Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP –
AIDS Watch Indonesia
* Dinas
Kesehatan (Dinkes) Mimika, Dinkes Papua, dan DERAP Project menyebutkan
penularan HIV/AIDS dengan faktor risiko lesbian ....
“HIV/AIDS Menyebar dari Pekerja Seks, LGBT, Hingga Anak SMP” Ini
judul berita di indopos.co.id
(12/4-2016). Inilah salah satu bentuk penyangkalan yang akhirnya membutakan
akal sehat karena pekerja seks, LGBT an anak SMP bukan mata rantai penyebaran
HIV/AIDS di masyarakat.
Pertama, pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung tidak berkeliling
menawarkan jasa untuk melakukan hubungan seksual dengan imbalan uang. Yang
mencari PSK justru laki-laki. Maka, jika ada laki-laki pengidap HIV/AIDS dia
jadi mata rantai penyebar HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual
tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau
lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.
PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat
di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek
kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’,
‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.
Kedua, LGT (Lesbian, Gay, dan
Transgender) juga tidak berkeliling menawarkan jasa seks. Sampai sekarang belum
ada laporan penularan HIV/AIDS dengan faktor risiko lesbian. Gay melakukan
hubungan seksual di komunitasnya. Begitu pula dengan transgender, dikenal
sebagai waria, justru jadi langganan laki-laki heteroseksual yang beristri.
Dua fakta itu menunjukkan
pemahaman yang sangat rendah pada sebagian besar warga di Indonesia terkait
dengan penyebaran HIV/AIDS.
Secara faktual yang terjadi
adalah: (a) Laki-laki pengidap HIV/AIDS menularkan HIV/AIDS ke PSK, selanjutnya
(b) Laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari PSK menyebarkan HIV/AIDS di
masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan diluar
nikah.
Sedangkan biseksual jadi
jembatan penyebaran HIV/AIDS dari komunitas LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki) ke
masyarakat, terutama ke istri dan pasangan seks lain.
Selama penyangkalan menjadi
bagian dari penanggulangan HIV/AIDS, maka selama itu pula penanggulangan
HIV/AIDS tidak akan pernah efektif karena sasaran penanggulangan tidak
menyentuh akar persoalan.
Persoalan utama dalam
penyebaran HIV/AIDS di masyarakat adalah:
(1)
Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa
kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti
(2)
Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam
dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki
tidak memakai kondom
(3)
Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hububungan seksual tanpa
kondom dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, yaitu pekerja seks
komersial (PSK) langsung (PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di
jalanan, dll.)
(4)
Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa
kondom dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, yaitu PSK tidak
langsung (cewek kafe, cewek pub, cewek disko, ‘ayam kampus’, ABG, ibu-ibu,
cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.)
Persoalan kian runyam karena
pada angka (1), (2) dan (4) tidak bisa dilakukan intervensi penanggulangan
karena perilaku itu terjadi tidak kasat mata. Bahkan, bisa disamarkan dengan
menjadi aturan agama sebagai pembenaran hubungan seksual agar tidak dianggap
zina.
Sedangkan pada angka (3) juga
tidak bisa dilakukan intervensi penanggulangan karena tidak ada lagi praktek
PSK langsung di lokasi atau lokalisasi pelacuran. Sejak reformasi daerah
berlomba-lomba memakai aturan moral dan agama dalam menyikapi fenomena sosial
sehingga tidak lagi memikirkan dampak buruk dari langkah yang diterapkan.
Dalam berita disebutkan: Penularan
HIV juga muncul dari penganut LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender) yang
sangat lengkap di Timika. Hal ini ditemukan oleh KPA Mimika bersama Dinas Kesehatan
(Dinkes) Mimika, Dinkes Papua, DERAP Project melalui pola pemetaan yang lebih
spesifik dan lebih rinci, untuk melihat sebaran populasi kunci yang ada di
Timika.
LGBT adalah yaitu Lesbian,
Gay, Biseksual,dan Transgender adalah orientasi seksual bukan faham atau
keyakinan.
Wah, Dinas Kesehatan
(Dinkes) Mimika, Dinkes Papua, DERAP Project sangat hebat karena berasil
menemukan kasus HIV/AIDS dengan faktor risiko lesbian. Ini bisa jadi isu dengan
skala global karena sampai saat ini di dunia belum ada laporan penularan
HIV/AIDS dengan faktor risiko hubungan seksual pada lesbian.
Ada juga pernyataan dari Sekretaris KPA
Mimika, Reynold Ubra, yang mengatakan, populasi kunci merupakan pemegang utama
epidemik suatu wilayah di suatu Negara dan di suatu populasi.
Salah satu populasi kunci adalah PSK. Tapi,
PSK bukan penyebar HIV/AIDS karena mereka hanya menunggu laki-laki ‘hidung
belang’. Nah, apakah Dinkes Mimika dan
KPA Mimika mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden penularan
HIV baru dari PSK ke laki-laki ‘hidung belang’?
Tentu saja tidak ada.
Maka, pernyataan ini pun jadi
rancu: Hanya saja, menjadi tantangan buat program penanggulangan HIV
terkait populasi kunci di Mimika, karena semua hanya terpaku pada lokalisasi di
Kilometer 10, panti pijat, bar dan kafe.
Disebutkan “ .... karena semua hanya terpaku pada lokalisasi di
Kilometer 10, panti pijat, bar dan kafe.” Ya, ini hal yang wajar karena PSK
langsung dan PSK tidak langsung ada di tempat-tempat ini.
Pertanyaan untuk KPA Mimika adalah: Apa program konket yang
dijalankan KPA Mimika di lokalisasi di
Kilometer 10, panti pijat, bar dan kafe di Timika untuk menurunkan insiden
penularan HIV baru pada laki-laki yang berkunjung ke sana?
Sudah pasti tidak ada. Dalam Perda AIDS Mimika tidak ada cara yang
konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui
hubungan seksual dengan PSK (Perda AIDS Kab Mimika, Papua).
DI bagian lain disebutkan: Sekda Mimika, Ausilius You, SPd MM,
mengatakan perkembangan Mimika sangat cepat dan pesat, maka harus lebih
bijaksana untuk mengatur, mengarahkan bahkan membina kelompok risiko tertular
HIV dan penyakit kelamin lainnya.
Laki-laki ‘hidung belang’ yang gemar melakukan hubungan seksual
dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung sama sekali tidak mempunyai kelompok
atau komunitas. Maka, yang bisa dilakukan adalah menurunkan insiden infeksi HIV
baru yaitu intervensi langsung berupa program ‘wajib memakai kondom’ bagi
laki-laki ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung.
Tanpa program yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di Mimika kelak
akan bermuara pada ‘ledakan (kasus) AIDS’. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.