Selama
penanggulangan HIV/AIDS dibenturkan dengan moral dan agama, maka selama itu
pula insiden penularan (infeksi) baru HIV akan terus terjadi karena pemerintah
tidak bisa menjalankan program yang konkret.
![]() |
* Rehabilitasi bukan untuk PSK tapi untuk laki-laki yang gemar melacur ... |
Sanksi Germo
Ketika
dua dekade yl. pemerintah Thailand bak kebakaran jenggot karena kasus HIV/AIDS
di Negeri Gajah Putih itu mendekati angka 1.000.000 dan pasien-pasien dengan
penyakit terkait AIDS tidak tertampung lagi di rumah-rumah sakit, pemerintah
Thailand pun menjalankan program penanggulangan yang konkret. Yang dilakukan
adalah memaksa laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual
dengan pekerja seks komersial (PSK) yang dikenal sebagai program ‘wajib kondom
100 persen’.
Penanganan
pasien dibantu oleh bhiksu melalui vihara. Sebuah vihara di Thailand menerima
hadiah Magsaysay atas jasa vihara itu membantu pemerintah menangani Odha (Orang
dengan HIV/AIDS). Celakanya, di Indonesia justru anak-anak muda yang tidak
setuju vihara menampung Odha. Hal ini diungkapkan seorang bhiksu di salah satu
vihara di Jawa Tengah kepada penulis, waktu itu dalam kapasitas sebagai
wartawan Tabolid “Mutiara”, di awal
tahun 1990-an.
Sedangkan
pemerintah menjalankan program mengurangi jumlah insiden infeksi HIV baru pada
laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK. Thailand memberikan
sanksi hukum kepada germo jika dalam tes survailans rutin ada PSK yang mengidap
IMS (infeksi menular seksual yaitu kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus
hepatitis B, klamidia, dll.). Jika ada PSK yang terdeteksi mengida IMS itu
artinya ada laki-laki ‘hidung belang’ yang ngeseks dengan tidak memakai kondom.
Sanksi
yang diberikan mulai dari teguran sempai pencabutan izin usaha. Inilah kemudian
yang membuat germo memaksa laki-laki memakai kondom ketika ngeseks dengan PSK. Langkah
spektakuler ini membuahkan hasil. Insiden infeksi HIV baru turun, al.
ditunjukan dengan jumlah calon taruna militer yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS
turun drastis.
Program
‘wajib kondom 100 persen’ itu hanya bisa dijalankan dengan efektif jika praktek
pelacuran dilokalisir. Kalau praktek pelacuran tidak dilokalisir, maka
pemerintah tidak bisa melakukan intervensi karena transaksi seks terjadi di
sembarang tempat dan sembarang waktu.
Keberhasilan
Thailand itu pun dijadikan pola penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia yang
diwujudkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Sampai Desember 2016 sudah ada 96
perda AIDS yang justru mengekor ke Thailand (Lihat: Syaiful W. Harahap - Perda AIDS diIndonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand).
Celakanya, perda-perda itu lebih mengedepankan moral dan agama sebagai langkah
pencegahan HIV/AIDS. Padahal, HIV/ADIS adalah fakta medis yang ditanggulangi
dengan cara-cara yang konkret.
Rehabilitasi PSK
Selain
itu sanksi pidana di perda-perda tsb. ditujukan kepada PSK yang terdeteksi
mengidap IMS. Di Merauke, Papua, misalnya, sudah banyak PSK yang mendekam di
penjara. Tapi, 1 PSK dibui germo bisa mendatangkan puluhan PSK ‘baru’. Di sisi
lain sebelum PSK itu dikirim ke penjara sudah ada laki-laki yang tertular IMS,
bisa juga sekaligus tertular HIV jika PSK tsb. mengidap HIV/AIDS.
Pemerintah
tidak bisa melakukan interveksi karena sejak reformasi lokasi dan lokalisasi
pelacuran ditutup. Kemensos dengan gegap-gempita menjalankan program penutupan
lokasi pelacuran dengan memberikan sangu Rp 10 juta (Rp 5 juta dari Kemensos
dan Rp 5 juta dari pemerintah setempat) yang disebut sebagai modal kerja. Ini
sama saja dengan ‘menggantang asap’ karena sejak Orba program rehabilitasi dan
resosialisasi PSK selalu gagal total [Lihat: Syaiful W. Harahap - Menyingkap(Kegagalan) Resosialisasi dan Rehabilitasi Pelacur(an)]. Lagi
pula pelacuran ada karena banyak laki-laki yang gemar melacur, maka yang
diperlukan justru rehabilitasi perilaku bagi laki-laki ‘hidung belang’.
