26 Agustus 2016

Seks Oral dengan Orang Sehat, Apakah ada Risiko Kena IMS atau AIDS?

Tanya Jawab AIDS No 3/Agustus 2016

Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP – AIDS Watch Indonesia

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Tanya-Jawab AIDS ini dimuat di: “AIDS Watch Indonesia” (http://www.aidsindonesia.com). Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap, melalui: (1) Telepon (021) 8566755, (2) Fax: 021.22864594, (3) e-mail: aidsindonesia@gmail.com, (4) SMS 08129092017, dan (5) WhatsApp:  0811974977. Redaksi.

*****

Tanya: Apakah seks oral bisa terjadi penularan HIV atau IMS jika dilakukan dengan orang sehat?

Via SMS (16/8-2016)

Jawab: Pertama, sehat. Ini sangat subjektif karena selama tidak sedang berobat atau dirawat di rumah sakit bisa disebut sehat. Kedua, tidak ada kaitan langsung antara sehat dan mengidap IMS [infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual (seks vaginal, seks anal dan seks oral), seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, klamidia, jengger ayam, herpes genitalis, virus hepatitis B, dll.] serta HIV/AIDS. Bisa saja orang-orang yang mengidap IMS dan HIV/AIDS atau kedua-duanya tampak sehat-sehat saja.

Pengidap HIV/AIDS sama sekali tidak menunjukkan gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda yang khas HIV/AIDS pada fisik mereka. Tapi, mereka bisa menularkan HIV al. melalai darah (tranfusi) dan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Risiko penularan HIV melalui seks oral sanga rendah. Belum ada kasus HIV/AIDS yang dilaporkan dengan faktor risiko seks oral. Tapi, penularan penyakit lain, seperti IMS bisa saja terjadi dan sudah ada kasus IMS melalui seks oral (fellatio yaitu penis masuk ke mulut dan cunnilingus yaitu lidah ke vagina) di rongga mulut.

HIV ada di dalam air mani laki-laki dan cairan vagina perempuan. Kencing nanah dan raja singa ada infeksi di penis dan vagina.

Maka, pada seks oral rongga mulut akan menampung air mani yang mengidap HIV/AIDS pada fellatio dan melewati kerongkongan jika ditelan, serta lidah akan bersentuhan langsung dengan cairan vagina yang terkontaminasi dengan HIV/AIDS pada cunnilingus. Lalu, bibir dan rongga mulut perempuan pun akan bersentuhan langsung dengan penis yang ada infeksi kencing nanah atau raja singa. 

Yang jelas Saudara tidak bisa menjamin yang mengoral, laki-laki atau perempuan, tidak mengidap HIV/AIDS atau IMS atau dua-duanya sekaligus hanya dengan berpatokan bahwa orang tsb. (tampak) sehat.

Beberapa penyakit IMS ada gejala atau infeksi pada alat kelamin, seperti sifilis dan GO, tapi hepatitis B sama sekali tidak ada gejala atau infeksi pada alat kelamin. Maka, jangan berpatokan pada ‘kelihatan sehat’ karena IMS dan HIV/AIDS hanya bisa diketahui dengan pasti melalaui tes di laboratorium medis. *** [AIDS Watch Indonesia] ***

Ilustrasi (Sumber: www.cafepress.com) 

24 Agustus 2016

Pria Ini Ingin Agar Tidak Kena HIV/AIDS Setelah Ngeseks dengan PSK

Tanya Jawab AIDS No 2/Agustus 2016

Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP – AIDS Watch Indonesia

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Tanya-Jawab AIDS ini dimuat di: “AIDS Watch Indonesia” (http://www.aidsindonesia.com). Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap, melalui: (1) Telepon (021) 8566755, (2) Fax: 021.22864594, (3) E-mail: aidsindonesia@gmail.com, (4) SMS 08129092017, dan (5) WhatsApp:  0811974977. Redaksi.

