13 Maret 2015

Khilaf Ngeseks dengan PSK, Anak Muda Ini Berharap Tidak Kena AIDS

Oleh Syaiful W. HarahapAIDS Watch Indonesia

Tanya Jawab AIDS No 2/Maret 2015

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap di AIDS Watch Indonesia” (http://www.aidsindonesia.com) melalui: (1) Surat ke PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146 dan (021) 8566755, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS: 08129092017. Redaksi.

*****

Tanya: Saya benar-benar merasa takut kena HIV/AIDS karena saya sudah melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) 9 Maret 2015 tanpa memakai kondom. Saya benar-benar menyesal saat itu karena diajak teman mabuk-mabukan. Saya terpaksa ikut karena tidak enak sama teman. Mereka mengajak saya ke Kali Malang. Ternyata tempat itu adalah tempat pelacuran. Saya khilaf dan ikut-ikutan dengan teman. (1) Apakah masih ada kesempatan agar saya tidak terkena HIV atau AIDS? Ini pertama kalinya saya melakukan hubungan seksual dengan PSK. Saya melakukannya tanpa memakai kondom. Saya tidak tahu apakah PSK itu mengidap HIV/AIDS atau tidak. Saya benar-benar takut. (2) Apakah saat ini ada perawatan yang bisa saya lakukan untuk mengurangi persentase tertular HIV atau AIDS? (3) Saya disunat, apaka risikonya besar atau kecil? Saya benar-benar panik (4) Saya mau eek apakah saya sudah terkena HIV atau AIDS? (5) Di mana tempat tes HIV yang paling dekat ke tempat saya di ....?

Tn “Xz” di “C”, Jawa Barat, via SMS,10/3-2015

Jawab: Masalah yang pelik terkait dengan epidemi HIV al. adalah: (a) Kita tidak bisa mengenali atau mengetahui apakah seseorang mengidap HIV/AIDS atau tidak dari fisik dan kondisi kesehatan, (2) Tidak bisa diketahui dengan pasti kapan terjadi penularan yaitu HIV masuk ke dalam tubuh ketika terjadi hubungan seksual (seks vaginal dan seks anal), di dalam dan di luar nikah, dengan pengidap HIV/AIDS dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom.

Nah, seperti Anda katakan “Saya tidak tahu apakah PSK itu mengidap HIV/AIDS atau tidak.” Inilah awal melapetaka.

Soalnya, karena sosialisasi HIV/AIDS melalui berbagai saluran, seperti ceramah, pidato, berita di media massa dan media online, serta media sosial informasi HIV/AIDS selalu dibalut dengan moral sehingga fakta tentang HIV/AIDS hilang. Yang muncul kemudian adalah mitos (anggapan yang salah). Misalnya, disebutkan HIV/AIDS menular melalui hubungan seksual dikatakan karena zina, melacur, selingkuh, dll. Ini menyesatkan karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual terjadi karena KONDISI SAAT TERJADI HUBUNGAN SEKSUAL (salah satu atau dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom), bukan karena SIFAT HUBUNGAN SEKSUAL (zina, selingkuh, melacur, dll.).

Maka, Anda bersiko tertula HIV/AIDS. Memang, probabilias penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan pengidap HIV/AIDS dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom adalah 1:100. Dari 100 kali hubungan seksual ada 1 kali terjadi penularan HIV/AIDS. Persoalannya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual yang keberapa terjadi penularan HIV/AIDS. Bisa pada hubungan seksual yang pertama, kedua, kelima, kedua puluh, kelima puluh satu, kesembilan puluh, bahkan bisa pada yang keseratus. Itu artinya setiap hubungan seksual yang berisiko selalau ada kemungkinan terjadi penularan HIV/AIDS.

(1) Jika HIV sudah masuk ke dalam tubuh pada saat hubungan seksual, maka HIV akan ada di dalam darah seumur hidup. HIV itu kemudian mencari sel darah putih untuk menggandakan diri. Dalam satu hari HIV bisa menggandakan diri dari 10 miliar sampai 1 triliun virus baru. Virus-virus baru itu pun kemudian menari sel darah putih lagi untuk memproduksi virus baru. Sel-sel darah putih yang dipakai HIV untuk menggandakan diri rusak. Itu artinya sel darah putih banyak yang rusak sehingga sistem pertahanan tubuh pu rapuh dan mudah kena penyakit. Penyakit-penyakit yang masuk itulah kemudian yang bisa membunuh pengidap HIV/AIDS.

(2) Jika HIV sudah masuk ke dalam tubuh yang bisa dilakukan hanya menekan agar penggandaan virus rendah yaitu dengan obat antiretroviral (ARV). Dengan cara ini sistem kekebalan tubuh bisa dipertahankan untuk melawan penyakit-penyakit yang masuk.

