Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP
Sebagaimana
tradisi yang sudah mengakar, maka pada Lebaran semua perantau akan pulang
kampung (mudik). Di antara perantau itu ada pekerja seks komersial (PSK)
langsung, PSK tidak langsung, cewek kafe, cewek pemijat, cewek penghibur, dll.,
serta laki-laki dengan perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS yang juga
ikut mudik.
Perantau
yang perilakunya berisiko tertular HIV/AIDS bukan omong-kosong karena mobilitas
PSK yang sangat tinggi dan industri seks terselubung yang marak di banyak kota
besar, terutama kota yang berkembang karena industri. Lagi pula, ada lima kota
yang menjadi tujuan laki-laki melakukan ‘wisata seks’ dunia, yaitu: Puncak,
Jabar (dari Timur Tengah dan Afrika Utara), Cilegon, Banten, dan Cikarang,
Jabar (dari Korea), Singkawang, Kalbar (Taiwan), dan Batam, Kepri (Singapua dan
Malaysia).
Maka,
tidaklah mengherankan kalau di Batam ada PSK dari berbagai daerah di Indosia.
Bahkan, tahun 2005, misalnya, ribuan
perempuan asal Indramayu, Jabar jadi PSK (6.300
Wanita Indramayu Jadi PSK di Pulau Batam. Mereka Merasa Menjadi Pahlawan
Ekonomi Keluarga (Harian “Pikiran Rakyat”,
11/11-2005).
Di Papua pun PSK berasal dari berbagai daerah di Pulau Jawa dan
Pulau Sulawesi. Di daerah lain pun sama saja. Mereka ini sangat rentan tertular
HIV/AIDS karena kegiatan pelacura di banyak daerah tidak lagi dikontrol melalui
regulasi sehingga tingkat risiko tertular HIV sangat tinggi.
Bisa
saja ada di antara mereka yang tertular HIV/AIDS di rantau karena perilaku mereka,
yaitu:
(1)
Perantau laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di dalam
dan di luar nikah tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti,
(2)
Perantau laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa
kondom dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti PSK langsung,
PSK tidak langsung atau cewek kafe, cewek pemijat, cewek penghibur, dll.,
(3)
Perantau perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan
kondisi laki-laki tidak memakai kondom, di dalam nikah (kawin kontrak, nikah
siri, dll.) dan di luar nikah (selingkuh, PIL, dll.), atau
(4)
Perantau perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) yang
mengalami perlakuan kekerasan seksual atau bujuk-rayu majikan untuk melakukan
hubungan seksual dengan kondisi majikan tidak memakai kondom.
Karena
perempuan perantau itu tidak menyadari bahwa mereka mengidap HIV/AIDS, maka ada
risiko penularan HIV ke suami mereka di kampung. Risiko penularan terjadi
karena suami mereka tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual
suami-istri.
Ada
juga persoalan yang dihadapi oleh istri-istri yang ditinggalkan suami karena
pergi merantau mencari pekerjaan. Kalau suami mereka sering melakukan hubungan
seksual yang berisiko di rantau ada kemungkinan suami-suami itu tertular
HIV/AIDS di rantau. Karena suami-suami itu tidak menyadari dirinya mengidap
HIV/AIDS, maka ketika melakukan hubungan seksual dengan istri mereka tidak
memakai kondom. Itu artinya ada risiko suami menularkan HIV/AIDS ke istri.
Ketika
kelak istri yang tertular HIV/AIDS dari suami hamil, maka ada pula risiko istri
tsb. menularkan HIV ke janin yang dikandungnya. Dianjurkan agar ibu-ibu yang
hamil mau mengikuti konseling HIV/AIDS di puskesmas atau rumah sakit. Konseling
dan tes HIV di puskesmas bagi ibu-ibu yang hamil gratis
Kalau
ada ibu-ibu yang hamil terdeteksi mengidap HIV/AIDS, pemerintah akan melakukan
langkah-langkah pencegaha yang dikenal sebagai pencegahan dari-ibu-ke-bayi yang
dikandungnya dengan bantuan dokter. Obat yang diberikan kepada ibu hamil untuk
mencegah penularan ke bayi yang di dalam kandungan gratis.
Bagi
suami yang istrinya terdeteksi mengidap HIV/AIDS ketika sedang hamil diminta
agar mengikuti konseling dan tes HIV di puskesmas. Ini sangat penting agar
suami-suami itu tidak menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat.
Selain itu suami-suami yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS pun akan ditangani
oleh dokter agar tetap bisa bekerja seperti biasanya karena dengan penanganan
dokter akibat HIV/AIDS bisa dikendalikan.
Di
sisi lain persoalan juga dihadapi oleh istri-istri yang pergi merantau untuk
bekerja. Berbagai studi menunjukkan banyak suami yang tidak setia sehingga
mereka melakukan hubungan seksual berisiko ketika istri merantau. Ada yang jadi
pelanggan PSK. Ada pula yang kawin-cerai. Ini bisa terjadi karena mereka secara
rutin menerima uang kiriman dari istri yang seharusnya untuk keperluan
anak-anak mereka, tapi oleh suami dipakai untuk kawin lagi, selingkuh atau
ngeseks dengan PSK.
Terkait
dengan kasus di atas, suami-suami yang tidak setia ketika ditinggal istri yang
merantau cari kerja dianjurkan agar menjalani konseling dan tes HIV di
puskesmas. Jika belum sempat, dianjurkan agar suami-suami yang tidak setia itu
memakai kondom ketika sanggama dengan istri yang baru pulang dari rantau.
Yang paling dikhawatirkan adalah kalau ada PSK langsung dan
PSK tidak langsung yang mengidap HIV/AIDS justru 'buka lapak' d kampung
halamannya atau pindah ke kota lain. Itu artinya terjadi penyebaran HIV secara
massal di masyarakat, yaitu: PSK menularkan HIV ke pelanggan, dan pelanggan
menularkan HIV ke istri, pacar, selingkuhan atau PSK lain.
Sudah
saatnya kita jujur pada diri sendiri agar tidak mencelakai orang lain, terutama
istri dan anak-anak yang akah dilahirkan istri. Untuk itu bagi yang pergi
merantau dan pernah melakukan perilaku berisiko di rantau dengan berbagaialasan segeralah ke puskesmas untuk konseling dan tes HIV. *** [kompasiana.com] ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.