Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP - AIDS Watch Indonesia
Karena informasi HIV/AIDS di awal-awal epidemi selalu dibalut dengan norma, moral
dan agama muncullah mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS. Akibatnya,
banyak orang yang tidak menyadari perilaku seksualnya berisiko tertular dan
menularkan HIV/AIDS.
Salah satu mitos yang berkebang pesat adalah HIV/AIDS
hanya menular melalui pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran.
Maka, laki-laki yang tidak ngeseks dengan PSK di
lokalisasi pelacuran tidak menyadari perilakunya tsb. berisko tertular HIV
karena cewek-cewek atau perempuan yang bekerja seperti PSK tetap saja risikonya
sama dengan PSK yang melayani laki-laki di lokasi atau lokalisasi pelacuran.
Itulah salah satu faktor yang mendorong praktek
pelacuran yang melibatkan PSK tidak langsung yaitu cewek atau perempuan yang
melakukan praktek PSK di luar lokasi dan lokalisasi pelacuran, seperti yang ada
di judul berita ini “Prostitusi Berkedok Penyaluran Jasa SPG dan Model
Terbongkar” (kompas.com, 20/8-2016).
Perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS
adalah:
(1) Laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa
kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti.
(2) Perempuan yang melakukan hubungan seksual tanpa
kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti.
(3) Laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa
kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan sebagai PSK langsung
(PSK yang kasat mata yaitu PSK yang beroperasi di lokasi atau lokalisasi
pelacuran).
(4) Laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa
kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan sebagai PSK tidak
langsung [PSK yang tidak kasat mata yaitu perempuan yang beroperasi sebagai
PSK, seperti cewek panggilan, cewek pemijat plus-plus, cewek kafe, cewek disko,
cewek yang disamarkan sebagai SPG (sales
promotion girl) , cewek yang disamarkan sebagai model, cewek yang disamarkan
sebagai artis, ibu-ibu, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks,
dll.].
Terkait dengan berita di kompas.com itu yang terjadi
adalah poin nomor (4). Cewek-cewek yang disebut sebagai pramugari, model, SPG,
dan artis adalah perempuan yang perilaku seksualnya berisiko tinggi tertular
HIV karena mereka melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang
berganti-ganti. Ada kemungkinan salah satu dari laki-laki yang menjadi pasangan
kencan mereka mengidap HIV/AIDS sehingga cewek-cewek itu pun berisiko tertular
HIV/AIDS.
Soalnya, orang-orang yang mengidap HIV/AIDS tidak bisa
dikenali dari fisiknya karena tidak ada tanda-tanda atau gejala-gejala yang
khas AIDS pada fisik mereka sampai belasan tahun sebelum mencapai masa AIDS.
Biar pun tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas
AIDS pada fisik orang-orang yang mengidap HIV/AIDS, mereka bisa menularkan
HIV/AIDS al. melalui hubungan seksual, terutama seks vaginal dan seks anal, tanpa
kondom di dalam dan di luar nikah.
Cewek-cewek PSK tidak langsung itu sering mengaku
memeriksakan kesehatan secara rutin tiap
bulan, maklum mereka punya banyak uang sehingga bisa saja ada “dokter pribadi”,
itu tidak jaminan karena:
(a) Pemeriksaan
kesehatan rutin dan medical check up
tidak otomatis termasuk tes HIV,
(b) Tes HIV dengan reagen ELISA hanya akurat jika tertular HIV sudah lebih tiga bulan,
(b) Tes HIV dengan reagen ELISA hanya akurat jika tertular HIV sudah lebih tiga bulan,
(c) Hasil tes HIV di bawah tiga bulan (masa jendela)
dengan reagen ELISA bisa menghasilkan negatif palsu (HIV ada di darah tapi
tidak terdeteksi) atau positif palsu (HIV tidak ada di darah tapi tes reaktif),
dan
(d) Hasil tes HIV hanya berlaku sampai pengambilan
darah waktu tes HIV karena setelah itu bisa saja ybs. melakukan hubungan
seksual tanpa kondom dengan pengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko tertular HIV.
Dalam berita disebutkan: “Kepada anggota
yang menyamar, AN sempat menawarkan seorang pramugari berinisial V dengan harga
Rp 7 juta untuk sekali kencan.”
Alangkah
sialnya kalau dengan uang Rp 7 juta pada hubungan seksual juga terjadi
penularan HIV/AIDS. Yang jadi korban berikutnya adalah istri dan akan berakhir
pada bayi yang akan dilahirkan istri.
Maka,
tidaklah mengherankan kalau kemudian banyak ibu rumah tangga yang hanya
melakukan hubungan seksual dengan suami tertular HIV/AIDS. Catatan Kemenkes RI sampai
tanggal 1 Desember 2015 jumlah ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap
HIV/AIDS mencapai 9.096.
Angka tsb. (9.096) tidak menggambarkan jumlah kasus yang ril
pada ibu rumah tangga karena kasus itu terdeteksi al. pada pemeriksaan ibu
hamil dan persalinan di sarana kesehatan yang sudah menjalankan program
konseling kepada ibu hamil.
Tidak semua fasilitas kesehatan yang menjalankan program
konseling HIV/AIDS bagi ibu-ibu hamil, sehingga jumlah ril ibu hamil yang
mengidap HIV/AIDS tidak diketahui. Belakangan ini ibu-ibu terdeteksi mengidap
HIV/AIDS ketika bayi mereka sakit dengan penyakit yang terkait dengan HIV/AIDS.
Ketika bayi mereka dites HIV dan hasilnya positif, maka ibu
dan ayah anak itu pun menjalani tes HIV. Celakanya, banyak suami yang menolak
menjalani tes HIV sehingga mereka menjadi mata rantai penyebaran HIV di
masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar
nikah. *** [AIDS Watch Indonesia] ***
Ilustrasi (Sumber: prostitutionrecovery.org)