Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP-AIDS
Watch Indonesia
“Sebanyak 451
orang dari 1.670 penderita HIV/AIDS di Kabupaten Biak Numfor, Papua, tewas
akibat penyakit menular mematikan tersebut.” Ini lead pada berita “Ratusan Warga Biak Meninggal karena HIV/AIDS.” (news.okezone.com, 27/7-2016).
Ada beberapa hal yang tidak akurat dalam pernyataan di lead berita itu, yaitu:
Pertama, kematian 451 dari 1.670
penderita HIV/AIDS di Biak bukan karena HIV atau AIDS, tapi karena
penyakit-penyakit yang muncul pada masa AIDS yang disebut infeksi oportunistik,
seperti diare, TBC, dll. Masa AIDS pada orang-orang yang tertular HIV yang
secara statistik terjadi antara 5-15 tahun sejak tertular HIV.
Kedua, HIV/AIDS bukan penyakit menular.
HIV adalah virus, sedangkan AIDS ada masa pada pengidap HIV yang terjadi antara
5-15 sejak tertular HIV. Maka, yang menular bukan penyakit HIV/AIDS, tapi virus
yaitu HIV.
Ketiga, HIV/AIDS bukan penyakit yg
mematikan karena penyebab kematian pada pengidap HIV/AIDS adalah penyakit-penyakit
lain, disebut infeksi oportunistik,
seperti diare, TB, dll.
Sebaliknya, lead berita itu menunjukkan tingkat
kematian yang sangat besar di kalangan pengidap HIV/AIDS di Biak yaitu 28,73
persen. Ini bisa terjadi al. karena penduduk yang tetular HIV tidak terdeteksi
sebelum masa AIDS.
Mereka terdeteksi
pada masa AIDS dengan infeksi oportunistik (penyakit-penyakit yang muncul di
masa AIDS karena sistem kekebalan tubuh yang rendah sehingga sangat mudah kena penyakit)
yang sudah pada tahap lanjut yang membutuhkan pengobatan bahkan perawatan
intensif.
Penduduk yang
tertular HIV tidak terdeteksi al. krn
penjangkauan yang lemah sehingga penduduk yang tertular HIV baru terdeteksi
ketika mereka sakit dan berobat ke rumah sakit. Inilah yang disebut sebagai
penanggulangan pasif yaitu menunggu orang-orang yang tertular HIV berobat ke
rumah sakit atau puskesmas sehingga bisa terdeteksi karena meereka datang
dengan penyakit-penyakit yang terkait langsung dengan infeksi HIV/AIDS.
Kepala
Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Biak, Selfi Rumbiak, mengatakan:
"Jajaran Pemkab Biak beserta KPA telah berkomitmen menangani penyakit
HIV/AIDS dengan mencanangkan Biak bangkit melawan HIV/AIDS."
Apa yang
dijalankan untuk mendukung “Biak bangkit melawan HIV/AIDS?
Dalam
penanggulangan, seperti yang disebutkan oleh Tenaga Operasional Lapangan KPA
Biak, Basri: Salah satu program yang intens dilakukan KPA setiap waktu gencar
menyosialisasikan tentang bahaya HIV/AIDS kepada masyarakat di berbagai
kelompok warga.
Pertanyaan untuk
Basri: Berapa lama yang dibutuhkan agar seseorang memahami bahaya HIV/AIDS
sehingga dia tidak melakukan perilaku berisiko, al. melakukan hubungan seksual
tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK)?
Seintens apa pun
sosialisasi bahaya HIV/AIDS dilakukan tidaklah mudah mengubah perilaku seksual
seseorang. Soalnya, penyebab paling dominan kasus HIV/AIDS di Biak terjadi
karena hubungan seksual yang prosentasenya mencapai 80 persen. Itu artinya
banyak laki-laki dewasa di Biak yang perilaku seksualnya berisiko yaitu sering
melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.
Maka, yang harus
dilakukan KPA Biak bukan sekedar sosialiasi bahaya HIV/AIDS, tapi program yang
konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui
hubungan seksual dengan PSK. Yang mendesak adalah melakukan intervensi terhadap
laki-laki dewasa berupa memaksa mereka memakai kondom setiap kali melakukan
hubungan seksual dengan PSK.
Celakanya, Pemkab
Biak akan menepuk dada: Di wilayah kami tidak ada pelacuran!
Ya, itu benar
jika yang dimaksud adalah pelacuran yang dilokalisir dengan regulasi. Tapi,
praktek pelacuran dengan berbagai cara tetap saja ada di Biak. Bisa dalam
bentuk panti pijat plus-plus, kafe, salon plus-plus, cewek panggilan, dll.
Justru
penanggulangan HIV/AIDS tidak bisa dilakukan karena kegiatan pelacuran tidak
dilokalisir sehingga tersebar secara luas di sembarang tempat dan terjadi
sembarang waktu. Akibatnya, tidak bisa dilakukan intervensi.
Itu artinya
insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan
PSK akan terus terjadi. Laki-laki yang tetular akan menjadi mata rantai
penyebaran HIV/AIDS di masyarakat melalui hubungan seksual tanpa kondom di
dalam dan di luar nikah secara horizontal. Yang beristri akan menularkan HIV ke
istrinya atau perempuan lain yang jadi pasangan seksnya. Kalau istrinya
tertular, maka kelak ada pula risiko penularan secara vertikal ke bayi yang
dikandungnya.
Maka, tanpa program penanggulangan yang konkret penyebaran HIV di
masyarakat jadi ’bom waktu’ yang kelak akan jadi pemicu 'ledakan AIDS' di Biak
Numfor. Pilihan ada di tangan Pemkab Biak Numfor: tidak menjalankan program
yang konkret atau menunggu ‘ledakan AIDS’. *** [AIDS Watch Indonesia] ***
Ilustrasi: Kampanye AIDS di Biak (Sumber: papua2.kemenag.go.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.