*****

Tanya: Saya seorang laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual tidak memakai kondom dengan pekerja seks komersial (PSK), saya tidak mengetahui dengan pasti apakah PSK itu mengidap HIV/AIDS atau tidak. Saya hanya melakukan sekali itu saja. Itu pun hanya 15 - 20 menit. Beberapa jam setelah kejadian itu badan saya terasa dingin. Serasa akan demam. Nafsu makan tidak ada. (1) Berapa besar kemungkinan saya tertular HIV/AIDS? (2) Bagaimana mengatasi agar saya tidak terkena HIV/AIDS?

Via SMS (29/7-2016)

Jawab: (1) Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual dengan tidak memakai kondom tidak bisa diperkirakan atau dihitung. Yang jelas hubungan seksual yang Saudara lakukan berisko karena:  Saudara tidak memakai kondom, dan Saudara melakukannya dengan perempuan yang perilaku seksualnya berisiko tinggi tertular HIV/AIDS yaitu seorang PSK yang melayani hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti.

Persoalannya ada pada PSK itu. Kalau PSK tsb. tidak mengidap HIV/AIDS tidak ada risiko penularan HIV kepada Saudara. Tapi, yang perlu diingat adalah kita tidak bisa mengetahui status HIV seseorang dari penampilan fisik karena tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan. Maka, kondisi yang Saudara alami setelah melakukan hubungan seksual bisa saja karena faktor lain.

Yang perlu Saudara ketahui adalah probabilitas atau kemungkinan tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali risiko terjadi penularan HIV. Masalahnya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual ke berapa terjadi penularan HIV/AIDS. Bisa yang pertama, kedua, ketujuh, kedua puluh, ketujuh puluh, bahkan pada hubungan seksual yang ke-100.

Selain itu tidak pula bisa diketahui lama atau waktu hubungan seksual baru bisa terjadi penularan HIV/AIDS. Tidak ada penelitian tentang lama atau waktu hubungan seksual (seks vaginal dan seks anal) agar terjadi penularan HIV. Begitu juga dengan kondisi hubungan seksual dengan mengeluarkan air mani di luar vagina atau di luar anus juga tidak jaminan tidak terjadi penularan HIV kalau dilakukan dengan pengidap HIV/AIDS.

(2) Jika sesorang sudah tertular HIV/AIDS, maka tidak ada cara atau obat yang bisa mengeluarkan HIV/AIDS dari dalam tubuh. Obat AIDS yang ada sekarang, obat antriretroviral (ARV) hanya bisa menahan laju replikasi atau penggandaan virus di dalam darah.

Agar tidak tertular HIV/AIDS yang bisa dilakukan adalah, al. (1) Laki-laki menghindari hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pengidap HIV/AIDS, (2) Laki-laki tidak melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, dan (3) Laki-laki tidak melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.


Untuk mengatasi rasa was-was, sebaiknya Saudara konseling ke Klinik VCT di puskesmas atau rumah sakit umum di tempat Saudara bermukim. Jika ada kesulitan, silakan kondom kami. *** [Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia] ***

Ilustrasi (Sumber: www.highschoolgh.com) 

22 Agustus 2016

Anak Muda Ini Pengen Segera Tes HIV Karena Mau Menikah

Tanya Jawab AIDS No 1/Agustus 2016

Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP – AIDS Watch Indonesia

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Tanya-Jawab AIDS ini dimuat di: “AIDS Watch Indonesia” (http://www.aidsindonesia.com). Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap, melalui: (1) Telepon (021) 8566755, (2) Fax (021) 22864594, (3) e-mail: aidsindonesia@gmail.com, (4) SMS 08129092017, dan (5) WhatsApp:  0811974977. Redaksi.

