14 Juli 2017

AIDS Banten: Yang Liar Bukan HIV/AIDS, Tapi Laki-laki Berperilaku Sekaual yang "Liar"

Tanggapan terhadap berita HIV/AIDS di Harian “KOMPAS

Oleh: Syaiful W. Harahap
[Sumber: Newsletter ”InfoAIDS” edisi No. 5/Maret 2009]

Penyebaran HIV/AIDS di Banten Semakin Liar”, Harian “KOMPAS”, 25 Februari 2009. Berita ini mengabaikan laki-laki (sebagai) penyebar HIV. Ini menunjukkan ada fakta yang luput dari perhatian banyak kalangan.

Selama ini ada kesan bahwa penyebaran HIV dilakukan oleh pekerja seks komersial (PSK). Dalam berita ini hal itu juga muncul, “Gambaran betapa liar virus itu menyebar bisa dilihat dari aktivitas seorang PSK yang positif HIV/AIDS di Merak.” Fakta yang hilang adalah virus (HIV) yang ada di tubuh PSK itu justru ditularkan oleh laki-laki penduduk lokal atau pendatang.

Lagi pula yang ‘liar’ bukan virusnya tapi laki-laki yang menyebarkan HIV. Ini juga menyuburkan mitos (anggapan yang salah) karena mengesankan HIV sebagai viruslah yang ‘menyerang’ manusia. Padahal, HIV hanya bisa hidup di sels-sel darah putih manusia yaitu: (a) di dalam cairan darah (laki-laki dan perempuan), (b) air mani (laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV), (c) cairan vagina (perempuan), dan (d) air susu ibu/ASI (perempuan).

Penularan HIV (bisa) terjadi kalau salah satu atau beberapa jenis cairan yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui (1) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (2) transfusi darah, (3) cangkok organ tubuh, (4) jarum suntik dan alat-alat kesehatan, (5) proses menyusui.

Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki yang menularkan atau menyebarkan HIV itu bisa sebagai seorang suami, duda, lajang, atau remaja yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, mahasiswa, pelajar, anak buah kapal, sopir, kondektur, pedagang, perampok, copet, dll. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk.

Ketika seorang PSK tertular HIV maka laki-laki yang kemudian mengencaninya tanpa memakai kondom berisiko pula tertular HIV. Laki-laki ini pun kemudian akan menjadi mata rantai penyebaran HIV.

Kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di kalangan pengguna narkoba terjadi karena mereka wajib melakukan tes HIV ketika hendak menjalani rehabilitasi.

Sebaliknya, laki-laki dewasa yang tertular melalui hubungan seks dan jarum suntik pada penggunaan narkoba tidak (banyak) terdeteksi karena tidak ada mekanisme yang bisa ’menjaring’ mereka. Umumnya, laki-laki dewasa yang tertular melalui hubungan seks dan jarum suntik narkoba terdeteksi setelah masa AIDS (antara 5-10 tahun setelah tertular) karena sudah ada penyakit, yang disebut sebagai infeksi oportunistik, yang memerlukan pengobatan.

Tapi, pada kurun waktu 5-10 tahun sebelum terdeteksi mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari. Maka, kasus HIV/AIDS di kalangan laki-laki yang perilakunya berisiko tertular HIV merupakan ’bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang.

Belakangan ini penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia lebih ditujukan di hilir yang dilakukan dengan upaya-upaya ’menjaring’ kasus HIV/AIDS di kalangan berisiko, disebut sebagai populasi kunci. Ini mengabaikan penanganan di hilir karena penularan HIV kepada populasi kunci dilakukan oleh orang-orang di luar populasi itu. Selanjutnya, infeksi baru pun terjadi dari populasi ini kepada orang di luar populasi (dalam kehidupan sehari-hari digambarkan sebagai ‘orang baik-baik’).

Maka, kasus-kasus infeksi baru HIV (akan) terus terjadi jika persialan di hulu tidak ditangani dengan serius. Berbagai peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS, saat ini ada 22 Perda di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, hanya mengedepankan norma, moral, dan agama sebagai alat pencegahan.

Dalam berita ini juga muncul usul untuk menerbitkan peraturan daerah. Sampai sekarang sudah ada 22 daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota yang menerbikan Perda terkait penangulangan AIDS. Tapi, perda-perda itu tidak bisa bekerja karena penanggulangan yang ditawarkan hanya dari sisi moral. Padahal, HIV/AIDS adalah fakta medis yang bisa ditanggulangi dengan teknologi kedokteran. Penularan HIV sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan norma, moral, dan agama.

Alokasi dana khusus untuk AIDS pada perda pun dikhawatirkan akan mendorong kecemburuan sosial. *


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.