Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP – AIDS Watch Indonesia
“PROSTITUSI. Pekerja Seks Kalijodo Rawan Tertular HIV” Ini judul berita di Harian “KOMPAS” (12/2-2016).
Dari judul berita itu
menunjukkan bahwa laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks
di Kalijodo ‘membawa’ HIV sehingga pekerja seks di sana rawan tertular atau
terinfeksi HIV.
Satu sisi hal itu benar karena
yang ‘membawa’ HIV/AIDS ke tempat pelacuran, lokasi pelacuran, lokalisasi
pelacuran, tempat ‘esek-esek’, panti pijat plus-plus, dll. adalah laki-laki
‘hidung belang’ yang tidak mau memakai kondoms setiap kali melakukan hubungan
seksual dengan perempuan di tempat-tempat tadi.
Di sisi lain puluhan bahkan
ratusan laki-laki dewasa, dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang
suami, berisiko tertular HIV/AIDS jika mereka tidak memakai kondom ketika
melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks di Kalijodo.
Dalam berita disebutkan “Sepanjang tahun 2015, Puskesmas Penjaringan mencatat 101 orang yang
mengidap HIV, atau sekitar delapan orang setiap bulannya. Meski telah mengidap
HIV, pekerja seks tetap menerima pelanggan sehingga berpotensi besar menularkan
virus.”
Kalau 1 pekerja seks yang mengidap HIV/AIDS itu
meladeni 3 laki-laki tiap malam, maka setiap malam ada 303 laki-laki dewasa
yang berisiko tertular HIV/AIDS dari pekerja seks di sana. Jika rata-rata
pekeja seks di Kalijodo tertular HIV tahun 2014, maka sepajang tahun 2015 ada
72.720 laki-laki yang berisiko tertular HIV (101 pekerja seks AIDS x 3
laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 12 bulan).
Pekerja seks yang mengidap
HIV/AIDS adalah terminal terakhir bagi mereka, tapi merupakan sumber penularan
bagi laki-laki ‘hidung belang’ selanjutnya laki-laki yang tertular HIV/AIDS
dari pekerja seks menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al.
melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Di Kel Penjaringan menunjukkan
ada ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Ini bukti bahwa
laki-laki ‘hidung belang’ menjadi penyebar HIV/AIDS, terutama kepada istri bagi
yang menikah.
Di bagian lain disebutkan: Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jakarta Utara Atma Sanjaya
menuturkan, pengawasan dan pengendalian di lapangan tidak rutin. Seharusnya,
ada instansi yang rutin turun melakukan pengecekan di kafe atau tempat lainnya
terkait pemeriksaan kesehatan.
Serutin apa pun pengecekan ke
kafe dan tempat pelacuran tidak ada gunanya karena biar pun laki-laki ‘hidung
belang’ dipaksa memakai kondom ketika sanggama dengan pekerja seks, di lain
waktu pekerja seks itu akan melayani pacar, disebut juga kiwir-kiwir, suami
atau selingkuhan mereka tanpa memakai kondom. Padahal, pacar atau suami mereka
juga akan jadi ‘hidung belang’ di tempat lain sehingga ada risiko pekerja seks
tertular HIV/AIDS dari pacar atau suaminya.
Maka, yang diperlukan adalah melakukan intervensi terhadap laki-laki
‘hidung belang’ agar selalu memakai kondom ketika ngeseks dengan pekerja seks.
Dengan kondisi Kalijodo yang ‘dilokalisir’ program berupa intervensi pemakaian
kondom bisa dijalankan, tapi hal ini tidak jalan karena program penanggulangan
yang diusung dalam Perda AIDS DKI Jakarta tidak menukik ke akar persoalan (Perda AIDS DKI Jakarta).
Penanggulangan hanya sebatas
jargon moral yang menjadi bahan orasi pihak-pihak terkait dengan penanggulangan
HIV/AIDS. Selama praktek pelacuran di Jakarta tidak dilokalisir, maka selama
itu pulalah program penanggulangan tidak jalan sehingga Pemprov DKI Jakarta
tinggal menghitung hari saja untuk ‘panen AIDS’. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.