*****

Tanya: Saya mau konseling karena hati saya benar-benar tidak bisa tenang. Beberapa hari yang lalu saya melakukan tindakan berisiko tanpa pengaman dengan PSK (pekerja seks komersial-peng.). Sebelum kejadian ini tahun-tahun sebelumnya pernah juga saya lakukan hal yang sama, tapi bua bulan yang lalu saya medical check up dengan hasil yang baik. (1) Apakah melalui medical check up seseorang yang sudah tertular HIV/AIDS bisa terdeteksi? Saya benar-benar galau. Mohon bantuan dan bimbingan karena saya ingin segera tes HIV karena saya segera akan menikah. (2) Mohon rekomendasi tempat tes HIV dengan biaya yang terjangkau. (3) Apakah tes HIV lebih baik segera dilakukan dan 3, 6 dan 9 bulan ke depan saya tes HIV lagi?

Mr ‘X’, di Kota “J”, via SMS (22/8-2016)

Jawab: (1) Tes HIV hanya dilakukan atas permintaan sehingga pada medical check up tidak otomatis ada tes HIV. Permintaan bisa dilakukan oleh seseorang atau oleh sebuah perusahaan, badan, lembaga, institusi, dll. Tapi, jika diminta oleh   perusahaan, badan, lembaga, institusi, dll. harus sepengetahuan karyawan atau pegawai.

Nah, kalau Saudara medical check up berdasarkan rekomendasi tempat Saudara bekerja, silakan ditanya apakah termasuk tes HIV. Celakanya, sering terjadi perusahaan tidak memberitahu karyawan bahwa dalam medical check up ada tes HIV. Ini merupakan perbuatan yang melawan hukum, apalagi kemudian karyawan di-PHK dengan alasan mengidap HIV/AIDS perusahaan tsb. sudah melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan yaitu tidak boleh memecat atau mem-PHK karyawan dan pegawai karena mengidap HIV/AIDS.

Tapi, perusahan dll. punya kebijakan sendiri yang disepakati sehingga bisa saja mereka melakukan pemecatan atau PHK terhadap karyawan atau pegawai yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Tentu saja proses pemecatan tidak disebutkan karena HIV/AIDS, tapi alasan-alasan lain yang terkait dengan perilaku.

(2) dan (3) Alasan Saudara ingin cepat tes HIV karena mau menikah sangat masuk akal. Persoalannya adalah tes HIV dengan reagen ELISA bisa akurat kalau virus (HIV) sudah membentuk antibody HIV di dalam darah yaitu tiga bulan setelah perbuatan berisiko. Jika tes pada masa jendela, tertular di bawah tiga bulan, hasilnya bisa negatif palsu (HIV ada di dalam darah tapi tidak terdeteksi oleh ELISA atau nonreaktif) atau positif palsu (HIV tidak ada di dalam darah tapi hasil tes dengan ELISA reaktif).

Untuk mengatasi kegalauan Saudara, silakan konsultasi ke tempat-tempat tes HIV yang direkomendasikan oleh pemerintah. Alamat klinik yang dimaksud sudah dikirim melalui SMS ke nomor Saudara. Jika ada kesulitan, silakan kontak kami. *** [AIDS Watch Indonesia] ***

Ilustrasi (Sumber: www.hivandhepatitis.com).

21 Agustus 2016

AIDS di Kota Blitar Ditanggulangi (Hanya) dengan Sosialisasi

Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP - AIDS Watch Indonesia

“Saat ini prostitusi sudah ditutup, tingginya angka HIV/AIDS  ini sungguh mengejutkan. Kami menduga,  penyebaran HIV/Aids itu sekarang bersumber dari café, tempat karaoke dan rumah kost yang seringkali digunakan sebagai tempat mesum dan pesta narkoba. Kami mengimbau Dinkes untuk turun memberikan sosialiasi di tempat-tempat itu.” Ini pernyataan anggota Komisi I DPRD Kota Blitar, M.Nuhan Eko Wahyudi dalam berita “Dewan Imbau Dinkes Sosialisasi HIV/AIDS Ke Café, Kost dan Karaoke” (jatimtimes.com, 18/8-2016).

