Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP – AIDS Watch Indonesia
“Puluhan
wanita berprofesi lady companion (LC) atau pemandu karaoke yang beroperasi di
Sragen menjalani pemeriksaan darah guna menanggulangi peredaran narkoba dan
HIV/Aids.” Ini
lead pada berita “Puluhan Pemandu Karaoke Jalani Cek Darah” di solopos.com
(10/3-2016).
Ada
beberapa hal yang mencuat dari lead berita ini:
Pertama,
untuk mendeteksi penyalahgunaan narkoba tidak harus melalui darah karena cukup
dengan air kencing (urine). Jika hasil tes menunjukkan ada pemandu narkoba yang
positif menyalahgunakan narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) itu
artinya pemandu karaoke tsb. sudah meminum narkoba.
Kedua,
pemeriksaan atau tes HIV tidak bisa jadi penanggulangan HIV/AIDS karena jika
pemandu karaoke itu terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu artinya sudah terjadi
penularan HIV. Selain itu sudah ada pula laki-laki dewasa, dalam kehidupan
sehari-hari bisa sebagai seorang suami, yang tertular HIV/AIDS dari pemandu karaoke
yang mengidap HIV/AIDS.
Ada
pula kutipan dalam berita ini: Penanggulangan
HIV/AIDS di Sragen dilakukan dengan pemeriksaan darah terhadap pekerja karaoke.
Ini benar-benar cara baru dan hebat. Hanya dengan memeriksa
daerah pekerja karaoke, penyebaran HIV/AIDS di Sragen sudah bisa ditanggulangi.
Bukan main.
Yang perlu diperhatikan adalah yang menularkan HIV/AIDS ke
pemandu karaoke adalah laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa
kondom dengan pemandu karaoke.
Maka, Pemkab Sragen, Jateng, perlu melakukan intervensi yaitu
membuat program yang memaksa laki-laki memakai kondom jika melakukan hubungan
seksual dengan pemandu karaoke. Agar ada kekuatan hukum, maka program
dijalankan dengan peraturan daerah (Perda).
Program ini untuk memutus mata rantai penyebaran HIV/AIDS
dari komunitas pemandu karaoke ke masyarakat atau sebeliknya (Lihat Gambar).
Disebutkan
pula: “Kabid Pelayanan Kesehatan DKK Sragen, dr. Iin Dwi Yuliarti, mengakui
penyebaran HIV/Aids di Sragen sudah luar biasa dan masuk kategori
memprihatinkan. Menurutnya, jumlah kasus penyebaran HIV/Aids dari tahun ke
tahun terus bertambah.”
Perlu
diketahui bahwa cara pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan
kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru sehingga angka kasus yang
dilaporkan tidak akan pernah berkurang.
Maka,
biar pun pengidap HIV/AIDS banyak yang meninggal dunia angka laporan kasus
kumulatif HIV/AIDS tidak bekurang atau turun.
Yang
jadi persoalan besar adalah kasus HIV/AIDS yang ada di masyarakatat tapi tidak
terdeteksi. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara
horizontal di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam
dan di luar nikah.
Untuk
itu Pemkab Sragen perlu membuat regulasi untuk ‘menjaring’ pengidap HIV/AIDS
yang tidak terdeteksi tanpa melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia
(HAM). ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.