08 September 2015

Menyoal Larangan Pengidap HIV/AIDS Menikah di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat

Oleh Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia

“Tetapi, jika hasil tes kesehatan calon suami atau isterinya diketahui mengidap penyakit HIV/AIDS, pemerintah akan melakukan intervensi dengan menggagalkan pernikahannya.” Ini pernyataan Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi dalam berita “Di Daerah Ini, Pengidap HIV AIDS Dilarang Menikah” (pojoksatu.id, 8/9-2015).

Kebijakan bupati ini jelas di luar nalar dan akal sehat karena sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan penanggulnagan HIV/AIDS dan melawan hukum karena rukun nikah dalam Islam tidak menyaratkan ‘bebas HIV/AIDS’.

Kalau Pak Bupati ini memakai nalar, maka semua calon pengantin yang mengidap penyakit menular dan genetika (keturunan) harus diintervensi dan dibatalkan karena akan terjadi penularan penyakit pada keluarga tsb.

Pertama, mengapa hanya HIV/AIDS saja yang membatalkan pernikahan? Virus Hepatitis B, sifilis, dll. juga menular. Bahkan, dampak buruk sifilis jauh lebih besar daripada HIV/AIDS, misalnya anak lahi cacat dan buta. Bahkan, penyakit genetika, seperti thalasemia jauh lebih buruk dampaknya daripada HIV/AIDS karena penderita thalasemia harus transfusi darah secara rutin.

Maka, Bupati Purwakarta sudah melakukan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM).

Kedua, HIV/AIDS adalah penyakit menular yang bisa dicegah, misalnya dari suami ke istri atau sebaliknya, dengan cara yang masuk akal dan realistis dengan teknologi kedokteran. Yaitu dengan meminum obat antiretroviral (ARV) secara teratur sesuai anjuran dokter atau memakai kondom setiap kali sanggama. Sebaliknya, penyakit genetika tidak bisa dicegah karena otomatis sebagai penyakit turunan.

Ketiga, jika calon pengantin diwajibkan tes HIV, maka ada risiko buruk yaitu hasil tes negatif palsu (HIV sudah ada di darah tapi tidak terdeteksi sehingga hasil tes negatif) atau positif palsu (HIV tidak ada di darah tapi hasil tes positif).

Negatif palsu akan merusak keluarga tsb. karena akan terjadi penularan HIV dari suami, yang semula hasil tesnya negatif palsu, ke istri yang selanjutnya istri menularkan ke bayi yang dikandungnya.

Positif palsu merampas hak sesorang untuk menikah dengan alasan yang tidak faktual karena tes HIV tsb. tidak sahih.

Keempat, status HIV-negatif bukan vaksin sehingga tidak ada jaminan suami atau istri akan selamanya negatif HIV karena bisa saja dalam pernikahan mereka atau salah satu melakukan perilaku berisiko sehingga tertular HIV/AIDS.

Di bagian lain berita disebutkan: Persyaratan ini menurut Dedi untuk mengantisipasi bayi terinfeksi HIV pada saat dilahirkan. Kasus-kasus bayi terinfeksi HIV yang terjadi selama ini karena pasangan mengidap HIV/AIDS baru ketahuan setelah mereka menikah. “Kasihan yang menjadi korban bayi.”

Ada dua kemungkinan, yaitu: (1) Suami atau istri sudah mengidap HIV/AIDS sebelum menikah, atau (2) Suami tertular setelah menikah yang selanjutnya menularkan kepada istrinya sehingga istri pun bisa pula menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya.

Untuk itulah dianjurkan agar pemerintah provinsi, kabupaten dan kota membuat peraturan agar pasangan suami-istri konseling ke Klinik VCT (tempat tes HIV sukarela dengan konseling) di rumah sakit ketika istri hamil. Jika hasil konseling menunjukkan suami berperilaku yang berisiko tertular HIV, maka suami dan istri yang hamil menjalani tes HIV. Dengan cara tes HIV pada masa hamil bayi yang dikandungan bisa diselamatkan agar tidak tertular HIV jika si ibu mengidap HIV/AIDS.

