Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP - AIDS Watch Indonesia
Kegiatan
seksual sebagian laki-laki dengan orientasi homoseksual yang dikenal sebagai
LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki) menjadi bagian dari penyebaran HIV/AIDS. Bukan
hanya di komunitas LSL tapi akan menyebar ke populasi jika ada di antara LSL
itu berorientasi biseksual (hubungan seksual dengan perempuan dan dengan
laki-laki) karena mereka ini beristri.
Seperti
berita ini: Berdasarkan perkiraan Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia (PKVHI)
Sumbar (Sumatera Barat-pen), hubungan seks kategori menyimpang (LSL-pen.) ini
dilakoni antara 3.000 hingga 5.000 pelaku (news.okezone.com,
20/11-2015).
Jika
separuh saja di antara jumlah itu dengan orientasi seksual sebagai biseksual,
itu artinya ada 1.500 – 2.500 perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS dari
suaminya. Probabilitas tertular HIV melalui seks anal lebih besar ketimbang
melalui seks vaginal. Kalangan LSL melakukan hubungan seksual dengan cara seks
anal (penis ke anus).
Laporan
Ditjen PP&P, Kemenkes RI tanggal 26/2-2016, menunjukkan jumlah kasus
kumulatif HIV/AIDS sampai 31 Desember 2015 di Sumbar mencapai 2.679 yang
terdiri atas 1.487 HIV dan 1.192 AIDS. Secara kasus kumulatif HIV/AIDS sampai
31 Desember 2015 mencapai 268.185 yang terdiri atas 191.073 HIV dan 77.112
AIDS.
Jika
dibandingkan dengan cara penularan (faktor risiko) heteroseksual, jarum suntik
narkoba, dll., secara nasional, persentase kasus HIV/AIDS dengan faktor risiko
homoseksual hanya 2,95 persen dan biseksua 0,51 persen. Tapi, LSL menjadi
bagian yang perlu diperhitungkan dalam penanggulangan HIV/AIDS [Laki-laki Suka (Seks) Laki-laki(LSL) dalam Epidemi AIDS di Indonesia].
Kasus
infeksi HIV pada kalangan LSL hampir merata di seluruh Indonesia, terutama di
daerah perkotaan. Khusus pada populasi LSL atau
gay, prevalensi HIV cukup tinggi di wilayah urban perkotaan di Indonesia.
Prevalensi HIV pada LSL tertinggi dilaporkan terjadi di Surabaya sebesar 22,1
persen, Bandung 21,3 persen, dan Jakarta 19,6 persen dari kasus HIV/AIDS di
kota dan daerah tsb. (solopos.com, 30/11-2015).
Tapi,
angka yang kecil itu tidak boleh dianggap remeh karena bisa jadi ada laki-laki
heteroseksual yang menjadi pasangan LSL, sehingga laki-laki heteroseksual
pasangan LSL jadi jembatan penyebaran HIV dari komunitas LSL ke masyarakat dan
sebaliknya.
Laki-laki
heteroseksual yang jadi pasangan LSL tidak bisa diidentifikasi karena tidak
kasat mata sehingga perilaku seksual mereka menjadi riskan sebagai mata rantai
penyebaran HIV/AIDS di masyarakat.
Upaya
penjangkuan terhadap LSL, biseksual dan laki-laki heteroseksual pasangan LSL
sangat sulit karena komunitas mereka yang tertutup. Selain itu mereka pun tidak
bisa dikenal secara fisik seperti waria dan PSK langsung.
Penjangkauan
terhadap LSL jadi penting karena mereka di komunitas yang tertutup. Tanpa penjangkauan yang efektif, maka
aktivitas seks di komunitas LSL, termasuk biseksual dan pasangan heteroseksual,
akan menjadi bagian dari mata rantai penyebaran HIV secara nasional. ***