Oleh
Syaiful W Harahap – AIDS Watch
Indonesia
“HIV Menyebar
ke Rumah Tangga. Pemerintah Diminta Meningkatkan Perlindungan.” Ini judul
berita di Harian KOMPAS, 16/3-2015,
halaman 13. Judul ini lagi-lagi menyudutkan perempuan, dalam hal ini ibu rumah
tangga, karena dikesankan ibu-ibu rumah tangga tidak bisa melindungi diri.
Laporan kasus kumulatif HIV/AIDS yang dieluarkan
Kemenkes menunjukkan sampai bulan September 2014 ada 6.539 ibu rumah tangga
yang mengidap AIDS dari 206.084 kasus HIV/AIDS secara nasional. Di Yayasan
Pelita Ilmu (YPI) di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, misalnya, ada 140-an
anak-anak dengan HIV/AIDS yang yatim dengan ibu yang juga mengidap HIV/AIDS.
Ibu-ibu ini tertular dari suaminya, sebagian besar penyalahguna narkoba.
Kalau saja judul berita itu “Banyak Suami yang Membawa
HIV ke Rumah” atau “Banyak Suami yang Menularkan HIV ke Istri”, maka hal itu
menggambarkan fakta karena ibu-ibu rumah tangga (baca: istri) tidak mempunyai
posisi tawar yang kuat terkait dengan upaya melindungi dirinya dari risiko
tertular HIV dari suami.
Pola Penularan ke Istri
Adalah hal yang mustahil seorang istri meminta kepada
suaminya agar memakai kondom jika si istri curiga atau khawatir terkait denga
perilaku suaminya. Apalagi suami memakai dalil-dalil agama, maka posisi tawar
istri pun sangat lemah untuk mengingatkan suaminya terkait dengan risiko
penularan HIV.
Yang bisa melindungi istri agar tidak tertular HIV
adalah sumai bukan pemerintah karena negara tidak bisa mengawasi perilaku suami-suami.
Lagi pula, risiko seorang suami tertular HIV tidak hanya melalui perilaku seks berisiko
tapi juga bisa melalui pasangan pada praktek kawin-cerai atau beristri lebih
dari satu jika ada di antara istri ada yang sudah pernah menikah.
Dalam berita sama sekali tidak dijelaskan mengapa dan
bagaimana HIV menyebar ke ibu-ibu rumah tangga. Seolah-olah ada “makhluk” yang
menyebarkan HIV ke ibu-ibu rumah tangga.
Inang Winarso, Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesi (PKBI) mengatakan dalam berita mengatakan: "Secara
teoretis, pemerintah tahu pola penularan yang menjangkau kelompok dengan
perilaku berisiko rendah, tetapi kurang antisipasi."
Tampaknya, Inang juga berkelit. Mengapa Inang tidak
menyebutkan secara eksplisit mengapa dan bagaimana HIV menular ke ibu-ibu rumah
tangga? Apakah cara-cara ini merupakan gerakan yang memoralisasi cara-cara
penularan HIV?
Seorang istri
tertular HIV dari suaminya karena suaminya tertular HIV dari pasangan seks
lain, bisa istri yang lain, selingkuhan, pekerja seks komersial (PSK) yaitu: (1) PSK
langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau lokalisasi
pelacuran, di jalanan, dan tempat lain, atau (2) PSK tidak langsung yaitu PSK
yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat di panti pijat plus-plus,
karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek
disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu,
cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.
Bisa juga suami tertular HIV dari hubungan seksual sejenis melalui seks
anal karena orientasi seks suami biseksual. Risiko juga terjadi melalui
hubungan seksual (seks anal) dengan waria. Risiko suami tertular HIV kian
tinggi karena suami (heteroseks) biasanya justru dianal oleh waria atau disebut
ditempong sedangkan waria menempong (studi sebuah lembaga
dampingan LGBT di Surabaya, Jawa Timur). Kondisi tsb. menjadikan suami sebagai
jembatan penyebaran HIV dari kalangan waria ke istri.
Di sisi lai banyak kalangan di Indonesia yang menepuk
dada ketika mengatakan: Tidak ada pelacuran di Indonesia!