Ada
anggapan yang salah di Indonesia bahwa dengan menutup tempat-tempat hiburan
malam dan tempat pelacuran akan meredam penyebaran HIV/AIDS. Ini tentu saja
tidak benar karena di negara-negara yang tidak ada industri hiburan malam
sekalipun tetap saja ada kasus HIV/AIDS karena bisa saja laki-laki warga negara
tsb. tertular HIV di luar negaranya. Laporan MoH Arab Saudi, misalnya,
menyebutkan dari tahun 1984 – 2015 sudah terdeteksi 22.952 kasus AIDS, sebanyak 6.770 di
antaranya orang Saudi asli (english.alarabiya.net, 1/12-2016).
Dilaporkan
juga 80 perempuan Saudi terdeteksi mengidap AIDS pada tahun 2014. Menurut Sanaa
Filimban, Direktur Program AIDS di Kementerian Kesehatan Saudi mengatakan hal
ini mengejutkan bagi perempuan-perempuan itu karena banyak di antara mereka yang
sama sekali tidak pernah keluar dari Saudi, dan 95 persen pasien terkait AIDS
tertular dari suami mereka melalui hubungan seksual (saudigazette.com.sa, 2/12-2015).
Seperti
di Aceh, misalnya, biar pun secara de jure tidak ada industri hiburan malam dan
pelacuran, tapi apakah Pemerintah Aceh bisa menjamin tidak ada laki-laki warga
Aceh yang melakukan hubungan seksual berisiko di luar Aceh?
Itulah
yang menjadi persoalan besar bagi Indonesia karena pemerintah tidak bisa
mengawasi perilaku semua warga negara, khususnya laki-laki yang gemar melacur,
karena bisa mereka lakukan dengan berbagai cara sehingga tidak terdeteksi
polisi maupun polisi syariah di Aceh.
Paling
tidak ada lima perilaku warga yang berisiko tertular HIV tapi tidak bisa
diintervensi oleh pemerintah yaitu:
(1)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai
kondom di dalam ikatan pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti
karena bisa saja salah satu di antara perempuan tsb. juga punya pasangan seks
yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(2)
Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di dalam ikatan
pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara laki-laki
tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
PSK Langsung
(3)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan
pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara prempuan
tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(4)
Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan
pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara laki-laki
tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(5)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan
yang sering berganti-ganti pasangan, dengan kondisi laki-laki tidak memakai
kondom, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan waria. PSK dikenal ada dua
tipe, yaitu:
(a)
PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau
lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b)
PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru
sebagai cewek pemijat plus-plus, ‘artis’, ‘spg’, cewek kafe, cewek pub, cewek
disko, anak sekolah, ayam kampus, ibu-ibu rumah tangga, cewek gratifikasi seks
(sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.
(1)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai
kondom di dalam ikatan pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti
karena bisa saja salah satu di antara perempuan tsb. juga punya pasangan seks
yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(2)
Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di dalam ikatan
pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara laki-laki
tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(3)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan
pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara prempuan
tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(4)
Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan
pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara laki-laki
tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(5)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan
yang sering berganti-ganti pasangan, dengan kondisi laki-laki tidak memakai
kondom, seperti pekerja seks komersial (PSK) tidak langsung, yaitu PSK yang
tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat plus-plus,
‘artis’, ‘spg’, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus,
ibu-ibu rumah tangga, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan
bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.
Lima
kondisi di atas sama sekali tidak bisa diintervensi pemerintah karena transaksi
seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Sedangkan
kondisi ke-enam bisa dijangkau seperti yang dijalankan Thailand, yakni:
(6)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan
yang sering berganti-ganti pasangan, dengan kondisi laki-laki tidak memakai
kondom, seperti pekerja seks komersial (PSK), dengan kondisi sebagai PSK
langsung yaitu PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi
pelacuran atau di jalanan.
Celakanya,
lokalisasi pelacuran tidak ada sehingga transaksi seks PSK langsung pun beralih
seperti PSK tidak langsung. Ini yang akan menjadi pendorong penyebaran HIV di
Indonesia dengan mata rantai laki-laki ‘hidung belang’.
Penanggulangan
yang dijalankan pemerintah sekarang, seperti tes HIV terhadap ibu hamil, calon
pengantin, dll. adalah langkah di hilir karena membiarkan terjadi penularan. Yang
diperlukan adalah langkah konkret penanggulangan di hulu agar insiden infeksi
HIV baru berkurang (terus) sehingga mata rantai penyebaran HIV pun kian
sedikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.