Oleh Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia
* Laki-laki pelanggan PSK di Kab Berau berisiko tinggi tertular HIV/AIDS
....
“2014, 25 PSK Positif HIV/AIDS. Sudah
Periksa 1.181 Pekerja”. Ini
judul berita di kaltimpost.com,7/1- 2015.
Kalau wartawan dan
narasumber berita ini, Kepala
Diskes Kabupaten Berau Totoh Hermanto, melalui Kepala Seksi Pemberantasan
Penyakit Ramadan, memahami epidemi HIV/AIDS dengan baik, maka judul berita itu
sudah berbicara banyak. Sayang, dalam berita tidak ada penggambaran realitas
sosial terkait dengan fakta yaitu “25 PSK positif HIV/AIDS”.
Sata Dinas Kesehatan (Diskes) Berau,
Kaltim, menunjukkan sampai tahun 2014 terdeteksi 25 kasus HIV/AIDS.
Pertama, ada
kemungkinan 25 PSK tsb. tertular HIV/AIDS di Kab Berau. Itu artinya ada 25
laki-laki dewasa, dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai suami, pacar,
lajang, selingkunan, duda, dll. yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, buruh,
nelayan, rampok, dll. yang mengidap HIV/AIDS. Mereka inilah yang menularkan
HIV/AIDS kepada 25 PSK. Di kehidupan ril di masyarakt 25 laki-laki ini menjadi
mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal antar penduduk, terutama
melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Bagi yang
beristri akan menularkan HIV/AIDS ke istrinya, yang tidak beristri menularkan
HIV ke pasangannya.
Laki-laki Pelanggan PSK
Kedua, ada
kemungkinan 25 PSK itu terular HIV di luar Kab Berau. Jika ini yang terjadi
maka laki-laki, jumlahnya bisa ratusa sampai ribuan, yang melakukan hubungan
seksual dengan 25 PSK yang mengidap HIV/AIDS itu berisiko tertular HIV/AIDS.
Laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK itu dalam kehidupan
sehari-hari bisa sebagai suami, pacar, lajang, selingkuhan, duda, dll. yang
bekerja sebagai pegawai, karyawan, buruh, nelayan, rampok, dll. Laki-laki yang
tertular HIV/AIDS dari 25 PSK itu pun menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS
di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di
luar nikah. Bagi yang beristri akan menularkan HIV/AIDS ke istrinya, yang tidak
beristri menularkan HIV ke pasangannya.
Seseorang yang terdeteksi mengidap
HIV/AIDS minimal sudah tertular HIV tiga bulan sebelum tes. Jika di antara PSK
itu ada yang terdeteksi HIV/AIDS di masa AIDS itu artinya mereka tertular HIV
antara 5-15 tahun sebelum tes HIV.
Ini dia jumlah laki-laki yang
berisiko tertular HIV/AIDS setiap bulan: 25 PSK x 3 laki-laki/malam x 20
hari/bulan x 3 bulan = 4.500.
Jika ada PSK yang terdeteksi
HIV/AIDS pada masa AIDS, maka jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS akan
lebih banyak karena bisa saja mereka tertular 5 atau 15 tahun sebelum tes.
Disebutkan “ .... sebanyak 25 orang positif menderita
penyakit berbahaya tersebut.” Pernyataan ini menunjukkan penilaian yang tidak
objektif terhadap HIV/AIDS. Semua penyakit berbahaya, bahkan demam berdarah
tidak ada obatnya sehingga banyak penderitanya yang meninggal.
Kepala Diskes Kabupaten Berau Totoh Hermanto, melalui
Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Ramadan. Mengatakan bahwa penderita
penyakit HIV/AIDS pada 2013 hanya 17 orang, 2012 tercatat sebanyak 15 orang
saja.
Angka kasus yang dilaporkan atau yang terdeteksi pada
tahun 2012 dan 2013 tidak menunjukkan kasus yang sebenarnya di masyarakat
karena: (1) Pemkab Berau tidak mempunyai program yang konkret dan sistematis untuk
mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat, dan (2) Bisa saja penduduk Kab Berau
tes di luar daerah.
Yang jelas kasus yang ditemukan tahun 2012 dan 2013
menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat sehingga tanpa mereka
sadari. Maka, kasus HIV/AIDS di masyarakat yang konkret bisa lebih banyak dari
kasus yang terdeteksi.
Disebutkan pula: “ .... 25 penderita tersebut didominasi pekerja di tempat-tempat hiburan dan salon yang ada di Kabupaten Berau, setelah melakukan tes darah kepada seluruh pegawai di tempat hiburan di sepanjang tahun 2014.”
