Tanggapan
terhadap berita HIV/AIDS di Harian “KOMPAS”
Oleh: Syaiful W. Harahap
[Sumber:
Newsletter ”InfoAIDS” edisi No.
5/Maret 2009]
“Penyebaran HIV/AIDS di Banten
Semakin Liar”, Harian “KOMPAS”, 25 Februari 2009. Berita ini
mengabaikan laki-laki (sebagai) penyebar HIV. Ini menunjukkan ada fakta yang
luput dari perhatian banyak kalangan.
Selama
ini ada kesan bahwa penyebaran HIV dilakukan oleh pekerja seks komersial (PSK).
Dalam berita ini hal itu juga muncul, “Gambaran betapa liar virus itu menyebar
bisa dilihat dari aktivitas seorang PSK yang positif HIV/AIDS di Merak.” Fakta
yang hilang adalah virus (HIV) yang ada di tubuh PSK itu justru ditularkan oleh
laki-laki penduduk lokal atau pendatang.
Lagi
pula yang ‘liar’ bukan virusnya tapi laki-laki yang menyebarkan HIV. Ini juga
menyuburkan mitos (anggapan yang salah) karena mengesankan HIV sebagai viruslah
yang ‘menyerang’ manusia. Padahal, HIV hanya bisa hidup di sels-sel darah putih
manusia yaitu: (a) di dalam cairan darah (laki-laki dan perempuan), (b) air
mani (laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV), (c) cairan vagina (perempuan),
dan (d) air susu ibu/ASI (perempuan).
Penularan HIV (bisa) terjadi kalau salah
satu atau beberapa jenis cairan yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh
melalui (1) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (2)
transfusi darah, (3) cangkok organ tubuh, (4) jarum suntik dan alat-alat
kesehatan, (5) proses menyusui.
Dalam
kehidupan sehari-hari laki-laki yang menularkan atau menyebarkan HIV itu bisa
sebagai seorang suami, duda, lajang, atau remaja yang bekerja sebagai pegawai,
karyawan, mahasiswa, pelajar, anak buah kapal, sopir, kondektur, pedagang,
perampok, copet, dll. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara
horizontal antar penduduk.
Ketika seorang PSK tertular HIV maka
laki-laki yang kemudian mengencaninya tanpa memakai kondom berisiko pula
tertular HIV. Laki-laki ini pun kemudian akan menjadi mata rantai penyebaran
HIV.
Kasus
HIV/AIDS banyak terdeteksi di kalangan pengguna narkoba terjadi karena mereka
wajib melakukan tes HIV ketika hendak menjalani rehabilitasi.
Sebaliknya,
laki-laki dewasa yang tertular melalui hubungan seks dan jarum suntik pada
penggunaan narkoba tidak (banyak) terdeteksi karena tidak ada mekanisme yang
bisa ’menjaring’ mereka. Umumnya, laki-laki dewasa yang tertular melalui
hubungan seks dan jarum suntik narkoba terdeteksi setelah masa AIDS (antara
5-10 tahun setelah tertular) karena sudah ada penyakit, yang disebut sebagai
infeksi oportunistik, yang memerlukan pengobatan.
Tapi, pada kurun waktu 5-10 tahun
sebelum terdeteksi mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka
sadari. Maka, kasus HIV/AIDS di kalangan laki-laki yang perilakunya berisiko
tertular HIV merupakan ’bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang.
Belakangan
ini penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia lebih ditujukan di hilir yang
dilakukan dengan upaya-upaya ’menjaring’ kasus HIV/AIDS di kalangan berisiko,
disebut sebagai populasi kunci. Ini mengabaikan penanganan di hilir karena
penularan HIV kepada populasi kunci dilakukan oleh orang-orang di luar populasi
itu. Selanjutnya, infeksi baru pun terjadi dari populasi ini kepada orang di
luar populasi (dalam kehidupan sehari-hari digambarkan sebagai ‘orang baik-baik’).
Maka,
kasus-kasus infeksi baru HIV (akan) terus terjadi jika persialan di hulu tidak
ditangani dengan serius. Berbagai peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS,
saat ini ada 22 Perda di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, hanya
mengedepankan norma, moral, dan agama sebagai alat pencegahan.
Dalam
berita ini juga muncul usul untuk menerbitkan peraturan daerah. Sampai sekarang
sudah ada 22 daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota yang
menerbikan Perda terkait penangulangan AIDS. Tapi, perda-perda itu tidak bisa
bekerja karena penanggulangan yang ditawarkan hanya dari sisi moral. Padahal,
HIV/AIDS adalah fakta medis yang bisa ditanggulangi dengan teknologi
kedokteran. Penularan HIV sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan
norma, moral, dan agama.
Alokasi
dana khusus untuk AIDS pada perda pun dikhawatirkan akan mendorong kecemburuan
sosial. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.