Oleh: Syaiful
W. Harahap – AIDS Watch Indonesia
“Guna mengidentifikasi tingkat pengidap dan penyebaran
HIV/AIDS, Bupati Lanny Jaya, Provinsi Papua, mencanangkan program tes darah
bagi warga, pegawai negeri sipil (PNS), dan seluruh anggota TNI/Polri di sana.”
Ini lead pada berita “Identifikasi
Pengidap HIV/AIDS, Bupati Canangkan Program Tes Darah” (news.okezone.com, 11/6-2016).
Ada beberapa hal yang terkait dengan rencana bupati terkait
dengan tes HIV terhadap semua warga, al.: Pertama, tes HIV (dalam berita disebut tes darah) adalah langkah di hilir.
Artinya, Pemkab Lanny Jaya membiarkan penduduk tertular HIV.
Kedua, ada masa jendela. Artinya, ada penduduk yang menjalani tes HIV baru
tertular HIV di bawah tiga bulan hasil tes bisa negatif palsu (HIV sudah ada di
darah tapi tidak terdeteksi karena belum ada antibody HIV).
Terkait dengan hal yang pertama, maka yang perlu
dilakukan Pemkab Lanny Jaya adalah merancang program yang konkret untuk
menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan
seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).
Soalnya, jika tes HIV mendeteksi ada penduduk yang
mengidap HIV/AIDS itu artinya penduduk tadi sudah tertular, bahkan bisa jadi
dia sudah pula menularkan HIV ke orang lain tanpa mereka sadari.
Pertanyaan untuk Pak Bupati:
(1) Apakah di wilayah Kab Lanny Jaya ada kegiatan
pelacuran yang melibatkan PSK?
Ya, Pak Bupati tentu akan membusungkan dada dengan
mengatakan: Tidak ada!
Memang, di satu sisi Pak Bupati benar karena tidak ada
pelacuran yang dilokalisir dengan regulasi. Tapi, praktek pelacuran yang
melibatkan PSK (langsung dan tidak langsung) tentu saja terjadi di wilayah Kab
Lanny Jaya.
Selanjutnya, apakah bisa dijamin tidak ada laki-laki
dewasa penduduk Kab Lanny Jaya yang melakukan hubungan seksual berisiko di luar
wilayah Kab Lanny Jaya?
Tentu saja tidak bisa dijamin.
Maka, biar pun pada tanggal tertentu semua penduduk
Kab Lanny Jaya menjalani tes HIV itu bukan kondisi ril kasus pengidap HIV/AIDS
karena: (a) Ada yang masih di masa jendela, dan (b) Setelah tes HIV ada lagi yang
akan tertular HIV
Itu artinya Pemkab Lanny Jaya harus melakukan tes HIV
secara rutin. Ini jelas menguras dana dan tenaga yang sama sekali tidak bisa
menanggulangi insiden infeksi HIV baru.
Disebutkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Lanny Jaya,
Christian Sohilait: "Ada KPA, ada PMI, ada WFI, dan ini kita digenjot
terus, karena yang kita lakukan adalah untuk membongkar jumlah pengidap HIV
AIDS yang pasti."
Kasus HIV/AIDS yang ‘dibongkar’ hanya warga yang sudah
tertular HIV lebih dari tiga bulan. Sedangkan warga yang berada pada masa
jendela, hasil tes HIV negatif, akan menjadi penyebar HIV secara horizontal,
al. melalui hubungan seksual tanpa memakai kondom di dalam dan di luar nikah.
Selain itu setelah tes HIV ada lagi penduduk yang tertular.
Untuk ‘membongkar’ kasus HIV/AIDS yang ‘tersembunyi’
di masyarakat bukan dengan melakukan tes HIV terhadap semua warga, tapi melalui
cara-cara yang komprehensif dengan menerapkan sistem. Misalnya, pasien TBC,
pengidap sifilis, dan pengidap GO diwajibkan tes HIV ketika mereka berobat.
Suami ibu rumah tangga yang hamil diwajibkan konseling dan tes HIV.
Cara yang sistematis itulah yang bisa ‘membongkar’
kasus HIV/AIDS yang ada di masyarakat, dan secara bersamaan ada pula program
pencegahan di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV pada laki-laki dewasa
melalui program ‘wajib kondom’ bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual
dengan PSK.
Di bagian lakin Sohilait mengatakan: "Kami mau
membongkar dulu jumlah pengidap HIV/AIDS ini, karena menurut kami dengan kita
bongkar, dan kita bisa ketahui jumlah pastinya, maka akan mudah untuk
mengisolasi atau melakukan penekanan jumlahnya lagi.”
Jumlah pengidap HIV/AIDS yang disebut Sohilait pasti
itu hanya pada saat dilakukan tes HIV. Selain yang berad pada masa jendela, setelah
tes HIV tetap saja ada lagi warga yang tertular HIV yaitu warga yang melakukan
perilaku berisiko, yaitu:
(1) pernah atau sering melakukan hubungan seskual dengan
kondisi laki-laki tidak memakai kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan
yang berganti-ganti, dan
(2) pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan
kondisi laki-laki tidak memakai kondom dengan seseorang yang sering ganti-ganti
pasangan, seperti PSK dan waria.
Yang jadi masalah besar adalah kondisi (1) tidak bisa
diintervensi karena hubungan seksual terjadi di sembarang tempat dan sembarang
waktu. Sedangkan pada kondisi (2) juga tidak bisa dilakukan intervensi berupa
program ‘wajib kondom’ bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan
PSK karena pratek pelacuran yang melibatkan PSK tidak dilokalisir dengan
regulasi.
Adalah langkah yang akan sia-sia kalau menanggulangi
penyebaran HIV/AIDS hanya dengan melakukan tes HIV terhadap semua warga, karena
insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.