Oleh Syaiful W.
Harahap – AIDS Watch Indonesia
Menteri
Sosial Khofifah Indar Parawangsa mengatakan sebanyak 564 perempuan di Kota
Batang, Jawa Tengah, positif terinfeksi penyakit HIV-Aids. Yang mengejutkan,
kata Khofifah, 90 persen dari para perempuan tersebut adalah perempuan
berhijab. (Ratusan Hijaber Terinfeksi HIV/AIDS, Ini
Penyebabnya, tempo.co, 8/6-2015).
Dengan fakta ini salah satu mitos (anggapan yang
salah) tentang HIV/AIDS sudah dipatahkan yaitu HIV/AIDS menular karena zina.
Ratusan perempuan itu melakukan hubungan seksual dengan suaminya dalam ikatan
pernikahan yang sah.
Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual terjadi di
dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) karena saat terjadi hubungan
seksual salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dengan suami tidak
memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual (kondisi hubungan
seksual).
Suami mereka tertular HIV/AIDS al. melalui hubungan
seksual yang bisa saja di dalam nikah karena bisa saja suami tsb. beristri
lebih dari satu. Kalau salah satu di antara beberapa istri tsb. mengidap
HIV/AIDS, maka istri-istri lain pun berisiko tertular HIV/AIDS dengan suami
sebagai penyebar.
Ada juga suami yang tertular HIV/AIDS dari pekerja
seks komersial (PSK) langsung (PSK yang kasat mata seperti di lokasi pelacuran
dan jalanan) atau dari PSK tidak langsung (PSK yang tidak kasat mata, seperti
cewek panggilan, pelacuran artis online, ayam kampus, cewek kafe, cewek pub,
dll.).
Di
bagian lain Khofifah mengatakan bahwa setelah didata, para perempuan malang itu
bukanlah wanita nakal semacam pekerja seks. Bahkan, data menunjukkan 90 persen dari 564 perempuan yang
terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu memakai hijab atau jilbab.
Bu
Menteri ini memakai moralitas dirinya dalam menilai PSK dengan mengatakan PSK
itu sebagai “wanita nakal”. Nah, celakanya Bu Menteri tidak menyebutkan apa
julukan bagi suami yang berzina, al. melacur dengan PSK. Laki-laki, terutama
yang beristri, tidak sekedar berzina tapi mereka pun sudah melakukan
penyelengan moral yang juga dilarang agama dan hukum.
Disebutkan pula bahwa Khofifah memastikan secara
perlahan akan menutup tempat lokalisasi di Indonesia. Salah satu wilayah yang
jadi fokus Khofifah adalah wilayah Jawa Timur.
Pertanyaan untuk Bu Menteri: Apakah
dengan menutup lokasi atau lokalisasi pelacuran otomatis akan menghentikan
praktek pelacuran?
Tentu saja tidak. Maka, yang jadi
persoalan bukan lokasi pelacuran tapi perilaku sebagian laki-laki, ada juga
yang beristri, yang gemar melacur. Biar pun tidak ada lokasi pelacuran tidak
berarti tidak ada PSK.
Menurut
Khofifah sudah 12 lokalisasi pelacuran yang ditutup di Jawa Timur. Pertanyaan
untuk Khofifah: Apakah laki-laki di 12 kota atau kabupaten yang lokalisasi
pelacurannya ditutup otomatis tidak ada lagi laki-laki, termasuk suami, yang
melacur?
Maka,
dengan menutup lokalisasi pelacuran tidak otomatis menghentikan praktek
pelacuran. Yang bisa dilakukan hanyalah menurunkan insiden infeksi HIV baru
melalui hubungan seksual dengan PSK. Tapi, ini hanya bisa dilakukan kalau
pelacurna dilokalisir yaitu dengan memaksa laki-laki memakai kondom (AIDS di Indonesia Akan Terus Menyebar Selama Masih Ada Laki-laki Yang Beli Seks).
Biar pun satu mitos sudah digugurkan, tapi masih banyak mitos yang menjadi
penghalang dalam penanggulangan HIV/AIDS. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.