20 Maret 2016

Penyebaran HIV/AIDS di Klaten dan Sragen Jateng: Ditanggulangi dengan Sosialisasi



Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP – AIDS Watch Indonesia

“KPA Klaten gencar mensosialisasikan pencegahan dan pemahaman HIV-AIDS.” “Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen berharap dilakukan sosialisasi terus menerus, agar jumlah orang terpapar  HIV-AIDS  dapat ditekan.” Ini pernyataan dalam berita “Pengidap HIV-AIDS di Daerah Melonjak” (republika.co.id, 18/3-2016).

Terkait dengan pola penanggulangan yang dilakukan oleh KPA Kab Klaten ini ada rentang waktu dari mulai sosialisasi pencegahan dan pemahaman HIV/AIDS sampai seseorang mengubah perilaku.

Pada rentang waktu itu ada risiko penularan HIV/AIDS pada orang-orang yang sering melakukan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS. Perilaku berisiko al. (a) melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti, dan (b) melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung.

(1) PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.

(2) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.

Maka, yang diperlukan sekarang ini bukan lagi sosialisasi, tapi intervensi dengan peraturan yaitu memaksa laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK. Program ini hanya bisa dilakukan dengan efektif jika pelacuran dilokalisir. Celakanya, semua lokalisasi pelacuran sudah ditutup sehingga praktik pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Jika berpijak pada judul berita ini “Pengidap HIV-AIDS di Daerah Melonjak”, maka yang diperlukan adalah penanggulangan di hulu. Langkah ini perlu untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama di kalangan laki-laki dewasa. Salah satu cara yang efektif adalah melakukan intervensi agar laki-laki dewasa selalu memakai kondom jika ngeseks dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.

Tapi, langkah penanggulangan melalui PKS langsung tidak bisa dijalankan di Indonesia karena praktek pelacuran tidak dilokalisir. Sedangkan pada kasus PSK tidak langsung adalah hal yang mustahil menjalankan program pemakaian kondom bagi laki-laki ‘hidung belang’ karena praktek PSK tidak lansung tidak kasat mata.

Biar pun yang diperlukan penanggulangan di hulu, tapi Dinkes Sragen justru mengembangkan obat herbal untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien: “Sekarang dicoba membuat obat herbal alami yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh pasien.”

Itu artinya Dinkes Sragen membiarkan penduduk tertular HIV dulu baru diberikan obat herbal. Padahal, daya tahan tubuh pada pengidap HIV/AIDS bisa ditingkatkan jika tingkat penggandaan HIV di dalam tubuh bisa ditekan. Ini dilakukan dengan meminum obat antiretroviral (ARV) pada tahap tertentu yaitu ketika CD4 pengidap HIV/AIDS di bawah 350 (CD4 diketahui melalui tes darah).

Jika Dinkes Sragen dan KPA Klaten hanya mengandalkan sosialisasi untuk menanggulangi HIV/AIDS, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi dan penyebaran HIV di masyarkat pun kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.