03 April 2015

Dua PSK di Kab Madiun Idap AIDS, Laki-laki Pelanggan PSK Berisiko Tertular HIV/AIDS

Oleh Syaiful W. HarahapAIDS WatchIndonesia

“Sebanyak 29 pekerja seks komersial dan satu mucikari dijaring dari warung remang-remang dalam razia yang dilakukan Polres Madiun (Jatim-pen).” Ini lead pada berita: “Terjaring di warung remang-remang. Polisi jaring 29 PSK, dua di antaranya positif HIV/AIDS” di lensaindonesia.com (2/4-2015).

Kalau wartawan yang menulis berita ini memahami epidemi HIV/AIDS, maka berita tidak hanya sekedar menceritakan penangkapan tsb.

Yang jadi persoalan besar adalah ada dua pekerja seks komersial (PSK) yang terjaring pada razia itu sebagai pengidap HIV/AIDS. Itu artinya ada masalah besar di wilayah Kabupaten  Madiun khususnya dan di Jatim umumnya.

Pertama, ada dua laki-laki dewasa yang mengidap HIV/AIDS yaitu yang menularkan HIV kepada dua PSK tsb. Laki-laki ini bisa penduduk Madiun atau dari luar Madiun. Dalam kehidupan sehari-hari mereka bisa saja sebagai suami sehingga ada risiko menularkan HIV/AIDS ke istri atau pasangan mereka, bisa juga ke PSK lain. Itu artinya ada dua laki-laki di Madiun yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kedua, ada puluhan, ratusan bahkan ribuan laki-laki yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS yaitu yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan dua PSK tsb. Dalam kehidupan sehari-hari mereka bisa saja sebagai suami sehingga ada risiko menularkan HIV/AIDS ke istri atau pasangan mereka, bisa juga ke PSK lain. Jika istri mereka tertular, maka ada pula risiko penularan secara horizontal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya. Itu artinya ada ratusan bahkan ribuan laki-laki dewasa di Madiun yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Ketiga, hasil tes HIV yang reaktif baru bisa terjadi jika dua PSK itu tertular minimal setelah tiga bulan. Maka, dalam tiga bulan ada 360 (2 PSK x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 3 bulan) laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan mereka yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. Jika dua PSK itu sudah tertular HIV lebih dari tiga bulan ketika menjalani tes HIV, maka jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS pun tambah banyak.

Maka, persoalan ada pada masyarakat Kab Madiun bukan pada dua PSK pengidap HIV/AIDS tsb.

Masalahnya kemudian adalah Pemkab Madiun tidak mempunyai program yang konkret untuk mendeteksi laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke PSK dan laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari PSK.

Itu artinya penyebaran HIV/AIDS secara horizontal terus terjadi yang kelak akan sampai pada “ledakan AIDS”. ***

01 April 2015

Nonton Blue Film, Pemuda Ini Terbawa Nafsu Lakukan Seks Anal dengan Sesama Jenis

Tanya Jawab AIDS No 1/April 2015

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap di AIDS Watch Indonesia” (http://www.aidsindonesia.com) melalui: (1) Surat ke PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146 dan (021) 8566755, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****

Tanya: Dua hari yang lalu saya ML (hubungan seksual, dalam hal ini seks anal) dengan sesama pria. Kami terbawa nafsu saat nonton blue film. Kami berdua baru itu pertama kali ML. Kami tidak pakai kondom. ML berlangsung tiga menit. (1) Bagaimana tanggapan Anda tentang risiko kami tertular HIV? Ampuni aku Tuhan. Aku menyesal sekali. (2) Menurut Anda, apakah Tuhan mau memberi pengampunan bagi pendosa seperti aku ini? Aku jera melakukan ini. GBU.

Tn “T”, Sumut, via SMS (8/3-2015)

Jawab: (1) Risiko menularkan dan tertular HIV melalui seks anal terjadi karena kondisi hubungan seksual yaitu: (a) Salah satu mengidap HIV/AIDS, dan (b) Yang menganal (yang melakukan penetrasi) tidak memakai kondom.

Terkait dengan kondisi (a) tentu tidak bisa dilihat dari fisik karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada orang yang mengidap HIV/AIDS. Kepastian seseorang mengidap HIV/AIDS atau tidak hanya bisa diketahui melalui tes HIV. Tentulah tes HIV tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba ketika hendak ML.