(3) Sunat hanya bisa menurunkan risiko tertular pada kepala penis. Sedangkan pada batang penis risiko sebagai jalan masuk virus tidak terlindungi karena tidak memakai kondom. Persentase luas permukaan penis yang bisa menjadi pintu masuk HIV pada laki-laki yang disunat tetap besar karena yang terlindungi hanya kepala penis.

(4) Untuk melakukan tes HIV Anda harus menunggu tiga bulan dengan catatan tidak melakukan hubungan seksual tanpa kondom selama tiga bulan ke depan. Silakan ke Klinik VCT di puskesmas atau rumah sakit umum di daerah Anda.

Jika ada kesulitan atau pertanyaan, jangan ragu-ragu untuk mengontak kami. ***


11 Maret 2015

Ngeseks dengan PSK di Tretes, Anak Muda Ini Ketakutan Tertular HIV/AIDS

Tanya Jawab AIDS No 1/Maret 2015

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap di AIDS Watch Indonesia” (http://www.aidsindonesia.com) melalui: (1) Surat ke PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146 dan (021) 8566755, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****

Tanya:  Saya berhubungan intim dengan PSK di Tretes seminggu yl. Saya ceroboh karena tidak memakai kondom. PSK itu bilang tiap bulan ada tes HIV sehingga tidak perlu khawatir.  Saya berhubungan sampai lima kali ejakulasi. Ini adalah yang pertama kali bagi saya berhubungan intim. Hari ini saya periksa ke dokter. Diduga saya tertular kencing nanah (gonorrhea/GO). Gejalanya sudah mula sejak empat hari yang lalu. Saya sangat ketakutan dan khawatir jika juga tertular HIV/AIDS. Saat ini ada rasa nyeri di beberapa bagian tubuh saya. Badan lemas. Terkadang rasa nyeri di kepala. (1) Berapa persen risiko saya tertular HIV/AIDS? (2) Kapan sebaiknya saya melakukan tes HIV? (3) Apakah di Kota .... ada tes HIV gratis? Saya tanya dokter apakah dia tahu tempat tes HIV gratis, dia bilang tidak tahu. Saya sangat terpukul dan amat menyesal.

Tn “Xx”, Kota “S”, Jawa Timur, via SMS 9/3 -2015

Jawab: Hasil tes HIV hanya berlaku sampai darah diambil untuk dilakukan tes HIV. Misalnya, seseorang tes HIV tanggal 1 Januari 2015 pukul 10.00 WIB. Hasilnya nonreaktif atau negatif. Setelah darahnya diambil bisa saja dia tertular HIV jika dia melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan yang mengidap HIV/AIDS. Persoalannya adalah kita tidak bisa mengenali orang-orang yang sudah tertular HIV dari fisik dan kesehatannya.

Nah, biar pun PSK di Tretes, sebuah tempat rekreasi di Jawa Timur, tiap bulan menjalani tes HIV itu tidak jaminan dia sebulan berikutnya tidak tertular HIV. Andaikan tes HIV dilakukan tanggal 1 Januari 2015. Hasilnya negatif. Setelah darahnya diambil PSK itu melayani puluhan bahkan ratusan laki-laki melakukan hubungan seksual tanpa kondom selama bulan Januari 2015. Tes berikutnya tanggal 1 Februari 2015. Kalau Anda ngeseks dengan PSK tadi sebelum tanggal 1 Februari 2015 itu artinya ada kemungkinan PSK tsb. tertular HIV, jika PSK yang ngeseks dengan Anda mengidap HIV/AIDS maka Anda pun berisiko tertular HIV/AIDS.

Jika Anda ngeseks dengan PSK tanggal 1 Februari 2015 setelah PSK itu menjalani tes HIV dengan hasil negatif, itu artinya tidak sepenuhnya aman karena bisa saja PSK itu sudah tertular HIV tapi belum sampai tiga bulan. Itu disebut masa jendela. Tes HIV pada masa jendela bisa menghasilkan negatif palsu. HIV sudah ada di darah PSK itu tapi reagent yang dipakai untuk mencari antibody HIV tidak bisa mendeteksi HIV. Jika ini yang terjadi, tentu saja Anda berisiko tertular HIV.

Penularan HIV persis sama dengan penularan GO. Jika PSK yang menularkan GO kepada Anda juga mengidap HIV/AIDS, maka bisa saja terjadi penularan GO dan HIV sekaligus.

