“HIV dan Aids bagian dari genoside di
republik ini, dengan fakta-fakta yang ada karena apa yang dilakukan tidak
sesuai dengan konteks.” Ini pernyataan Pendeta Yoram Yogobi, aktivis dan pegiat HIV dan AIDS
di Wamena dalam berita “HIV/AIDS Banyak Bunuh Manusia
Papua di Republik Indonesia” (suarapapua.com,
17/5-2017).
Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 8/2-2017 menunjukkan kasus
kumulatif HIV/AIDS di Papua sampai 31 Desember 2016 mencapai 38.123 yang
terdiri atas 24.725 HIV dan 13.398 AIDS. Jumlah ini menempatkan Papua pada
peringkat ketiga secara nasional di bahwa DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Penyakit
yang bisa dijadikan genosida (KBBI: pembunuhan
besar-besaran secara berencana terhadap suatu bangsa atau ras) adalah
penyakit yang menular yang mematikan dengan cepat melalui media yang langsung
berhubungan dengan manusia, seperti air dan udara. Maka, pernyataan pendeta tadi
tidak benar.
PSK Langsung
Seseorang
yang tertular HIV secara statistik baru masuk ke masa AIDS (ditandai dengan
penyakit-penyakit yang disebut infeksi oportunistik) antara 5-15 tahun. Risiko
kematian ada pada masa AIDS karena infeksi oportunistik. Tingkat kematian
pengidap HIV/AIDS turut drastis sejak ada obat antiretroviral (ARV) yang
menghambat lalu perkembangbiakan virus (HIV) di dalam darah.
Penularan
HIV terjadi antar manusia secara tersembunyi al. melalui hubungan seksual,
terutama seks vaginal dan seks anal, dengan pengidap HIV/AIDS dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, di dalam dan di luar nikah.
Persoalan
besar adalah secara fisik tidak bisa dikenal apakah seseorang mengidap HIV/AIDS
atau tidak. Maka, melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan seseorang
yang tidak diketahui status HIV-nya adalah perilaku berisiko tinggi tertular
HIV. Perilaku berisiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual, yaitu:
(1)
Laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak memakai kondom dengan perempuan
yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah,
(2)
Perempuan yang melakukan hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak
memakai kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti di dalam dan di luar
nikah, dan
(3)
Laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak memakai kondom dengan perempuan
yang sering berganti-ganti pasangan, misalnya pekerja seks komersial (PSK)
langsung dan PSK tidak langsung, yaitu:
(a)
PSK
langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau
lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b)
PSK
tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai
cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus,
cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang
kekuasaan), dll.
Andaikan
PSK langsung yang datang ke Papua mengidap HIV/AIDS tidak semerta terjadi
penyebaran HIV kalau tidak ada laki-laki Papua yang melakukan hubungan seksual
tanpa kondom dengan PSK tsb. Bisa juga terjadi laki-laki Papua tertular HIV di
luar Papua dan jadi mata rantai penularan HIV ketika kembali ke daerahya.
Disebutkan
oleh Pdt. Yoram bahwa HIV dan Aids telah merambah ke kampung-kampung hingga ke
pelosok-pelosok, ....
Proteksi Diri
HIV
sebagai virus tidak bisa merambah karena virus ini tidak ada di alam. HIV ada
di dalam darah orang-orang yang mengidap HIV/AIDS. Mereka inilah yang jadi mata
rantai penularan HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa
kondom di dalam dan di luar nikah.
Yang
jadi masalah besar banyak pengidap HIV/AIDS tidak menyadari bahwa dia tertular
HIV karena tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri, atau gejala-gejala yang khas AIDS
pada fisik mereka. Tapi, biar pun tidak ada tanda-tanda mereka bisa menularkan
HIV, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Amos
Wetipo, Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah Laapago, mengatakan bahwa orang bilang
karena HIV dan Aids orang Papua banyak yang meninggal. Banyak data kasus HIV
dan Aids, tetapi tak ada tindakan pemerintah.
Dari
3 perilaku seksual yang berisiko tinggi terular HIV hanya satu ‘pintu’ yang
bisa dikerjakan oleh pemerintah, yaitu perilaku No 3 terhadap PSK langsung. Dalam
kaitan ini pemerintah bisa melakukan langkah-langkah penanggulangan, berupa
intervensi, secara langsung jika praktek PSK langsung dilokalisir. Melalui
regulasi diatur agar laki-laki selalu memakai kondom ketika melakukan hubungan
seksual dengan PSK langsung. Tapi, intervensi tsb. tidak bisa dilakukan karena
pratek PSK langsung (baca: lokalisasi pelacuran) justru banyak yang ditutup
sehingga praktek jual-beli seks PSK langsung itu pun tidak bisa diintervensi.
Pada
perilaku No 1 dan No 2 serta No 3 dengan PSK tidak langsung pemerintah tidak
bisa melakukan intervensi karena transaksi perilaku itu terjadi antar individu
di sembarang waktu dan sembarang tempat.
Pdt
Yoram meminta setiap orang terutama orang Papua untuk sadar dan memproteksi
diri serta keluarga dan masyarakat di lingkungan sejak dini.
Anjuran
Pdt Yoram ini jadi kunci penanggulangan HIV/AIDS di Papua karena setiap orang,
khususnya laki-laki dewasa Papua, secara faktual bisa melindungi diri agar tidak
tertular HIV/AIDS.
Langkah
konkret yang bisa dilakukan adalah setiap laki-laki dewasa tidak melakukan
perilaku berisiko No 1 dan No 3. Begitu juga dengan perempuan dewasa tidak
melakukan perilaku berisko No 2.
Yang
jadi masalah adalah ada praktek transaksi seks terkait dengan PSK langsung dan
PSK tidak langsung. Langkah konkret yang bisa dilakukan laki-laki dewasa Papua
untuk melindungi diri adalah selalu pakai kondom ketika melakukan hubungan
seksual dengan PSK langsung atau PSK tidak langsung. * [kompasiana.com/infokespro] *
Foto Ilustrasi (Sumber: antarafoto.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.