Maka, persoalannya adalah apakah Anda atau pasangan Anda pernah ML (seks anal atau seks vaginal) sebelumnya?

Kalau pernah, apalagi dengan pasangan yang tidak diketahui status HIV-nya atau dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering ganti-ganti pasangan, itu artinya seks anal yang kalian lakukan berisiko karena ada kemungkinan salah satu dari kalian mengidap HIV/AIDS.

Kalau tidak pernah, maka tidak ada risiko tertular HIV melalui seks anal yang kalian lakukan. 

(2) Maaf, itu di luar kegiatan kami. Silakan tanya agamawan sesuai dengan agama Anda. *** 

29 Maret 2015

Penanggulangan AIDS di Bandungan, Kab Semarang, Jateng, dengan Tes HIV terhadap PSK

Oleh Syaiful W. Harahap - AIDS Watch Indonesia

"Ini warning kepada pelanggan karena dengan modus (kos di hotel) ini tidak dapat terdeteksi siapa PSK yang positif HIV." Ini pernyataan pegiat HIV Aids dari PKBI Jawa Tengah, Andreas Bambang Santoso, dalam berita “PSK Kos di Hotel, Aktivis Sulit Pantau HIV/AIDS” (kompas.com, 29 Maret 2015).

Jika langkah penanggulangan dilakukan berpijak pada pernyataan pegiat di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi persoalan besar yang pada akhirnya tidak berguna, yaitu:

Pertama, ketika tes HIV dilakukan terhadap PSK, maka ada dua kemungkinan hasil tes negatif palsu (HIV ada di dalam darah tapi tes nonreaktif). Ini terjadi karena darah PSK itu diambil pada masa jendela yaitu PSK tsb. tertular HIV di bawah tiga bulan. Nah, kalau ini yang terjadi maka penyebaran HIV/AIDS akan banyak karena PSK yang terdeteksi HIV negatif palsu akan melayani puluhan bahkan ratusan laki-laki melakukan hubungan seksual tanpa kondom.

Kedua, sebelum PSK menjalani tes sudah banyak laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS yaitu laki-laki yang melukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK yang sudah tertular HIV tapi belum terdeteksi. Laki-laki ini menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakt secara horizonal al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Ketiga, ada laki-laki yang menularkan HIV ke PSK. Laki-laki ini juga menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakt secara horizonal al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Yang menjadi persoalan besar bukan PSK, yang mengidap atau tidak mengidap HIV/AIDS, tapi: (a) Laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke PSK, dan (b) Laki-laki yang tertular HIV dari PSK.

Yang perlu dijalankan oleh para pegiat AIDS bukan melakukan tes HIV kepada PSK, tapi merancang regulasi yang dijadikan peraturan untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat yaitu konseling dan tes HIV pasangan yaitu jika ada perempuan hamil maka pasangan atau suaminya wajib mendampingi istri menjalani konseling HIV/AIDS. Jika ada indikasi pasangan atau suami dengan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS, maka istri dan pasangan wajib menjalani tes HIV.

Sedangkan untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS bukan dengan cara melakukan tes HIV terhadap PSK, tapi melakukan intervensi dalam bentuk regulasi yang memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Disebutkan bahwa: “ .... satu bulan terakhir di kota wisata Bandungan, Kab Semarang, Jateng, para pekerja seks komersial (PSK) meninggalkan rumah-rumah kos menuju hotel, yang sebagian besar merupakan kelas melati.”

Ada pernyataan “Kondisi itu dikeluhkan masyarakat, tetapi juga para aktivis HIV/AIDS. Sebab para PSK yang indekos di hotel tidak bisa dijangkau oleh akses layanan tes infeksi menular seksual (IMS) dan HIV.”

Tidak jelas mengapa masyarakat mengeluh ketika PSK pindah dari tempat kos ke hotel-hotel melati. Kalau alasan mereka karena ekonomi itu masuk akal. Tapi, kalau terkait dengan pernyataan pegiat AIDS itu tentulah ironis. Praktek pelacuran di rumah-rumah kos jauh lebih buruk daripada PSK itu melacur di hotel-hotel melati. Tapi, mengapa masyarakat mengeluh?

Tes IMS dan tes HIV terhadap PSK itu tidak ada manfaatnya karena sebelum mereka menjalani tes sudah puluhan bahkan ratusan laki-laki yang tertular IMS atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus. ***