Ilustrasi:
Pengambilan darah untuk tes HIV (Sumber: www.newsportal.sg)
Oleh: Syaiful W. HARAHAP
Informasi tentang HIV/AIDS sudah banjir, tapi tetap saja masih ada yang mengaitkan
penularan HIV dengan mitos (anggapan yang salah). Seperti pernyataan dalam
berita “Dua Kasus HIV/Aids Kembali Ditemukan di Lhokseumawe” (aceh.tribunnews.com, 13/6-2017)
ini: Ia (Kabid Pencegahan, Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota
Lhokseumawe, dr Helizar) kembali mengimbau masyarakat yang merasa pernah
melakukan perbuatan yang rentan terkena penyakit mematikan tersebut, seperti
suntik narkoba, hubungan intim bukan dengan istri atau suami, bisa segera
melakukan pemeriksaan di VCT.
Ada
beberapa informasi dan pernyataan yang tidak akurat dalam kutipan di atas,
yaitu:
Pertama, disebut HIV/AIDS
sebagai ‘penyakit mematikan’. Kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) atau
pengidap HIV/AIDS bukan karena HIV(virus) atau AIDS (kondisi Odha), tapi karena
penyakit-penyakit yang ada pada Odha, disebut infeksi oportunistik, seperti TB,
diare, dll. Jika seseorang tertular HIV dan tidak terdeteksi, maka orang tsb. Mmudah
tertular penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya yang rendah. Ini terjadi
karena HIV menggandakan diri di sel-sel darah putih yang kemudian sel darah
putih yang dijadikan ‘pabrik’ penggandaan HIV rusak. Sel darah putih ada kekebalan
tubuh.
Kedua, disebutkan ‘hubungan intim
bukan dengan istri atau suami’. Penularan HIV melalui hubungan seksual bukan
karena sifat hubungan seksual (di luar nikah, zina, bukan dengan suami atau
istri), tapi karena kondisi hubungan seksual (salah satu atau kedua-duanya
mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama).
Fakta menunjukkan banyak ibu rumah tangga yang terdeteksi tertular HIV dari
suaminya. Hubungan seksual yang mereka lakukan dalam ikatan pernikahan yang
secara hukum dan agama.
Ketiga,
disebutkan pula ‘melakukan pemeriksaan di VCT’. VCT adalah singkatan dari voluntary conseling and testing yaitu
tes (HIV) secara sukarela dengan konseling. Maka, yang tepat adalah tes HIV di
Klinik VCT. Artinya klinik tes melakukan tes HIV dengan konseling bagi
orang-orang yang berminat secara sukarela.
Ada
informasi ‘kasus yang dietemukan pada Juni sudah memasuki tahap Aids’, tapi
wartawan tidak mengembangkan informasi ini. Kalau terdeteksi HIV pada masa AIDS
itu artinya orang tsb sudah terular HIV antara 5-15 tahun sebelum tes HIV. Nah,
pada rentang waktu itu ybs bisa jadi sudah menularkan HIV ke orang lain. Kalau
orang tsb laki-laki dan punya istri itu artinya istrinya berisiko tertular HIV.
Jika istrinya lebih dari satu maka perempuan yang berisiko tertular HIV kian
banyak pula.
Di
Kota Lhokseumawe disebutkan terdeteksi 43 kasus HIV/AIDS, 12 di antaranya sudah
meninggal dunia. Sampai di sini informasi ini tidak bunyi karena hanya sebatas
angka. Tapi, kalau wartawan membawa data ini ke realitas sosial terkait dengan
epidemi HIV akan lain membuka mata banyak orang betapa penyebaran HIV terjadi
di masyarakat tanpa disadari oleh yang menularkan dan yang tertular.
Kematian
pada Odha terjadi di masa AIDS. Secara statistik masa AIDS terjadi antara 5-15
tahun. Sebelum kematian Odha yang meninggal bisa jadi tidak menyadari dirinya
mengidap HIV/AIDS sehingga melakukan kegiatan berisiko, terutama hubungan
seksual, di dalam dan di luar nikah dengan istri atau pasangan seks lain. Itu
artinya terjadi penyebaran HIV melalui hubungan seksual kepada pasangan seks
Odha yang meninggal tsb.
Kalau
yang 12 itu laki-laki dewasa dan mempunyai istri, maka istri-istri tsb.
berisiko tertular HIV. Kalau istri-istri tsb tertular HIV, maka ada pula risiko
penularan vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya selam dalam kandungan,
pada saat persalinan atau waktu menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Ada
lagi pernyataan: Di samping itu, dia juga mengatakan saat ini jumlah masyarakat
yang memeriksa diri apakah terjangkit HIV atau Aids ke VCT di wilayah
Lhokseumawe terus meningkat. Ini menunjukan kesadaran masyarakat untuk
menghindari penyakit mematikan itu semakin baik.
Tanpa
disadari pernyataan ini menunjukkan banyak warga di sana yang melakukan
kegiatan berisiko tertular HIV. Perlu dipertegas bahwa yang dianjurkan tes HIV
adalah orang-orang yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa
kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering
berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) di Lhokseumawe
atau di luar Aceh bahkan di luar negeri, serta memakai narkoba (narkotika dan
bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik secara bersama-sama dengan
bergantian memakai jarum suntik.
Tes
HIV di Klinik VCT bukan ‘untuk menghindari penyakit mematikan itu’ (HIV/AIDS),
tapi untuk mengetahui apakah seseorang tertular HIV atau tidak karena pernah
atau sering melakukan kegiatan berisiko tertular HIV.
Perlu
diingat tes HIV adalah penanggulangan di hilir. Artinya, warga dibiarkan
tertular HIV dulu baru tes HIV. Yang diperlukan adalah penanggulangan di hulu
agar indisen infeksi HIV baru bisa diturunkan. * [kompasiana.com/infokespro] *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.