada 13 korban yang positif terkena HIV Dan AIDS di Aceh, yang sudah mendapatkan penanganan khusus dari pemerintah, namun Baby tidak menyangkal masih ada warga Aceh yang lain yang sudah terinfeksi tapi mereka masih takut dan masih malu melakukan tes darah di Aceh.

Sebelumnya Direktur LSM Info Kespro, Syaiful W. Harahap mengharapkan agar para jurnalis Aceh dalam penulisannya harus mampu menjaga identitas atau hak individu korban. “Dalam pemberitaan media harus bisa menjaga dampak yang akan ditimbulkan bagi korban terhadap pemberitaannya,” jelas dia.

Menurutnya, selama ini ada media yang menyembunyikan nama korban tapi masih menulis alamat dan kegiatannya dengan jelas, seperti yang terjadi pada salah satu korban di Aceh Tengah, yang ditulis sebuah media,” ungkapanya. Dalam workshop selama dua hari itu, para jurnalis yang hadir membentuk sebuah perkumpulan jurnalis yang akan membantu wartawan lain di Aceh dalam mendapatkan informasi tentang AIDS di Serambi Makkah.

Wadah itu diberi nama AJFA (Aceh Journalist for AIDS). Untuk tiga bulan pertama Evirosita, jurnalis Majalah ”Aceh Magazine” menjadi koordinator AJFA. “Bagi wartawan yang membutuhkan informasi tentang AIDS di Aceh bisa minta langsung dengan pihak AJFA,” kata Evi sembari menambahkan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan MAP dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), untuk membantu mensosialisasikan dan membagi informasi tentang penyakit menular itu. [Jamal]

[Sumber: http://malaceh.multiply.com/journal/item/7/Jurnalis_Harus_Jaga_Identitas_Korban_HIV - 4 Juni 2007]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.