Data di Dinkes Kota Blitar menunjukkan sampai pertengahan Agustus 2016 sudah ada 92 penderita HIV-AIDS yang terdeteksi. Angka ini tidak menggambarkan jumlah warga yang mengidap HIV/AIDS karena ada yang tidak terdeteksi. Hal ini terjadi karena warga yang mengidap HIV/AIDS tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik mereka dan tidak ada pula keluhan kesehatan yang terkait langsung dengan AIDS.

Pernyataan anggota DPRD Kota Blitar itu menunjukkan anggota DPRD itu terkungkung mitos (anggapan yang salah) yang selama ini menjadi salah satu faktor yang menyulitkan penanggulangan HIV/AIDS, yaitu sumber HIV/AIDS adalah prostitusi, dalam hal ini lokalisasi pelacuran.

Fakta: HIV/AIDS di lokalisasi pelacuran yang terdeteksi pada pekerja seks komersial (PSK) dibawa atau ditularkan oleh laki-laki ‘hidung belang’ yang melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa memakai kondom.

Laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, atau lajang yang seterusnya menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Bagi laki-laki yang mempunyai istri, maka ada risiko menularkan HIV ke istrinya. Jika istrinya tertular, itu artinya anak yang dikandung istrinya berisiko pula tertular HIV dari ibunya selama di kandungan atau ketika persalinan atau sewaktu menyusu ke ibunya.

Selanjutnya ada pula laki-laki yang tertular HIV dari PSK karena melakukan hubungan seksual dengan tidak memakai kondom. Laki-laki ini pun dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, atau lajang yang seterusnya menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Fakta inilah yang tidak diketahui oleh anggota Komisi I DPRD Kota Blitar tadi sehingga mengaitkan lokalisasi pelacuran dengan penyebaran HIV/AIDS.

Disebutkan pula oleh Nuhan: “Kami menduga,  penyebaran HIV/Aids itu sekarang bersumber dari café, tempat karaoke dan rumah kost yang seringkali digunakan sebagai tempat mesum dan pesta narkoba ....”

Ini juga persis sama dengan lokalisasi pelacuran. HIV/AIDS tidak serta-merta hadir atau ada di café, tempat karaoke dan rumah kost. Perempuan-perempuan di café, tempat karaoke dan rumah kost yang melayani transaksi seksual tertular HIV dari laki-laki yang mereka ladeni melakukan hubungan seksual tanpa kondom.

Di sisi lain anggota DPRD Blitar ini mengakui bahwa di café, tempat karaoke dan rumah kost terjadi praktek pelacuran. Lalu, untuk apa menutup lokalisasi pelacuran kalau kemudian pelacuran itu pindah ke café, tempat karaoke dan rumah kost?

Ya, bisa jadi untuk pencitraan: Di Kota Blitar, Jawa Timur, tidak ada pelacuran! Benar. Tapi, tunggu dulu. Yang tidak ada adalah lokalisasi pelacuran. Sedangkan praktek pelacuran, ya, tetap ada. Buktinya, seperti yang disebutkan anggota DPRD itu yaitu café, tempat karaoke dan rumah kost.

Katakanlah di Kota Blitar tidak ada lagi café, tempat karaoke dan rumah kost yang menerima transaksi seksual, apakah Pemkot Blita bisa menjamin tidak ada laki-laki dewasa warga Kota Blitar yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan PSK di luar Kota Blitar atau di luar negeri?

Tentu saja tidak bisa. Maka, laki-laki dewasa warga Kota Blitar yang tertular HIV di luar kota atau di luar negeri kalau pulang ke Kota Blitar jadi mata rantai penyebaran HIV.

Langkah konkret yang bisa menurunkan insiden infeksi HIV di Kota Blitar adalah dengan melakukan intervensi terhadap laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan di café, tempat karaoke dan rumah kost, yaitu memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual.

Tanpa langkah konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual, akan jadi ‘bom waktu’ untuk ‘ledakan AIDS’ di Kota Blitar. Untuk mencegah hal ini semua terpulang kepada Pemkot Blitar: pilih sosialisasi atau intervensi. ***  

Ilustrasi (Sumber: www.dnaindia.com)