Oleh
Syaiful W. Harahap – AIDS WatchIndonesia
“Pergaulan remaja yang melewati
norma-norma agama, dan pergaulan yang bebas hingga berujung dengan seks bebas
jelas sangat mengkhawatirkan. Apalagi HIV/AIDS mengancam pelaku seks bebas itu.” Ini
pernyataan pada lead berita “Duh, Pelajar
di Sintang Dominasi Pengidap HIV/AIDS” di
tribunnews.com (18/1-2015).
Pernyataan ini tidak
bertumpu pada fakta sebagai realitas sosial di social settings karena
mengabaikan kebenaran.
Pertama, pergaulan yang melewati norma-norma agama tidak hanya pada remaja
karena orang-orang tua pun, bahkan tokoh agama dan pejabat, ada yang melakukan
perilaku yang melewati norma-norma agama.
Kedua, tidak ada kaitan langsung antara pergaulan bebas sampai seks bebas
dengan penularan HIV/AIDS karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual
bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas), tapi karena kondisi hubungan
seksual (salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak
memakai kondom setiap kali hubungan seksual).
Lead berita itu ditulis dengan memakai moralitas diri pribadi wartawan atau
redaktur yang menulis lead tsb.
Padahal, berita dalam kaidah jurnalistik harus bertumpu pada fakta bukan sebagai
opini dengan balutan moral.
Pemahaman terhadap HIV/AIDS
pada diri wartawan yang menulis berita ini sangat rendah sehingga
memprihatinkan sebagai pemberi informasi karena berita yang ditulis tidak akan
bisa berperan sebagai agen perubahan (agent
of change) perilaku. Soalnya, dalam HIV/AIDS yang perlu “diperbaiki” adalah
perilaku karena perilakulah yang menentukan seseorang berisiko atau tidak
berisiko tertular HIV/AIDS.
Lihat
saja pernyataan ini: “Dari Data Pelaksana Program Penanggulangan HIV/AIDS RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang, Kalbar,
angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan.”
Cara
pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif yaitu
kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan akan
terus ‘mengalami peningkatan’. Angka laporan kasus HIV/AIDS tidak akan pernah
berkurang atau turun biar pun semua pengidap HIV/AIDS mati.
Disebutan
bahwa kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi
di kalangan pelajar SMA yaitu 104 yang terdeteksi dari tahun 2006 sampai 2014.
Sayang,
dalam berita tidak dijelaskan faktor risiko (cara penularan HIV/AIDS) pada
kalangan pelajar SMA tsb.
Ada
kemungkinan pelajar SMA yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS adalah di kalangan
penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya). Maka, amatlh wajar
banyak terdeteksi kasus HIV/AIDS karena penyalahguna narkoba wajib tes HIV
ketika hendak menjalani rehabilitasi.
Disebutkan
pula bahwa "Polisi sudah melakukan tindakan preventif, melakukan pembinaan
bersama orangtua yang berpengaruh terhadap perkembangan remaja tersebut,
seperti guru, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, " terang AKBP
Veris Septiansyah.
Ketika
remaja melanggar norma agama dianggap salah dan dilakukalah pembinaan seperti
yang disebutkan Veris itu. Padahal, fakta menunjukkan banyak kasus HIV/AIDS
terdeteksi pada ibu rumah tangga. Ini membuktikan kalangan dewasa, dalam hal
ini suami, justru melakukan perbuatan yang melanggar norma agama, al. melacur
dengan pekerja seks komersial (PSK) sehingga mereka berisiko tertular HIV/AIDS.
Lalu,
mengapa tidak ada pembinaan terhadap orang-orang tua?
Jika
remaja tertular HIV/AIDS hal itu sudah bagaikan terminal terakhir karena
remaja-remaja itu tidak mempunyai istri sehingga mereka tidak menularkan HIV ke
orang lain. Berbeda dengan orang-orang tua yang beristri. Kalau mereka tertular
maka ada pula resiko penularan kepada istri yang selanjutnya istri bisa
menularkan HIV ke janin yang dikandungnya.
Selama
pelacuran tidak dilokalisir, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru
terjadi karena tidak ada program intervensi melalui regulasi ke pelacuran yaitu
kewajiban memakai kondom bagi laki-laki yang melacur dengan PSK.
Maka,
selama tidak ada program yang konkret dan sistematis untuk menurunkan insiden
infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa, maka selama itu pula penyebaran
HIV/AIDS akan terus terjadi di Sintang yang kelak akan bermuara pada “ledakan
AIDS”. ***