(1) Probabilitas tetular HIV melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom dengan yang mengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Artinya, dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali risiko terjadi penularan HIV. Persoalannya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual yang keberapa terjadi penularan HIV. Bisa yang pertama, kedua, ketujuh, ketiga puluh, kedepalan puluh lima, bahkan yang keseratus. Artinya, setiap hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan kondisi salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom selalu ada risiko penularan HIV/AIDS.

(2) dan (3) Tes HIV dengan ELISA bisa akurat jika tes dilakukan tiga bulan setelah hubungan seksual berisiko terakhir. Dengan catatan pada rentang waktu tiga bulan itu Anda tidak boleh ngeseks tanpa kondom.

Saya tidak tahu persis di mana tes HIV gratis di kota Anda. Silakan tanya ke Dinas Kesehatan atau rumah sakit umum di kota Anda. Ini ironis. Anda mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah untuk ngeseks yang berisko tertular HIV, tapi untuk tes HIV Anda cari yang gratis. *** 


09 Maret 2015

Menunggu Pasal-pasal Penanggulangan yang Konkret di Perda AIDS Kota Cirebon


Oleh Syaiful W. HarahapAIDS Watch Indonesia

"Cirebon sebagai kota transit tentu rentan terjadi penyebaran berbagai penyakit, termasuk HIV/AIDS." Ini pernyataan Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Cicip Awaludin, dalam berita “Dewan Setuju Raperda HIV/AIDS Kota Cirebon, Asal . . .” (jabar.tribunnews.com, 2/3-2015). Ini terkait dengan rencana DPRD Kota Cirebon menerbitkan peraturan daerah (Perda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.

Terkait dengan HIV/AIDS pernyataan anggota dewan ini menjungkirbalikkan akal sehat. Sebagai virus HIV tidak bisa disebar-sebarkan karena dalam jumlah yang bisa ditularkan virus ini hanya ada di dalam darah, air mani, cairan vagina dan air susu ibu (ASI).

Lalu, bagaimana Cicip menyatakan penyebaran HIV/AIDS di Kota Cirebon terjadi karena kota itu sebagai kota transit?

Kota transit atau bukan kota transit penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terjadi paling tidak melalui 17 pintu masuk. Dari 17 pintu masuk tsb. ada tiga yang sangat potensial, yaitu:

(1). Melalui laki-laki dewasa penduduk Kota Cirebon yang tertular HIV/AIDS di wilayah Kota Cirebon dan di luar Kota Cirebon dari hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang sudah pernah melakukan hubungan seksual.

(2). Melalui laki-laki dewasa penduduk Kota Cirebon yang tertular HIV/AIDS di wilayah Kota Cirebon dan di luar Kota Cirebon dari hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti:

a.     pekerja seks komerisal (PSK) langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang ada di tempat-tempat atau lokasi dan lokalisasi pelacuran, di jalanan,

b.    PSK tidak langsung (PSK yang tidak kasat mata) seperti cewek panggilan, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, pemandu lagu, cewek pemijat, ABG, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek gratifikasi seks, dll.

(3). Melalui perempuan dewasa penduduk Kota Cirebon yang tertular HIV/AIDS di wilayah Kota Cirebon dan di luar Kota Cirebon dari hubungan seksual dengan kondisi alat kelamin laki-laki bersentuhan langsung dengan alat kelamin perempuan di dalam nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, seperti kawin-cerai

Kalau DPRD Kota Cirebon dan Pemkot Cirebon akan menerbitkan peraturan daerah (Perda) pencegahan dan penanggulanga HIV/AIDS, maka yang perlu ada di Perda tsb., adalah penanggulangan di hulu, yaitu mencegah agar tidak terjadi penularan HIV/AIDS pada kegitan nomor 1, 2 dan 3.

Tentu saja untuk nomor 1, 2 b, 3 adalah hal yang mustahil melakukan intervensi karena kegitan tsb. tidak bisa dipantau secara langsung karena terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Sedangkan pada kegiatan nomor 2 a juga tidak bisa dipantau lagi karena pelacuran di Kota Cirebon tidak dilokalisir. Maka, intervensi tidak bisa dijalankan.

Memang, adalah hal yang mustahil menghentikan penyebaran HIV/AIDS karena insiden penularan baru terus terjadi tanpa bisa diintervensi.

Yang bisa dilakukan, seperti yang sudah dibuktikan oleh Thailand, adalah menurunkan insiden infeksi atau penularan HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) yaitu pada kegitan 2 a.