Secara de jure
itu benar karena lokalisasi pelacuran yang di era Orde Baru dimaksudkan sebagai
tempat resosialisasi PSK sudah dibumihanguskan. Tapi, secara de facto pelacuran dalam berbagai bentuk
terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu. Celakanya, Satpol PP dan
Polisi hanya berani merazia penginapan, losmen dan hotel melati. Padahal,
praktek pelacuran juga ada di hotel berbintang dan apartemen mewah.
Wajib Kondom
Tidak mungkin menghapuskan praktek pelacuran.
Buktinya, ketika Walikota Surbaya, Ir Tri
Rismaharini, MT, menutup
Dolly praktek pelacuran terjadi melalui online, seperti media sosial dan
ponsel. Beberapa kali polisi di Surabya membongkar jaringan pelacuran online.
Begitu juga dengan menghentikan penyebaran HIV. Adalah
hal yang mustahil menghentikan penyebaran HIV karena banyak orang yang mengidap
HIV/AIDS tidak menyadarinya sehingga mereka menjadi mata rantai penyebaran HIV
di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar
nikah.
Yang bisa dilakukan, dan sudah terbukti di Thailand,
adalah menurunkan insiden penularan HIV baru pada laki-laki dewasa melalui
hubungan seksual dengan PSK dengan program “wajib kondom 100 persen”. Setelah
program ini dijalan dengan skala nasional jumlah calon taruna militer yang
terdeteksi mengidap HIV/AIDS terus berkurang. Cuma, program ini hanya bisa
dilakukan jika pelacuran dilokalisir. Celakanya, di Indonesia tidak ada lagi
pelacuran yang dilokalisir dengan regulasi resmi.
Yang dijalankan pemerintah saat ini adalah
penanggulangan di hilir yaitu melakukan tes HIV terhadap penyalahguna narkoba
dan pasien-pasien dengan indikasi medis atau gejala-gejala terkait infeksi
HIV/AIDS. Sedangkan tes HIV terhadap ibu-ibu hamil hanya ditawarkan, seperti
dikatakan oleh Kepala Seksi Standardisasi Subdirektorat AIDS dan Penyakit
Menular Seksual, Kemenkes, Endang Budi Hastuti.
Program lain yang bisa dijalankan untuk mendeteksi
penduduk yang mengidap HIV/AIDS dan mencegah penularan dari-ibu-ke-bayi yang
dikandungnya adalah mewajibkan pasangan konseling HIV/AIDS ketika istrinya
hamil yang dilanjutkan tes HIV jika perilaku seks suami berisiko tertular HIV.
Yang terjadi sekarang banyak suami yang menolak tes HIV ketika istrinya
terdeteksi mengidap HIV/AIDS, bahkan ada yang marah-marah dengan menuding
istrinya yang selingkuh.
Kunci penanggulangan HIV/AIDS pada ibu rumah tangga
ada pada suami, tapi Inang sendiri justru tidak menyebutkan langkah konkret
yang bisa dijalankan pemerintah.
Yang membuat runyam adalah mitos (anggapan yang salah)
yang selama ini berkembang di masyarakat yaitu HIV/AIDS hanya “berkecamuk” di
lokalisasi pelacuran. Maka, pemerintah pun menutup semua lokalisasi pelacuran.
Laki-laki ‘hidung belang’ pun merasa dirinya tidak berisiko tertular HIV karena
mereka melakukan hubungan seksual bukan dengan PSK dan tidak pula di lokalisasi
pelacuran.
Selama masih ada suami yang melakukan hubungan seksual
tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti
atau dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan yaitu PSK langsung dan
PSK tidak langsung, maka selama itu pula penyebaran HIV ke istri akan terus
terjadi. ***
This permits organizations to offer quickly about just about the most well-known sociable replica watches uk nowadays.
BalasHapusSeveral Pinterest people previously utilize the myspace and facebook being a shopping list or even a want record regarding upcoming acquisitions. Today, the prospective customers can merely select any flag and get that they desire.
Functioning on one occasion and also acquiring covered people endeavours in to the upcoming will be hublot replica that ought to be available. Net specifications are usually continually transforming and also this will be in which net advancement is needed. Understand creating sites. Understand development plus more.
Imagination can be a huge section of the required steps to become productive breitling replica sale director. Any person can cause substance in which covers their particular merchandise. Just what rado replica will take to become productive merchandise director will be the opportunity to generate substance that may actually be noticeable. Look at the a few strategies in which We have shared with an individual and notice when you can produce better yet kinds!