Tanggapan
terhadap berita HIV/AIDS di Harian “Radar Kudus”
Oleh Syaiful W. Harahap
[Sumber:
Newsletter “infoAIDS”, edisi 8/Juni 2009]
Berita “Diusulkan Screening Acak Pantau AIDS” di Harian “Radar Kudus”, 15 Mei 2009,
menunjukkan pemahaman terhadap HIV/AIDS yang tidak baik. Langkah yang akan
dilakukan DKK Kudus ini merupakan tanggapan panik terhadap epidemi HIV. Ini
terjadi karena selama ini banyak daerah yang meremehkan HIV/AIDS.
Satu
hal yang luput dari perhatian DKK Kudus adalah risiko tertular HIV yang bisa
terjadi setiap saat terhadap orang-orang, laki-laki dan perempuan, yang
melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV. Yaitu yang melakukan hubungan
seks tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti
atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan.
Karena
risiko tertular HIV bisa terjadi setiap saat, lalu, apakah DKK akan melakukan
tes setiap saat pula?
Lagi
pula sasaran screening acak, apalagi screening massal,
ini akan menyuburkan mitos dan mendorong stigmatisasi (pemberian cap buruk) dan
diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS). Screening massal
merupakan tindakan yang gegabah, bahkan merupakan perbuatan yang melawan hukum
dan pelanggaran berat terhadap HAM, karena menyamaratakan perilaku semua orang.
Dalam
berita disebutkan “ …. para lelaki yang bekerja di luar kota“ sebagai
sasaran screening acak. Ini menyesatkan dan menyuburkan
stigma karena tidak semua laki-laki yang bekerja di luar kota atau di luar
negeri perilakunya berisiko tertular HIV. Laki-laki yang tidak pernah ke luar
kota sekalipun bisa berisiko tertular HIV kalau perilakunya berisiko dan
dilakukannya di Kudus.
Yang
menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk adalah
laki-laki. yang menularkan HIV kepada pekerja seks adalah laki-laki yang dalam
kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, remaja
atau duda yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, mahasiswa, pelajar, sopir,
nelayan, petani, perampok, dll. Tapi, karena selama ini HIV/AIDS dikaitkan
dengan norma, moral, dan agama maka masyarakat tidak memahami HIV/AIDS sebagai
fakta medis yang pencegahannya juga dapat dilakukan dengan teknologi
kedokteran.
Beberapa
negara, seperti Malaysia, melakukan skrining rutin untuk mendeteksi kasus
HIV/AIDS di kalangan masyarakat terhadap pasien klinik IMS, pengguna narkoba,
perempuan hamil, polisi, narapidana, darah donor, pasien TBC. Mengapa DKK Kudus
tidak mengikuti jejak Malaysia ini? *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.