Thailand berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa dengan indikator jumlah calon taruna militer dan polisi yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS turun dari tahun ke tahun sejak negeri itu menjalankan program “wajib kondom 100 persen” bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Program ini hanya efektif jika pelacuran dilokalisir. Celakanya, di Kota Cirebon tidak ada lokalisasi pelacuran. Tapi, perlu diingat itu tidak berarti di Kota Udang ini tidak ada praktek pelacuran karena pelacuran yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Yang dikhawatirkan DPRD Kota Cirebon dan Pemkot Cirebon akan menepuk dada dengan mengatakan: Di Kota Cirebon tidak ada pelacuran!

Ya, itu memang benar. Tapi, apakah itu berarti di Kota Cirebon tidak ada praktek perzinaan dalam berbagai bentuk yang terkait dengan pelacuran?

Tentu saja ada. Praktek pelacuran terjadi di penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang dan tempat-tempat lain yang disamarkan dengan berbabagi bentuk kegiatan dan usaha.

Nah, kalau Perda AIDS tsb. kelak tidak mempunyai pasal yang konkret untuk menurunkan insiden penularan HIV baru pada kegiatan nomor 2 a, maka perda itu sama saja dengan 70-an perda sejenis yang sudah ada di Indonesia: tidak berguna!

"Kami prihatin kasus HIV/AIDS di Kota Cirebon. Bayangkan saja, sampai akhir 2014 sudah 715 kasus di mana 54 orang meninggal dunia. ....” Ini dikatakan oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat, Handarudjati.

Yang diprihatinkan bukan jumlah kasus, tapi perilaku sebagian orang yang mengidap HIV/AIDS tsb. yaitu mereka yang tertular melalui hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.

Yang lebih memprihatinkan adalah ibu-ibu rumah tangga yang tertular HIV/AIDS dari suaminya. Pada gilirannya istri-istri yang tertular HIV dari suaminya berisiko pula menularkan HIV ke bayi yang dikandungnya kelak.

Untuk itulah dalam Perda AIDS juga perlu ada pasal yang mengatur konseling pasangan bagi perempuan hamil yang dilanjutkan dengan tes HIV jika suami mempunyai riwayat perilaku seks yang berisiko tertular HIV yaitu pernah atau sering melakukan kegitan nomor 1 dan 2.

Di bagian lain Handarudjati mengatakan, .... membangun kesadaran masyarakat agar tak mudah tertular penyakit tersebut.

Tentu saja tidak bisa ditentukan waktu yang dibutuhkan agar masyarakat sadar sehingga tidak mudah tertular HIV. Pada rentang waktu dari pengajuan rancangan perda sampai masyarakat sadar sudah terjadi ratusan bahkan puluhan ribu insiden penularan HIV baru. Orang-orang yang tertular HIV pada rentang waktu ini menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah tanpa mereka sadari.

Masih pernyataan Handarudjati: “ .... Lebih prihatin lagi sekarang kasus ini menimpa usia remaja 15-25 tahun."

Jika ditilik dari epidemi HIV/AIDS orang-orang pada usia 15-25 tahun yang tertular HIV/AIDS ada di terminal terakhir karena mereka kebanyakan tidak mempunyai pasangan tetap sehingga tidak menularkan ke orang lain.

Yang jadi persoalan besar adalah infeksi HIV yang terjadi pada suami, mereka berisiko menularkan HIV ke istri atau pasangan lain. Kalau istri lebih dari satu itu artinya kian banyak perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS dan anak-anak yang lahir dengan HIV/AIDS pun kelak akan banyak pula.

Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Anna Susanti, mengatakan, HIV/AIDS jadi perhatian pemerintah karena tiap tahun kasusnya terus meningkat.

Pelaporan HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan HIV/AIDS akan terus meningkat. Maka, biar pun banyak pengidap HIV/AIDS yang mati angka tidak akan pernah turun.

Dikatakan pula oleh Anna: Semula, kata dia, HIV/AIDS ditularkan lewat jarum suntik dari pengguna narkoba, kemudian berubah menjadi melalui hubungan seksual.

Cara-cara penularan HIV/AIDS tidak berubah sejak diidentifikasi tahun 1981 yaitu: (a) melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pengidap HIV/AIDS di dalam dan di luar nikah, (b) melalui transfusi darah yang mengandung HIV/AIDS, (c) melalui jarum suntik penyalahguna narkoba secara bersama-sama dengan bergantian, (d) melalui alat-alat kesehatna yang bisa menyimpan darah yang mengandung HIV/AIDS, dan (e) melalui air susu ibu/ASI yang mengandung HIV/AIDS.

Tanpa pasal-pasal yang konkret untuk mencegah insiden infeksi HIV baru di hulu, maka perda itu pun kelak sama nasibnya dengan perda-perda yang sudah ada: menumpuk di lemari arsip. Di sisi lain penyebaran HIV/AIDS terus terjadi yang kelak bermuara pada “ledakan AIDS”. ***