Oleh: SYAIFUL W. HARAHAP – AIDS Watch Indonesia
“Dinas
Kesehatan (Dinkes) Berau, saat ini bisa sedikit bernapas lega, dengan adanya
penurunan temuan pengidap Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune
Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).” Ini lead
pada berita “Syukurlah Kasus HIV/AIDS di Berau
Turun” di berau.prokal.co (9/2-2016).
Jika
disimak lead berita ini ada satu hal yang luput dari perhatian yang membuat
lead ini, yaitu: yang turun adalah temuan kasus baru, bukan kejadian (insiden) infeksi
(penularan) HIV terutama pada kalangan laki-laki dewasa, bisa sebagai suami,
al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan
perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti
pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) di wilayah Kab Berau dan di luar
Kab Berau serta di luar negeri.
PSK sendiri dikenal ada dua macam, yaitu:
(1) PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau
lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.
(2) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek
pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon
plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG,
‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi
seks, dll.
Terkait dengan penurunan temua kasus, maka ini pertanyaan yang sangat
mendasar untuk Kepala
Bidang (Kabid) Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Dinkes
Berau, Andarias Baso: Bagaimana cara yang dilakukan Dinkes
Berau dalam mendeteksi kasus HIV/AIDS?
Kalau hanya menunggu penduduk datan berobat ke rumah sakit, lantas
dilakukan tes HIV karena ada gejala-gejala terkait AIDS pada pasien itu artinya
Dinkes Barau pasif. Bisa jadi penduduk yang mengidap HIV/AIDS tidak sempat
berobat ke rumah sakit karena keburu mati. Jika ini yang terjadi tentu saja
temuan kasus akan turun karena yang berobat ke rumah sakit juga berkurang.
Jika Dinkes Berau mengaitkan temuan kasus yang turun dengan insiden infeksi
HIV baru, maka pernyataan berikutnya adalah: Apakah di Kab Berau ada praktek pelacuran yang melibatkan PSK langsung?
Dinkes Berau pasti menepuk dada dengan mengatkan: Tidak ada!
Secara de jure Dinkes Berau benar
karena sejak reformasi tidak ada lagi lokalisasi dan rehabilitasi (lokres)
pelacuran yang melibatkan PSK langsung.
Tapi, secara de facto praktik
pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu yang melibatkan PSK
tidak langsung.
Nah, pertanyaan selanjutnya: Apakah Dinkes Berau bisa menjamin tidak ada
laki-laki dewasa penduduk Kab Berau yang melakukan hubungan seksual tanpa
kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung
di wilayah Kab Berau dan di luar Kab Berau serta di luar negeri?
Kalau jawabannya BISA, ya penurunan kasus itu bisa masuk akal. Tapi, kalau
jawabannya TIDAK BISA, maka penurunan kasus itu hanya pada temuan kasus bukan
pendeteksian kasus baru di masyarakat.
Disebutkan dalam berita “ .... tahun 2014 tercatat 58 pengidap
HIV/AIDS, sementara di tahun 2015 berjumlah 31 pengidap.”
Ada
fakta yang luput dari pernyataan di atas yaitu penyebaran HIV/AIDS terkait erat
dengan fenomena gunung es. Artinya, kasus yang terdeteksi hanya sebagian
kecil (digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air
laut) dari kasus yang ada di masyarakat (digambarkan sebagai bongkahan gunung
es di bawah permukaan air laut).
Jika Pemkab Berau, dalam hal ini Dinkes Barau, ingin membongkar kasus
HIV/AIDS yang tidak terdeteksi, maka jalankanlah program-program ini, yaitu
buat regulasi (keputusan gubernur atau perda) yang mewajibkan perempuan hamil
dan pasangannya menjalani konseling tes HIV dan mewajibkan semua pasien yang
berobat ke rumah sakit pemerintah menjalani tes HIV.
Di bagian lain disebutkan: “ .... selain THM, ada beberapa tempat yang
juga menjadi penyebaran HIV/AIDS.”
HIV/AIDS
tidak berada atau tinggal di satu tempat, tapi ada di dalam darah orang-orang
yang mengidap HIV/AIDS yang sudah terdeteksi dan yang belum atau tidak
terdeteksi. Mereka inilah, yang belum tedeteksi, yang menjadi mata rantai
penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di
dalam dan di luar nikah.
Ada lagi pernyataan “Dengan
melihat kondisi serta sistem pergaulan remaja Berau yang mendekati perilaku
seks bebas, hal seperti ini semakin sulit terkontrol dan merupakan salah satu
indikator dalam penyebaran virus.”
Penularan
HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks
bebas), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual di dalam dan di luar
nikah (salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom).
Dari
kasus yang dilaporkan di Kab Berau tidak dijelaskan perbandingan kasus pada
remaja dan kelangan dewasa.
Lagi
pula kasus HIV/AIDS pada remaja sudah berada pada terminal terkahir karena mereka
tidak punya pasangan tetap, sedangkan kasus HIV/AIDS pada kalangan dewasa,
terutama pada suami, akan menyebar terutama pada istri dan pasangan seks lain
serta ke PSK. Kalau istri atau pasanga mereka tertular ada pula risiko
penularan dari ibu-ke-bayi yang ada di kandungan mereka.
Mengapa justru remaja yang jadi sasaran tembak di Kab Berau?
Cobalah paparkan kasus HIV/AIDS pada laki-laki dewasa, perempuan dewasa dan
remaja agar jelas duduk soalnya: Siapa yang perilakunya beriisko tertular
HIV/AIDS dan siapa pula yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS! ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.