Oleh Syaiful W. Harahap - AIDS Watch Indonesia
“Pelaku Pedofil di Australia Sebut
Korbannya Setan Penuh Dosa.” Ini judul berita di Australia Plus ABC-detikNews (21/05/2015).
Judul berita
ini tidak sejalan dengan fakta yang diungkapkan yaitu: Korban pelecehan seksual
Stephen Woods mengungkapkan ia diperkosa oleh tiga orang petugas di sekolah
keagamaan di Ballarat, Australia, saat ia masih anak sekolah. Parahnya, salah
seorang pedofil melakukan perbuatan tersebut sambil menyebut korban sebagai
"setan penuh dosa".
Yang
dilakukan oleh tiga petugas di sekolah keagamaan itu adalah sodomi yakni hubungan
seksual yang tidak alamiah. Sodomi terkait
dengan ranah hukum sebagai tindakan hubungan seksual yang tidak alamiah berupa
seks oral dan seks anal. Itu artinya alat kelamin dipakai untuk hubungan
seksual secara paksa dengan organ yang bukan alat kelamin. Sodomi bisa
dilakukan oleh orang dengan orientasi seks heteroseksual dan homoseksual.
Paedofila
merupakan salah satu bentuk parafilia yaitu menyalurkan dorongan hasrat seksual
dengan ‘cara lain’ tanpa ada unsur paksaan, yaitu laki-laki dewasa yang menyalurkan
hasrat seksual dengan anak-anak usia 7-12 tahun melalui seks vaginal dan seks
anal (Parafilia: Menyalurkan Dorongan Hasrat Seksual“Dengan Cara yang Lain”).
Sedangkan
seorang gay akan ‘memadu’ cinta dengan gay lain sebagai pasangannya untuk
melakukan hubungan seksual dalam bentuk seks anal. Begitu pula dengan lesbian
yang ‘berpacaran’ dengan perempuan lain untuk melakukan hubungan seksual
sebagai bagian dari percintaan mereka.
Maka,
hubungan seksual yang dilakukan oleh ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ tsb.
jelas bukan bentuk prafila karena mereka lakukan dengan paksaan dan dengan
pembenaran bahwa korban adalah setan yang penuh dosa.
Dosa
merupakan istilah yang terkait dengan agama sebagai bentuk hukuman bagi yang
melakukan tindakan yang melawan norma atau aturan yang diatur dalam kitab suci.
Persoalannya
adalah: Apakah Tuhan memberikan mandat secara eksplisit kepada manusia untuk
menentukan atau menetapkan (kadar) dosa seseorang?
Alasan yang disebutkan oleh ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ merupakan salah satu bentuk pembenaran karena tidak ada perintah Tuhan secara eksplisit kepada ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ tsb. untuk menyodomi korban karena mereka sebut sebagai setan dan penuh dosa.
Alasan yang disebutkan oleh ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ merupakan salah satu bentuk pembenaran karena tidak ada perintah Tuhan secara eksplisit kepada ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ tsb. untuk menyodomi korban karena mereka sebut sebagai setan dan penuh dosa.
Agaknya, ‘tiga
petugas sekolah keagamaan’ itu mengetahui kalau Woods pernah mengaku bahwa diia
menyadari dirinya sebagai seorang gay sejak usia sangat dini. Nah, ‘tiga
petugas sekolah keagamaan’ pun menyebut Woods sebagai orang bejat dan setan yang
pantas menerima apa yang mereka lakukan.
Lalu, apakah
tindakan sodomi dibenarkan oleh Tuhan?
Tentu saja
tidak. Tapi, ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ itu memakai ‘tangan Tuhan’
sebagai pembenaran tindakan mereka sebagai pelaku sodomi.
Dampak
perbuatan ‘tiga petugas sekolah keagamaan’, al. ibu salah satu korban (Stephen
Woods) tidak lagi percaya kepada agama yang dianut ibunya selama 70 tahun.
Ayahnya sudah menarik pelatuk senapan untuk menutut balas terhadap ‘tiga
petugas sekolah keagamaan’ yang menyodomi Woods.
Bercermin dari kasus Woods ini Polri diharapkan tidak semerta menerima pernyataan pelaku sodomi yang mengatakan bahwa dia pernah jadi korban sodomi. Soalnya, bisa saja hal itu sebagai pembenaran terhadap perilaku kriminalnya menyodomi bocah-bocah.
Bercermin dari kasus Woods ini Polri diharapkan tidak semerta menerima pernyataan pelaku sodomi yang mengatakan bahwa dia pernah jadi korban sodomi. Soalnya, bisa saja hal itu sebagai pembenaran terhadap perilaku kriminalnya menyodomi bocah-bocah.
Jika ada
pelaku sodomi yang mengatakan dirinya korban sodomi, maka perlu dilakukan
diagnosis medis untuk membuktikannya serta konseling psikologi untuk memasitkan
apakah dia disodomi atau memang seorang parafilia.
Dari aspek
penularan IMS (infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja
singa/sifilis, virus hepatitis B, klamidia, jengger ayam, dll.)
dan HIV/AIDS risiko penularan melalui hubungan seksual tanpa kondom pada seks
anal jauh lebih besar daripada melalui seks vaginal. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.