Ilustrasi (Sumber: HIV Dating Sites)
Oleh: Syaiful W Harahap
“Tahun Depan
Jatim Miliki Perda HIV/AIDS.” Ini adalah judul berita di skalanews.com
(22/12-2016). Pernyataan pada judul berita ini benar-benar tidak masuk akal
karena Pemprov Jawa Timur (Jatim) sudah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) seperti
yang dimaksud di judul berita yaitu Perda No 5/2004
tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Jawa Timur.
Pernyataan tsb. disampaikan oleh anggota Komisi E
DPRD Jatim, dr Benyamin Kristianto. Disebutkan oleh anggota dewan ini bahwa "Perda
ini dibuat sebagai bentuk keprihatinan atas peringkat 2 tertinggi di Indonesia.
Ini menjadi perhatian serius kami dalam penanggulangan HIV/AIDS di Jatim."
Memang, dalam laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016, berdasarkan jumlah kasus
kumulatif HIV/AIDS Jawa Timur ada di peringkat kedua secara nasional di bawah
DKI Jakarta dengan jumlah kasus 44.006 yang
terdiri atas 27.575 HIV dan 16.431 AIDS. Ini menyubang 15,1 persen terhadap
kasus nasional dengan jumlah 291.465.
Kondom
Perda AIDS Jatim itu merupakan perda keempat di
Indonesia setelah Kab Nabire, Meruke dan Jayapura. Celakanya, Perda No 5/2004
yang ketika itu dibuat oleh banyak daerah sebagai bagian dari ‘perlombaan’
menanggulangi HIV/AIDS yang berkaca ke Thailand dengan menelurkan Perda. Negeri
“Gajah Putih” ini berhasil menahan laju insiden infeksi HIV baru berkat program
‘wajib kondom 100 persen’ terhadap laki-laki yang melakukan hubungan seksual
dengan pekerja seks komersial (PSK).
Tapi, ada fakta yang diabaikan oleh pemerintah,
terutama pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, yang terlibat ‘perlombaan’
menelurkan Perda AIDS, yaitu:
(1) Aspek kondom dalam penanggulangan HIV/AIDS di
Thailand merupakan nomor terakhir dari lima program penanggulangan dengan skala
nasional di negeri itu. Itu artinya, penanggulangan HIV/AIDS yang mengedepankan
kondom melalui Perda-perda AIDS di Indonesia adalah ‘mengekor ke ekor progrtam
Thailand’.
(2) Program ‘wajib kondom 100 persen’ terhadap
laki-laki ‘hidung belang’ yang melakukan hubungan seksual dengan PSK merupakan
bentuk intervensi yang hanya bisa efektif jika praktek PSK dilokalisir dengan
regulasi. Persoalannya, semua daerah di Indonesia menutup lokalisasi pelacuran
yang semula ditangani oleh Kemensor (d/h. Depsos) sehingga program itu mustahil
dijalankan di Indonesia dengan dukungan Perda sekalipun karena transaski seks
terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
(3) Banyak kalangan di Indonesia menolak sosialisasi
dan pemakaian kondom pada hubungan seksual yang berisiko. Di Papua, misalnya, ada
pendeta yang dengan tegas mengatakan: Seks Yes, Kondom No.
“Dalam Perda AIDS Jatim (Perda No 5/2004 –pen.) itu pun tidak disebutkan
cara-cara yang akurat dan realistis untuk mencegah penularan HIV. (Syaiful W. Harahap, Menyibak Kiprah Perda AIDS Jatim,
Harian "Jawa Pos", Opini, 1 Desember
2008).
Catatan penulis sampai November 2016 di Indonesia
sudah ada 96 perda yang diterbitkan pemerintah provinsi (21), kabupaten (53),
dan kota (22), serta 4 pergub, 5 perbub dan 1 perwali. Tapi, semua perda ini
hanya mengusung mitos karena pasal-pasal penanggulangan dan pencegahan HIV dlam
perda-perda ini dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga yang muncul
hanya mitos (anggapan yang salah).
Lihat saja Perda AIDS Prov Riau No 4/2006 yang
menyebutkan cara penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS dengan ‘meningkatkan
iman dan taqwa’. Pertama, apa alat ukur ‘iman dan taqwa’? Kedua, siapa yang
berhak mengukur ‘iman dan taqwa’ seseorang? Ketiga, bagaimana ukuran atau
takaran ‘iman dan taqwa’ yang bisa mencegahan penularan HIV?
Di Perda lain disebutkan mencegah HIV dengan tidak
melakukan hubungan seksual di luar nikah, tidak melakukan hubungan seksual
dengan yang bukan pasangan yang sah, dll. Ini jelas mitos karena penularan HIV
melalui hubungan seksual bisa terjadi karena KONDISI HUBUNGAN SEKSUAL (salah
satu mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki=laki tidak memakai kondom ketika
terjadi hubungan seksual) bukan karena SIFAT HUBUNGAN SEKSUAL (zina, melacur,
selingkuh, ‘seks bebas’, bukan dengan pasangan yang sah, dll.).
Langkah yang mengekor dalam perda-perda AIDS adalah
pemakaian kondom bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Tapi, ada perbedaan yang sangat berarti
dengan Thailand yaitu: Perda-perda AIDS di Indonesia menghukum PSK jika
ketahuan melayani laki-laki tanpa kondom. Ini tidak menyelesaikan masalah
karena sudah ada, bahkan banyak, laki-laki yang berisiko tertular HIV dari PSK
tsb., dan germo pun dengan ringan tangan akan mendatang 10 atau 100 PSK ‘baru’.
