29 Mei 2017

AIDS di Papua Bukan Genosida

Oleh: Syaiful W. HARAHAP

“HIV dan Aids bagian dari genoside di republik ini, dengan fakta-fakta yang ada karena apa yang dilakukan tidak sesuai dengan konteks.” Ini pernyataan Pendeta Yoram Yogobi, aktivis dan pegiat HIV dan AIDS di Wamena dalam berita “HIV/AIDS Banyak Bunuh Manusia Papua di Republik Indonesia” (suarapapua.com, 17/5-2017).

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 8/2-2017 menunjukkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Papua sampai 31 Desember 2016 mencapai 38.123 yang terdiri atas 24.725 HIV dan 13.398 AIDS. Jumlah ini menempatkan Papua pada peringkat ketiga secara nasional di bahwa DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Penyakit yang bisa dijadikan genosida (KBBI: pembunuhan besar-besaran secara berencana terhadap suatu bangsa atau ras) adalah penyakit yang menular yang mematikan dengan cepat melalui media yang langsung berhubungan dengan manusia, seperti air dan udara. Maka, pernyataan pendeta tadi tidak benar.

PSK Langsung

Seseorang yang tertular HIV secara statistik baru masuk ke masa AIDS (ditandai dengan penyakit-penyakit yang disebut infeksi oportunistik) antara 5-15 tahun. Risiko kematian ada pada masa AIDS karena infeksi oportunistik. Tingkat kematian pengidap HIV/AIDS turut drastis sejak ada obat antiretroviral (ARV) yang menghambat lalu perkembangbiakan virus (HIV) di dalam darah.

Penularan HIV terjadi antar manusia secara tersembunyi al. melalui hubungan seksual, terutama seks vaginal dan seks anal, dengan pengidap HIV/AIDS dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, di dalam dan di luar nikah.

Persoalan besar adalah secara fisik tidak bisa dikenal apakah seseorang mengidap HIV/AIDS atau tidak. Maka, melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan seseorang yang tidak diketahui status HIV-nya adalah perilaku berisiko tinggi tertular HIV. Perilaku berisiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual, yaitu:

(1) Laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak memakai kondom dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah,   

(2) Perempuan yang melakukan hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah,  dan

(3) Laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, misalnya pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, yaitu:

(a)    PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(b)   PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.

Andaikan PSK langsung yang datang ke Papua mengidap HIV/AIDS tidak semerta terjadi penyebaran HIV kalau tidak ada laki-laki Papua yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK tsb. Bisa juga terjadi laki-laki Papua tertular HIV di luar Papua dan jadi mata rantai penularan HIV ketika kembali ke daerahya.

Disebutkan oleh Pdt. Yoram bahwa HIV dan Aids telah merambah ke kampung-kampung hingga ke pelosok-pelosok, ....

Proteksi Diri

HIV sebagai virus tidak bisa merambah karena virus ini tidak ada di alam. HIV ada di dalam darah orang-orang yang mengidap HIV/AIDS. Mereka inilah yang jadi mata rantai penularan HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Yang jadi masalah besar banyak pengidap HIV/AIDS tidak menyadari bahwa dia tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri, atau gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik mereka. Tapi, biar pun tidak ada tanda-tanda mereka bisa menularkan HIV, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Amos Wetipo, Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah Laapago, mengatakan bahwa orang bilang karena HIV dan Aids orang Papua banyak yang meninggal. Banyak data kasus HIV dan Aids, tetapi tak ada tindakan pemerintah.

Dari 3 perilaku seksual yang berisiko tinggi terular HIV hanya satu ‘pintu’ yang bisa dikerjakan oleh pemerintah, yaitu perilaku No 3 terhadap PSK langsung. Dalam kaitan ini pemerintah bisa melakukan langkah-langkah penanggulangan, berupa intervensi, secara langsung jika praktek PSK langsung dilokalisir. Melalui regulasi diatur agar laki-laki selalu memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung. Tapi, intervensi tsb. tidak bisa dilakukan karena pratek PSK langsung (baca: lokalisasi pelacuran) justru banyak yang ditutup sehingga praktek jual-beli seks PSK langsung itu pun tidak bisa diintervensi.

Pada perilaku No 1 dan No 2 serta No 3 dengan PSK tidak langsung pemerintah tidak bisa melakukan intervensi karena transaksi perilaku itu terjadi antar individu di sembarang waktu dan sembarang tempat.

Pdt Yoram meminta setiap orang terutama orang Papua untuk sadar dan memproteksi diri serta keluarga dan masyarakat di lingkungan sejak dini.

Anjuran Pdt Yoram ini jadi kunci penanggulangan HIV/AIDS di Papua karena setiap orang, khususnya laki-laki dewasa Papua, secara faktual bisa melindungi diri agar tidak tertular HIV/AIDS.

Langkah konkret yang bisa dilakukan adalah setiap laki-laki dewasa tidak melakukan perilaku berisiko No 1 dan No 3. Begitu juga dengan perempuan dewasa tidak melakukan perilaku berisko No 2.

Yang jadi masalah adalah ada praktek transaksi seks terkait dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung. Langkah konkret yang bisa dilakukan laki-laki dewasa Papua untuk melindungi diri adalah selalu pakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung atau PSK tidak langsung. * [kompasiana.com/infokespro] *

Foto Ilustrasi (Sumber: antarafoto.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.