Oleh:
SYAIFUL W. HARAHAP – AIDS Watch Indonesia
“KPA Klaten gencar
mensosialisasikan pencegahan dan pemahaman HIV-AIDS.” “Dinas Kesehatan
Kabupaten Sragen berharap dilakukan sosialisasi terus menerus, agar jumlah
orang terpapar HIV-AIDS dapat ditekan.” Ini pernyataan dalam berita
“Pengidap HIV-AIDS di Daerah Melonjak”
(republika.co.id, 18/3-2016).
Terkait
dengan pola penanggulangan yang dilakukan oleh KPA Kab Klaten ini ada rentang
waktu dari mulai sosialisasi pencegahan dan pemahaman HIV/AIDS sampai seseorang
mengubah perilaku.
Pada rentang
waktu itu ada risiko penularan HIV/AIDS pada orang-orang yang sering melakukan
perilaku berisiko tertular HIV/AIDS. Perilaku berisiko al. (a) melakukan
hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang
berganti-ganti, dan (b) melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang
yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK)
langsung dan PSK tidak langsung.
(1) PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau
lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.
(2) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek
pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon
plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG,
‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi
seks, dll.
Maka, yang
diperlukan sekarang ini bukan lagi sosialisasi, tapi intervensi dengan
peraturan yaitu memaksa laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan
seksual dengan PSK. Program ini hanya bisa dilakukan dengan efektif jika
pelacuran dilokalisir. Celakanya, semua lokalisasi pelacuran sudah ditutup
sehingga praktik pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Jika
berpijak pada judul berita ini “Pengidap HIV-AIDS di Daerah Melonjak”, maka
yang diperlukan adalah penanggulangan di hulu. Langkah ini perlu untuk
menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama di kalangan laki-laki dewasa.
Salah satu cara yang efektif adalah melakukan intervensi agar laki-laki dewasa
selalu memakai kondom jika ngeseks dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.
Tapi,
langkah penanggulangan melalui PKS langsung tidak bisa dijalankan di Indonesia karena
praktek pelacuran tidak dilokalisir. Sedangkan pada kasus PSK tidak langsung
adalah hal yang mustahil menjalankan program pemakaian kondom bagi laki-laki ‘hidung
belang’ karena praktek PSK tidak lansung tidak kasat mata.
Biar pun yang diperlukan
penanggulangan di hulu, tapi Dinkes Sragen justru mengembangkan obat herbal
untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien: “Sekarang dicoba membuat obat
herbal alami yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh pasien.”
Itu artinya Dinkes Sragen
membiarkan penduduk tertular HIV dulu baru diberikan obat herbal. Padahal, daya
tahan tubuh pada pengidap HIV/AIDS bisa ditingkatkan jika tingkat penggandaan
HIV di dalam tubuh bisa ditekan. Ini dilakukan dengan meminum obat
antiretroviral (ARV) pada tahap tertentu yaitu ketika CD4 pengidap HIV/AIDS di
bawah 350 (CD4 diketahui melalui tes darah).
Jika Dinkes Sragen dan KPA Klaten
hanya mengandalkan sosialisasi untuk menanggulangi HIV/AIDS, maka insiden
infeksi HIV baru akan terus terjadi dan penyebaran HIV di masyarkat pun kelak
akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.