Bandingkan dengan Thailand. Di sana yang kena sanksi
adalah germo, mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha. Dengan cara ini
tentu saja germo akan memaksa laki-laki memakai kondom agar usahanya tidak
ditutup. Sedangkan di Indonesia germo justru memakasa PSK melayani laki-laki
tanpa kondom karena setiap kali ada transaksi seks ada pula komisi besar dalam
bentuk fulus.
Perilaku
Berisiko
Kembali ke rencana DPRD Jatim untuk membuat perda.
Yang jelas perda itu kelak tidak ada perbedaan yang berarti jika dibandingkan dengan
Perda No 5/2004. Perda-perda yang ada
hanya bekerja di hilir, seperti anjuran tes HIV dan pemberikan obat antiretroviral
(ARV). Itu artinya pemerintah membiarkan warga tertular HIV baru kemudian
dianjurkan tes HIV dan kalau positif diberikan obat.
Tentu saja hal itu menyesatkan jika dikaitkan dengan
penanggulangan HIV/AIDS karena yang diperlukan adalah langkah konkret di hulu
yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa
melalui hubungan seksual dengan PSK. Yang bisa dilakukan secara konkret hanya
menurunkan atau mengurangi insiden infeksi HIV baru karena menghentikan
penularan baru adalah mustahil. Coba simak fakta ini yaitu perilaku yang
berisiko tertular dan menularkan HIV:
(1)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai
kondom di dalam ikatan pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti
di Jatim atau di luar Jatim karena bisa saja salah satu di antara perempuan
tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(2)
Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di dalam ikatan
pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, di Jatim atau di luar
Jatim, karena bisa saja salah satu di antara laki-laki tsb. juga punya
pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(3)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan
pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, di Jatim atau di luar
Jatim, karena bisa saja salah satu di antara prempuan tsb. juga punya
pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(4)
Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan
pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, di Jatim atau di luar
Jatim, karena bisa saja salah satu di antara laki-laki tsb. juga punya
pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.
(5)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan
yang sering berganti-ganti pasangan, di Jatim atau di
luar Jatim, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, seperti
pekerja seks komersial (PSK) dan waria. PSK dikenal ada dua tipe, yaitu:
(a)
PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau
lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b)
PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru
sebagai cewek pemijat plus-plus, ‘artis’, ‘spg’, cewek kafe, cewek pub, cewek
disko, anak sekolah, ayam kampus, ibu-ibu rumah tangga, cewek gratifikasi seks
(sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.
Copy-Paste
Jelas pada poin 1, 2, 3, 4 dan 5 b tidak
ada bentuk intervensi, seperti ‘progran wajib kondom 100 persen’, yang bisa
dilakukan oleh pemerintah karena hal itu terjadi di sembarang tempat dan
sembarang waktu.
Yang bisa dilalukan intervensi berupa ‘progran
wajib kondom 100 persen’ hanya pada poin 5 a yaitu PSK langsung yang ada di
lokalisasi pelacuran yang dibentuk dengan regulasi. Tapi, hal ini mustahil
karena Pemprov Jatim merupakan salah satu daerah yang sangat agresif dalam
menutup lokasi pelacuran. Bahkan, ‘Gang Dolly’ yang fenomenal pun sudah ditutup
sehingga tidak ada lagi transaksi seks secara terbuka.
Nah, pertanyaan yang sangat mendasar
adalah: Program apa kelak yang akan dijalankan untuk menanggulangi HIV/AIDS
dalam perda yang akan dibuat DPRD Jatim itu?
Ini yang akan dilakukan: Sedangkan untuk pencegahan, sambung
Benyamin, nantinya lebih memanfaatkan SKPD terkait untuk terjun langsung
berinteraksi dengan masyarakat akan bahayanya HIV/AIDS. "Misalnya dinas sosial akan
mensosialisasikan ke ibu-ibu PKK atau sejenisnya. Lalu disekolah-sekolah
melalui Dispora ataupun melalui Badan Pemberdayaan Perempuan Jatim. Pokoknya
bekerja maksimal pencegahan penyebaran HIV/AIDS di Jatim."
Bagaimana cara ibu-ibu PKK yang sudah menerima sosialisasi bahaya
HIV/AIDS itu bisa masuk ke ranah pribadi suami agar suami tidak melakukan
perilaku-perilaku yang berisiko tertular HIV?
Tentu saja hal yang mustahil.
Lagi pula, sosialisasi bahaya HIV/AIDS sudah dilakukan sejak awal
epidemi HIV di Indoneasia yaitu di akhir thaun 1980-an. Selain itu, dibutuhkan
waktu yang lama agar perilaku berisiko seseorang berubah sejak menerima sosialisasi. Dalam
rentang waktu sejak menerima sosialisasi sampai terjadi perubahan bisa jadi
ybs. sudah tertular HIV dan menularkan HIV ke orang lain tanpa mereka sadari.
Pernyataan ini benar-benar tidak masuk
akal: . "Kalau pengobatan sudah dilakukan oleh pihak rumah sakit dengan
menyediakan ruang khusus.” Orang-orang yang terdeteksi HIV tidak otomatis minum
obat dan dirawat. Tidak pula diperlukan
ruang khusus kecuali dengan penyakit menular, terutama TB. Terkait denga
penyakit menular tanpa indikasi HIV pun ditempatkan di ruang khusus untuk
mencegah penyebaran penyakit.
Kita tunggu saja Perda AIDS Jatim yang
baru tahun depan: Apakah benar-benar ada langkah konkret dalam mencegah dan
menanggulangi HIV/AIDS di hulu, atau Cuma sekedar copy-paste dari perda yang sudah ada. *** [Sumber: kompasiana.com/infokespro] ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.