09 Februari 2015

Menyesatkan, DPRD Kab Jember, Kaitkan Keperawanan dan Keperjakaan dengan AIDS

Oleh Syaiful W. HarahapAIDS WatchIndonesia

"Apa yang terjadi, seks bebas terjadi di kalangan pelajar, kemudian angka penderita HIV/AIDS dari kalangan pelajar dan mahasiswa cukup tinggi, inilah yang membuat kita prihatin." Ini pernyataan Wakil Ketua DPRD Jember, Ayub Junaidi (Soal Tes Keperawanan, DPRD Jember Minta Maaf, kompas.com, 9/2-2015).

Pertama, apa yang dimaksud Ayub dengan ‘seks bebas’?

Kalau pengertian ‘seks bebas’ di kalangan anggota DPRD Kab Jember adalah zina, maka mengaitkan ‘seks bebas’ dengan HIV/AIDS menyesatkan karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (zina, seks bebas, dll.), tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual yaitu salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta!

Data Telanjang

Kedua, apa yang dimaksud Ayub dengan “seks bebas terjadi di kalangan pelajar”?

Jika yang dimaksud DPRD Kab Jember “seks bebas terjadi di kalangan pelajar” adalah hubungan seksual pada pasangan pelajar yang berpacaran, maka tidak ada risiko penularan HIV/AIDS selama tidak ada di antara pasangan yang pacaran itu melakukan hubungan seksual dengan yang lain.

Salah satu unsur agar terjadi penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, adalah salah satu atau kedua-dua pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta.

Jika data tentang kasus HIV/AIDS di Kab Jember diberikan oleh Dinkes Jember dan KPA Jember ke DPRD, maka itu artinya ‘data telanjang’ karena tidak dirinci berapa persen pelajar dan mahasiswa yang tertular melalui hubungan seksual.

Soalnya, selama ini data menunjukkan jumlah kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada pelajar dan mahsiswa dengan faktor risiko (cara tertular) jarum suntik pada penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) secara bergantian dalam satu kelompok yang memakai narkoba.

Itu terjadi karena pelajar dan mahasiswa penyalahguna narkoba wajib menjalani tes HIV ketika hendak menjalani rehabilitasi.

Nah, pertanyaan untuk DPRD Kab Jember: Apakah jumlah pelajar dan mahasiwa yang menyalahgunakan narkoba lebih besar daripada laki-laki dewasa yang melacur dengan PSK langsung (PSK yang kasat mata di tempat-tempat pelacuran) dan dengan PSK tidak langsung (PSK yang tidak kasat mata seperti cewek panggilan, cewek kafe, cewek pub, cewek pemijat, ABG, ayam kampus, dll.)?

Secara empiris bisa dilihat di tempat-tempat pelacuran dan tempat yang menyediakan cewek untuk melacur pengunjungnya hampir 90 persen adalah laki-laki dewasa.

Tapi, mengapa Dinkes dan KPA selalu mengatakan: kasus banyak terdeteksi pada usia produktif. Maksudnya pada pelajar dan mahasiswa?

Karena tidak ada mekanisme untuk mendeteksi HIV/AIDS pada laki-laki ‘hidung belang’ yang pernah atau sering melacur dengan PSK langsung atau PSK tidak langsung atau dua-duanya.

Pertanyaan untuk Dinkes Jember dan KPA Jember: Apakah suami ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS juga menjalani tes HIV?

Kalau jawabannya TIDAK, maka itu artinya banyak kasus atau angka yang gelap (dark number) yaitu laki-laki dewasa yang sudah tertular HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Mereka ini menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Menurut Ayub, keinginan DPRD Jember tersebut dilatarbelakangi keprihatinan terhadap semakin terbukanya sistem informasi dan komunikasi sehingga pornografi menjadi bagian yang setiap hari secara bebas dapat dinikmati anak-anak. 

Panen AIDS

Waduh, Pak Ayub, apakah orang-orang dewasa tidak memanfaatkan sistem informasi dan komunikasi sehingga pornografi yang menurut Anda terbuka itu?

Jangalah mencari menjadikan anak-anak, pelajar dan mahasiswa jadi tumbal untuk menutupi aib kalangan dewasa.

Silakan ditanya Polres Kab Jember: Berapa kasus pencabulan, perkosaan, pelecehan seksual yang dilakukan anak-anak, pelajar, mahasiswa dan orang dewasa?

Nah, kalau sudah ada data ini bolehlah Anda analisis. Tapi, semua ‘kan hanya berdasarkan asumsi Pak Ayub.

Apakah tidak ada anggota DPRD Kab Jember yang ‘bermain-main’ dengan pornografi?

Di bagian lain Pak Ayub mengakan: "Apa yang terjadi, seks bebas terjadi di kalangan pelajar, kemudian angka penderita HIV/AIDS dari kalangan pelajar dan mahasiswa cukup tinggi, inilah yang membuat kita prihatin.”

Seperti diuraikan di atas, kalau ‘seks bebas’ diartikan zina atau melacur, apakah tidak ada laki-laki dewasa yang melacur?

Karena Pak Ayub mengait-ngaitkan ‘seks bebas’ dengan HIV/AIDS, pertanyaannya adalah: Berapa kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada remaja putri (sebagai pasangan ‘seks bebas’ pelajar dan mahasiswa) dan ibu-ibu rumah tangga?

Lebih lanjut Pak Ayub mengatkaan: “ .... tingginya angka penderita HIV/ AIDS yang berasal dari kalangan pelajar menjadi pekerjaan rumah bersama.”

Kasus HIV/AIDS pada kalangan pelajar dan mahasiswa sudah berada pada terminal terakhir. Artinya, mereka tidak mempunyai pasangan tetap sehingga tidak menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS.

Bandingkan dengan seorang suami. Jika seorang suami tertular HIV/AIDS, maka dia akan menularkan HIV/AIDS secara horizontal kepada istrinya, jika istrinya lebih dari satu maka jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV pun kian banyak. Kalau istri tertular HIV, maka ada pula risiko penularan HIV secara vertikal ke bayi yang dikandungnya kelak.

Diberitakan bahwa Komisi D DPRD Jember akan meminta kepada Dinas Pendidikan untuk meningkatkan efektivitas pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah agar anak-anak lebih memahami bahaya seks bebas.

Apakah laki-laki dewasa penduduk Kab Jember sudah melek kesehatan reproduksi?

Apakah ada jaminan tidak ada laki-laki dewasa penduduk Kab Jember yang berzina, melacur, dll.?

Insiden infeksi HIV baru terus terjadi di Kab Jember karena tidak ada program penanggulangan yang konkret yaitu regulasi yang mewajibkan laki-laki memakai kondom setiap kali ngeseks dengan pekerja seks komersial (PSK).

Celakanya, Pak Ayub akan membusungkan dada dengan mengatakan: “Di Kab Jember tidak ada pelacuran.”

Di satu sisi Pak Ayub benar adanya karena memang tidak ada pelacuran yang dilokalisir dengan peraturan.

Tapi, apakah Pak Ayub bisa menjamin di wilayah Kab Jember tidak ada praktek pelacuran yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung?

Tentu saja tidak bisa karena praktek pelacuran terjadi di sembarang waktu dan sembarang tempat.

Itu artinya insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi, terutama pada laki-laki dewasa yakni pelajar, mahasiswa, lajang, duda dan suami melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.

Maka, Pemkab Jember tinggal menunggu waktu saja untuk “panen AIDS”. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.