Langkah yang arif dan bijaksana adalah melakukan konseling kepada calon pengantin. Dari konseling akan diketahui perilaku seks calon pengantin tsb. Jika salah satu atau kedua-duanya mempunyai perilaku yang berisiko tertular HIV, maka mereka dianjurkan tes HIV.

Terkait hasil tes HIV adalah hak keduanya untuk memutuskan apakah melanjutkan pernikahan atau tidak. Jika mereka melanjutkan pernikahan, maka yang mengidap HIV/AIDS akan didampingi agar tetap menjalan ‘seks aman’ agar tidak menulari pasangannya. Ini cara-cara yang manusiawi dan arif serta bisa dipertanggung jawabkan secara hukum dan medis. ***

07 September 2015

Cewek Ini Ketakutan Sudah Kena AIDS Setelah Melakukan Seks Oral dengan Pacarnya

Tanya Jawab AIDS No 1/September 2015

Oleh Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap di AIDS Watch Indonesia” (http://www.aidsindonesia.com) melalui: (1) Surat ke PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 8566755, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****

Tanya: Saya seorang wanita, umur 22 tahun, tiga hari yl. saya mengoral pacar saya. Ada air mani yang tumpuah di mulut saya tapi tidak banyak dan tidak saya telan. Masa lalu pacar saya dia sering ‘tidur’ dengan beberapa perempuan. Dia mengatakan semua perempua yang pernah dia tiduri semua bersih. Dia selalu pilih-pilih perempuan yang akan dia tiduri. Tidak dengan perempuan sembarangan. Dia juga mengaku pernah memakai narkoba tapi tidak dengan jarum suntik. Saya tidak tahu persis apakah dia mengidap HIV atau tidak. (1) Kalau pacar saya itu mengidap HIV/AIDS, apakah dengan kejadikan itu otomatis saya tertular HIV? (2) Berapa persen kira-kira risiko saya tertular HIV melalui seks oral? Terus terang saya takut sekali.

Nn “Xx” via SMS, 6/9-2015  

Jawab: Perilaku pacarmu itu jelas adala perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS karena dia melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang berganti-ganti. Tidak bisa dipastikan apakah seseorang mengidap HIV/AIDS atau tidak dari fisik ybs. karena HIV ada di darah dan hanya diketahui melalui tes HIV. Itu pun ada syaratnya yaitu jika tes memakai reagent ELISA, maka antibody HIV di dalam darah baru bisa terdeteksi minimal tiga bulan setelah tertular. Maka, bisa saja terjadi salah satu dari perempuan-perempuan yang ditiduri pacarmu itu ada yang mengidap HIV/AIDS sehingga dia pun berisiko tertular HIV/AIDS.

(1) dan (2) Yang jelas di dalam cairan sperma yaitu air mani ada HIV dalam jumlah yang bisa ditularkan. Sejauh ini belum ada laporan penularan HIV melalui seks oral. Tapi, HIV bisa saja masuk ke dalam tubuh jika di rongga mulut ada luka-luka, seperti sariawan atau iritiasi di gusi.

Ketakutanmu beralasan karena biar pun pacarmu tidak mengidap HIV, tapi kalau dia mengidap IMS (infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepatitis B, dll.) tentu ada pula risiko tertular karena air mani pacarmu itu tumpah di rongga mulutmu.

Untuk mengatas ketakutanmu, hanya bisa diatasi melalui tes HIV tapi kau harus menunggu tiga bulan lagi. Dengan catatan selama tiga bulan ke depan Anda tidak melakukan seks vaginal, seks anal dan seks oral dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom.

Atau silakan konsultasi ke Klinik VCT di rumah sakit umum di kota Anda. Jika memerlukan bantuan, jangan ragu-ragu kontak kami. ***