Editorial
Mengikuti
mailing-list aids-ina untuk beberapa terakhir ini, cukup diramaikan oleh
posting yang merespons sebuah e-mail dari Bung Syaiful W Harahap, yang
menunjukkan hasil telisiknya terhadap berbagai media informasi mengenai HIV dan
AIDS dan yang menggegerkan kahyangan aktivis AIDS, karena penggunaaan kata
'menyesatkan' untuk media informasi itu.
Apa
yang terjadi, Bung Syaiful menjadi cukup repot untuk menjawab berbagai e-mail
yang mestinya tidak pada tempatnya untuk dimintai pertanggungjawaban. Sebagai
seorang jurnalis yang kritis, apa yang dilakukan oleh Bung Syaiful sesungguhnya
sedang menunjukkan perannya sebagai pemantau media (media watch). Karenanya,
Bung Syaiful tidak harus dituntut untuk sampai memberikan pelurusan-pelurusan
terhadap kritik yang disampaikannya. Kita semua harus mengambil pelajaran
penting dari apa yang disampaikan Bung Syaiful.
Setidaknya
ada dua hal yang bisa menjadi pelajaran bagi kita bersama. Pertama, para
pembuat atau penyebar media informasi tidak selalu kritis terhadap produksi
medianya manakala hendak mengadopsi atau mempertimbangkan nilai-nilai lokal,
membungkus dengan sekian teks yang sesuai dengan cara pandang lokal, yang
kemudian disebut Bung Syaiful justru menjadi menyesatkan. Kedua, tampak adanya
ketidakpedulian antar berbagai pihak terhadap media informasi yang dibuat oleh
pihak yang lain. Kita setujui dengan Bung Syaiful, manakala hendak melakukan
saling kontrol untuk saling mengingatkan, tidak harus diartikan sebagai sebuah
upaya penyeragaman.
Akhirnya,
kita memang harus secara detail dan jelas bisa memisahkan mana saja bagian
informasi yang bisa dikembangkan dengan bahasa lokal, penyesuaian dengan nilai
lokal dan mana yang memang harus dijelaskan dengan tanpa mengakomodasi
bahasa-bahasa lokal. Titik ini yang oleh Bung Syaiful disebut sebagai fakta
media, yang harus disampaikan apa adanya. [Sumber:
http://www.pkbi-diy.info/index.php?lang=id&cid=5&id=175 - 27 Jun 2008}
----
Jurnalis
Harus "Jaga" Identitas Korban HIV
Banda
Aceh, acehmagazine.com - Pemahaman masyarakat Aceh tentang human
immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
masih kurang. Inilah yang mengakibatkan sulitnya melakukan penangulangan dan
pencegahan bagi masyaraka. Pada sisi lain, korban pun masih ragu-ragu melakukan
tes darah di rumah sakit Aceh, sebab jika penyakitnya diketahui umum membuat
dia dan keluarga dikucil masyarakat.
Koordinator
Medan Aceh Patnership, Baby Rinova pada acara Warkshop; Menggali Empathy
Jurnalis Aceh dalam Permasalahan HIV dan AIDS, yang digelar di Grand Nanggroe
Hotel, Kamis (31/5), menyebutkan pemberitaan pers yang membeberkan identitas
korban “Penderita HIV dan AIDS” positif mengakibatkan mereka malu. Dia menganjurkan
seharusnya media lebih ”ramah” dalam meliput persoalan ini.
Dia
menyebutkan hingga Mei 2007 terdaftar ada 18 penderita HIV dan lima di
antaranya meninggal dunia. Katanya, hingga saat ini ada 13 korban yang positif
terkena HIV Dan AIDS di Aceh, yang sudah mendapatkan penanganan khusus dari
pemerintah, namun Baby tidak menyangkal masih ada warga Aceh yang lain yang
sudah terinfeksi tapi mereka masih takut dan masih malu melakukan tes darah di
Aceh.
Sebelumnya
Direktur LSM Info Kespro, Syaiful W. Harahap mengharapkan agar para jurnalis
Aceh dalam penulisannya harus mampu menjaga identitas atau hak individu korban.
“Dalam pemberitaan media harus bisa menjaga dampak yang akan ditimbulkan bagi
korban terhadap pemberitaannya,” jelas dia.
Menurutnya,
selama ini ada media yang menyembunyikan nama korban tapi masih menulis alamat
dan kegiatannya dengan jelas, seperti yang terjadi pada salah satu korban di
Aceh Tengah, yang ditulis sebuah media,” ungkapanya. Dalam workshop selama dua
hari itu, para jurnalis yang hadir membentuk sebuah perkumpulan jurnalis yang
akan membantu wartawan lain di Aceh dalam mendapatkan informasi tentang AIDS di
Serambi Makkah.
Wadah
itu diberi nama AJFA (Aceh Journalist for AIDS). Untuk tiga bulan pertama
Evirosita, jurnalis Majalah ”Aceh Magazine” menjadi koordinator AJFA. “Bagi
wartawan yang membutuhkan informasi tentang AIDS di Aceh bisa minta langsung
dengan pihak AJFA,” kata Evi sembari menambahkan bahwa pihaknya akan bekerja
sama dengan MAP dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), untuk membantu
mensosialisasikan dan membagi informasi tentang penyakit menular itu. [Jamal]
[Sumber:
http://malaceh.multiply.com/journal/item/7/Jurnalis_Harus_Jaga_Identitas_Korban_HIV
- 4 Juni 2007]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.