Pernyataan ini lagi-lagi menunjukkan pemahaman yang
sangat rendah terhadap epidemi HIV/AIDS karena yang jadi masalah bukan jumlah
pekerja tempat hiburan yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS, tapi (a) Laki-laki yang
menularkan HIV/AIDS kepada 25 pekerja hiburan tsb, dan (b) Laki-laki yang
berisiko tertular HIV/AIDS dari 25 pekerja hiburan tsb. (Lihat gambar).
Insiden
Infeksi HIV Baru
Hal yang sama terjadi pada dialog dalam karikatur,
yaitu:
Laki-laki berpakaian hitam: “Astaga ..!! PSK Penderita
HIV/AIDS Makin Bertambah Bro .. Waduh .. Bagaimana Ini Ya ..”
Laki-laki berpakain kotak-kotak: “Ini Peringatan Buat
Kita Sebagai Lelaki Hidung Belang Agar Waspada, Bro ..”
Dialog ini menunjukkan mereka adalah pelanggan PSK dan
mereka tidak menyadari bahwa bisa saja mereka yang menularkan HIV/AIDS ke PSK
dan mereka pun bisa pula sudah tertular dari PSK tsb. jika mereka tidak memakai
kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK itu.
Kalau saja yang membut karikatur itu memahami epidemi HIV/AIDS
dengan baik, maka dialognya adalah:
Laki-laki berpakaian hitam: “Astaga, Kita Kan Pernah
Ngeseks dengan PSK. Gak Pakai Kondom Lagi. Wah, Jangan-jangan Kita Sudah
Tertular HIV/AIDS. Bagaimana dengan Istri dan Anak-anak Kita?”
Laki-laki berpakain kotak-kotak: “Ya, Benar Juga.
Sebaiknya Kita ke Rumah Sakit Ya, Tes HIV Agar Ketahuan Apakah Kita Sudah
Tertular HIV!”
Dialog seperti ini ‘kan menggugah dan mencerahkan
sehingga masyarakat, khususnya laki-laki yang pernah ngeseks dengan PSK tanpa
kondom terdorong untuk tes HIV. Jika seseorang, terutama laki-laki yang
terdeteksi mengidap HIV/AIDS, bisa diputus mata rantai penyebaran HIV. Paling
tidak ke istrinya.
Ada lagi pernyataan: “ .... tempat hiburan diperiksa
setiap tiga bulan sekali.” Ya, selama tiga bulan sebelum PSK itu diperiksa
sudah puluhan bahkan ratusan laki-laki yang ngeseks tanpa kondom sehingga
ratusan laki-laki tsb. berisiko tertular HIV/AIDS.
Disebutkan bahwa Diskes telah memberikan perawatan
khusus di rumah sakit. “Ada yang selesai mengikuti pengobatan, berkeliaran lagi
seperti sebelumnya. Jadi dilema juga kalau seperti itu. Sebab kami tidak bisa
memantau lagi setelah pengobatan itu,” jelasnya.
Orang-orang yang terdeteksi HIV/AIDS tidak otomatis
mendapat perawatan di rumah sakit. Lagi pula kalau tes HIV dilakukan sesuai
dengan standar prosedur operasi yang baku, maka orang-orang yang menjalani tes
sudah berjanji “menghentikan penyebaran HIV/AIDS mulai dari dirinya.”
Ini menunjukkan Diskes Berau pun tidak memahami
epidemi HIV/AIDS secara baik. Yang jadi persoalan besar adalah penduduk,
terutama laki-laki, penduduk Berau yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi tidak
terdeteksi. Mereka inilah yang menyebarkan HIV/AIDS di masyarakat, tertutama
melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Selain itu insiden infeksi HIV baru di Kab Berau akan
terus terjadi karena tidak ada program yang konkret berupa “wajib kondom” bagi
laki-laki yang ngeseks dengan PSK.
Kasus HIV/AIDS yang ditemukan pada ibu-ibu rumah
tangga membuktikan ada laki-laki penduduk Kab Berau yang ngeseks dengan PSK tidak memakai kondom. Pada gilirannya istri yang
tertular HIV dari suami akan menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya.
Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian banyak bayi yang baru lahir
terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Dalam gambar ada Intervensi yang bisa dilakukan Pemkab
Berau yaitu memaksa laki-laki memakai kondom ketika ngeseks dengan PKS (dengan
catatan pelacuran dilokalisir dengan regulasi) dan mewajibkan perempuan hamil
tes HIV agar bisa dicegah penularan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Tentu saja program intervensi tidak akan bisa
dilakukan karena dalam Perda AIDS Prov Kaltim pun tidak ada dua program itu.
Lagi pula Pemkab Berau tidak akan mungkin melokalisir pelacuran.
Maka, Pemkab Berau tinggal menunggu waktu saja untuk
“panen AIDS”. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.