Oleh Syaiful W. Harahap – AIDS WatchIndonesia
“Sebanyak
29 pekerja seks komersial dan satu mucikari dijaring dari warung remang-remang
dalam razia yang dilakukan Polres Madiun (Jatim-pen).” Ini lead pada berita: “Terjaring di warung remang-remang. Polisi
jaring 29 PSK, dua di antaranya positif HIV/AIDS” di lensaindonesia.com (2/4-2015).
Kalau
wartawan yang menulis berita ini memahami epidemi HIV/AIDS, maka berita tidak
hanya sekedar menceritakan penangkapan tsb.
Yang jadi
persoalan besar adalah ada dua pekerja seks komersial (PSK) yang terjaring pada
razia itu sebagai pengidap HIV/AIDS. Itu artinya ada masalah besar di wilayah
Kabupaten Madiun khususnya dan di Jatim
umumnya.
Pertama, ada dua laki-laki dewasa yang
mengidap HIV/AIDS yaitu yang menularkan HIV kepada dua PSK tsb. Laki-laki ini
bisa penduduk Madiun atau dari luar Madiun. Dalam kehidupan sehari-hari mereka
bisa saja sebagai suami sehingga ada risiko menularkan HIV/AIDS ke istri atau
pasangan mereka, bisa juga ke PSK lain. Itu artinya ada dua laki-laki di Madiun
yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat,
terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Kedua, ada puluhan, ratusan bahkan
ribuan laki-laki yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS yaitu yang pernah atau
sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan dua PSK tsb. Dalam
kehidupan sehari-hari mereka bisa saja sebagai suami sehingga ada risiko
menularkan HIV/AIDS ke istri atau pasangan mereka, bisa juga ke PSK lain. Jika
istri mereka tertular, maka ada pula risiko penularan secara horizontal dari
ibu-ke-bayi yang dikandungnya. Itu artinya ada ratusan bahkan ribuan laki-laki
dewasa di Madiun yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal
di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di
luar nikah.
Ketiga, hasil tes HIV yang reaktif baru
bisa terjadi jika dua PSK itu tertular minimal setelah tiga bulan. Maka, dalam
tiga bulan ada 360 (2 PSK x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 3 bulan) laki-laki
yang melakukan hubungan seksual dengan mereka yang berisiko tinggi tertular
HIV/AIDS. Jika dua PSK itu sudah tertular HIV lebih dari tiga bulan ketika
menjalani tes HIV, maka jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS pun
tambah banyak.
Maka,
persoalan ada pada masyarakat Kab Madiun bukan pada dua PSK pengidap HIV/AIDS
tsb.
Masalahnya
kemudian adalah Pemkab Madiun tidak mempunyai program yang konkret untuk
mendeteksi laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke PSK dan laki-laki yang
tertular HIV/AIDS dari PSK.
Itu artinya
penyebaran HIV/AIDS secara horizontal terus terjadi yang kelak akan sampai pada
“ledakan AIDS”. ***