19 Januari 2015

Norma-norma Agama, Pergaulan Bebas, Seks Bebas dan AIDS



Oleh Syaiful W. HarahapAIDS WatchIndonesia

“Pergaulan remaja yang melewati norma-norma agama, dan pergaulan yang bebas hingga berujung dengan seks bebas jelas sangat mengkhawatirkan. Apalagi HIV/AIDS mengancam pelaku seks bebas itu.” Ini pernyataan pada lead berita “Duh, Pelajar di Sintang Dominasi Pengidap HIV/AIDS” di tribunnews.com (18/1-2015).

Pernyataan ini tidak bertumpu pada fakta sebagai realitas sosial di social settings karena mengabaikan kebenaran.

Pertama, pergaulan yang melewati norma-norma agama tidak hanya pada remaja karena orang-orang tua pun, bahkan tokoh agama dan pejabat, ada yang melakukan perilaku yang melewati norma-norma agama.

Kedua, tidak ada kaitan langsung antara pergaulan bebas sampai seks bebas dengan penularan HIV/AIDS karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas), tapi karena kondisi hubungan seksual (salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali hubungan seksual).

Lead berita itu ditulis dengan memakai moralitas diri pribadi wartawan atau redaktur yang menulis lead tsb. Padahal, berita dalam kaidah jurnalistik harus bertumpu pada fakta bukan sebagai opini dengan balutan moral.

Pemahaman terhadap HIV/AIDS pada diri wartawan yang menulis berita ini sangat rendah sehingga memprihatinkan sebagai pemberi informasi karena berita yang ditulis tidak akan bisa berperan sebagai agen perubahan (agent of change) perilaku. Soalnya, dalam HIV/AIDS yang perlu “diperbaiki” adalah perilaku karena perilakulah yang menentukan seseorang berisiko atau tidak berisiko tertular HIV/AIDS.

Lihat saja pernyataan ini: “Dari Data Pelaksana Program Penanggulangan HIV/AIDS RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang, Kalbar, angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.”

Cara pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan akan terus ‘mengalami peningkatan’. Angka laporan kasus HIV/AIDS tidak akan pernah berkurang atau turun biar pun semua pengidap HIV/AIDS mati.

Disebutan bahwa kasus HIV/AIDS  banyak terdeteksi di kalangan pelajar SMA yaitu 104 yang terdeteksi dari tahun 2006 sampai 2014.

Sayang, dalam berita tidak dijelaskan faktor risiko (cara penularan HIV/AIDS) pada kalangan pelajar SMA tsb.

Ada kemungkinan pelajar SMA yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS adalah di kalangan penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya). Maka, amatlh wajar banyak terdeteksi kasus HIV/AIDS karena penyalahguna narkoba wajib tes HIV ketika hendak menjalani rehabilitasi.

Disebutkan pula bahwa "Polisi sudah melakukan tindakan preventif, melakukan pembinaan bersama orangtua yang berpengaruh terhadap perkembangan remaja tersebut, seperti guru, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, " terang AKBP Veris Septiansyah.

Ketika remaja melanggar norma agama dianggap salah dan dilakukalah pembinaan seperti yang disebutkan Veris itu. Padahal, fakta menunjukkan banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi pada ibu rumah tangga. Ini membuktikan kalangan dewasa, dalam hal ini suami, justru melakukan perbuatan yang melanggar norma agama, al. melacur dengan pekerja seks komersial (PSK) sehingga mereka berisiko tertular HIV/AIDS.

Lalu, mengapa tidak ada pembinaan terhadap orang-orang tua?

Jika remaja tertular HIV/AIDS hal itu sudah bagaikan terminal terakhir karena remaja-remaja itu tidak mempunyai istri sehingga mereka tidak menularkan HIV ke orang lain. Berbeda dengan orang-orang tua yang beristri. Kalau mereka tertular maka ada pula resiko penularan kepada istri yang selanjutnya istri bisa menularkan HIV ke janin yang dikandungnya.

Selama pelacuran tidak dilokalisir, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru terjadi karena tidak ada program intervensi melalui regulasi ke pelacuran yaitu kewajiban memakai kondom bagi laki-laki yang melacur dengan PSK.

Maka, selama tidak ada program yang konkret dan sistematis untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Sintang yang kelak akan bermuara pada “ledakan AIDS”. ***

1 komentar:

  1. If you happen to focused on gathering up fake rolex, purchase them all within www.the-rolex-submariner.com. Definitely, this website fails to primarily provide you with fake rolex, some people put up for sale different types in copy running watches in distinctive brandnames. Undoubtedly, rolex replica uk can be more inexpensive on rate which you could order as much as you prefer when you're what type which will accumulates running watches. Rolex running watches include distinctive versions and even cartier replica uk. Some of these will be able to meet ones own desirable clothes. Whilst you look at the blog, you can examine at an assortment of replica panerai just like the immediately after. Nonetheless they are really utilising more inexpensive items, they are really heavy duty and even achieve last.

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.