Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP – AIDS Watch Indonesia
“260 Gay di
Bandung Positif Terinfeksi HIV/AIDS” Ini judul berita di news.okezone.com (3/3-2016).
Judul ini
sensasional sekaligus bombastis karena gay, salah satu orientasi seksual pada
homoseksual, karena narasumber berita ini yaitu Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes)
Kota Bandung, Achyani Raksanagara, sama sekali tidak menyebutkan gay dalam
keterangannya terkait dengan jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Bandung, Jawa
Barat.
Achyani
mengatakan: "Kemudian yang (terinfeksi HIV/AIDS akibat) homoseksual adalah
8,7 persen."
Pernyataan
“terinfeksi HIV/AIDS akibat” yang dalam kutipan ada di dalam tanda kurung tidak
jelas apakah dari Achyani atau persepsi wartawan. Soalnya terinfeksi HIV/AIDS
bukan akibat dari orientasi seksual, tapi karena kondisi ketika terjadi
hubungan seksual yaitu salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai
kondom. Ini fakta.
Yang
dikenal dalam terminologi HIV/AIDS adalah faktor risiko yaitu cara penularan
HIV. Kalau pada gay melalui seks anal dan seks oral. Tapi, seks anal dan seks
oral juga terjadi pada pasangan heteroseksual, bahan pada pasangan suami-istri
yang terikat pernikahan yang sah.
Achyani
tidak menyebut gay, tapi: Mengapa di judul berita yang muncul gay bukan
homoseksual seperti dalam pernyataan Achyani?
Itu
bisa terjadi karena wartawan atau redaktur yang membuat judul berita tsb.
memakai moralitas dirinya dalam memaknai terminologi yang terkait dengan norma.
Dalam hal ini gay menjadi pilihan karena terkait dengan kegaduhan yang sedang
riuh yaitu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).
Disebutkan
kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Bandung ada 3.000. Disebutkan dalam berita “Dengan
prosentase itu (8,7 persen-pen.), artinya ada lebih dari 260 gay di Kota
Bandung yang kini menjadi ODHA atau orang dengan HIV/AIDS. Hal itu karena
hubungan homoseksual sangat rentan terhadap risiko penularah HIV/AIDS.”
Jika
berpijak pada data yang disampaikan Achyani, maka kasus HIV/AIDS yang terdeteksi
di kalangan homoseksual yaitu lesbian, gay, biseksual dan transgender adalah
261. Bukan hanya gay. Tapi, sangat disayangkan wartawan memaknai homoseksal
hanya gay. Ini yang menyesatkan. Judul berita itu pun menohok gay yang bisa
berujung pada stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda).
Disebutkan
lagi “Hal itu karena hubungan homoseksual sangat rentan terhadap risiko
penularan HIV/AIDS”. Ini tidak akurat karena yang rentan tertular HIV bukan
karena orientasi seksual (heteroseksual, biseksual, dan homoseksual), tapi karena
hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dilakukan dengan yang mengidap
HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama.
Hubungan
seksual pada homoseksual, khususnya gay dan biseksua., adalah melalui seks anal
dan seks oral. Perlu diingat ini juga dilakukan oleh sebagian pasangan heteroseksual,
termasuk suami-istri.
Ada
pula pernyataan Achyani: .... homoseksual adalah perilaku hubungan seksual
berbahaya dan bisa jadi penyebab penularan HIV/AIDS.
Ini
adalah mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS karena risiko tertular HIV
melalui hubungan seksual bukan karena orientasi seksual (homoseksual), tapi
karena kondisi hubungan seksual yaitu salah satu atau kedua-duanya mengidap
HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Ini fakta.
Hubungan
seksual pada heteroseksal juga ‘berbahaya’ kalau dilakukan tanpa kondom, di
dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan
seseorang yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial
(PSK) langsung dan PSK tidak lansung.
(1) PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau
lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.
(2) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek
pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon
plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG,
‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi
seks, dll.
Sosialiasi
cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS melalui media massa dan media
sosial sangat efektif, tapi kalau materi yang disampaikan tidak akurat yang
ditangkap masyarakat cuma mitos.
Akibatnya,
banyak orang yang tidak memahami cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS
yang konkret. Pada akhirnya infeksi HIV baru akan terus terjadi dan kelak
bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.