05 Desember 2014

Ibu Rumah Tangga Ini Cemas dan Takut Tertular HIV/AIDS Karena Pernah Ngeseks Sebelum Berkeluarga

Tanya Jawab AIDS No 2/Desember 2014

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap melaluiAIDS Watch Indonesia” (http://www.aidsindonesia.com) melalui: (1) Surat ke PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****

Tanya: Saya, seorang ibu rumah tangga cemas dan takut karena dulu saya pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah lebih dengan satu laki-laki. Menyesal sudah berbuat dosa. Terima kasih sudah bersedia jadi tepat curhat karena selama ini saya jujur saya akui malu dan takut bercerita tentang yang saya alami. Ada rasa takut dan sedih. Campur aduk. (1) Berapa biaya tes HIV/AIDS?  (2) Bagaimana biar beban pikiran saya bisa hilang? (3) Apakah HIV/AIDS itu seperti kanker, ada stadium 1, dst.? Saya berharap kalau saya tes hasilnya negatif. (4) Apakah ada orang yang kena HIV/AIDS sembuh total?
Ny “X”, via SMS (1/12-2014)

Jawab: Karena informasi pada awal epidemi HIV/AIDS di Indonesia, bahkan sampai sekarang, selalu dibumbui dengan norma, moral dan agama membuat informasi tentang HIV/AIDS tidak akurat karena yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah). Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan zina, hubungan seksual di luar nikah, melacur, ‘seks bebas’, selingkuh, dll. Ini tidak benar karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi jika salah satu dari yang melakukan hubungan seksual itu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (kondisi hubungan seksual), bakan karena zina, di luar nika, dll. (sifat hubungan seksual).

Maka, biar pun Anda pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah, yang menurut Anda berbuat dosa, bukan ini penyebab tertular HIV/AIDS. Tapi, jika laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS dia tidak memakai kondom ketika kalian melakukan hubungan seksual.

Memang, rasa penyesalan, ketakutan dan kekhawatiran tertular HIV selalu datang belakangan. Maka, untuk menghilangkan hal itu sebaiknya Anda tes HIV karena dengan mengetahui status HIV, negatif atau positif, kita bisa melangkah ke masa depan dengan baik.

Ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, risiko tetular HIV melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom adalah 1:100. Artinya, dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali risiko terjadi penularan HIV. Persoalannya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual yang keberapa terjadi penularan HIV. Bisa yang pertama, kedua, ketujuh, ketiga puluh, kedepalan puluh lima, bahkan yang keseratus. Artinya, setiap hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan kondisi salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom selalu ada risiko penularan HIV/AIDS. Hal kedua adalah tidak diketahui status HIV laki-laki yang pernah ngeseks dengan Anda.

Selain itu perlu juga diperhatikan jika Anda tertular HIV/AIDS dari laki-laki itu, maka ada pula risiko Anda menularkan HIV/AIDS ke suami dan anak yang dikandung. Itulah perlunya tes HIV agar bisa diketahui langkah selanjutnya sehingga semua berjalan lancar.

(1) Biaya tes HIV bervariasi, tapi lebih baik Anda tes HIV di tempat yang sudah direkomendasikn oleh Kemenkes RI yaitu di Klinik VCT. Di Jakarta Selatan Anda bisa ke RS Fatmawati. Bisa juga ke Pokdisus AIDS RSCM Jakarta Pusat, Klinik Carlo di RS Carolus, Jakarta Pusat, dll. Biaya tes HIV berkisar antara Rp 275.000 – Rp 300.000. Jika hasil tes positif, maka perlu pula tes CD4 dengan biaya yang hampir sama.

(2) Ya, dengan tes HIV. Apa pun hasilnya akan membuat diri Anda lebih nyaman karena sudah ada kepastian dan melangkah ke masa depan pun lebih pasti. 

(3) Infeksi HIV/AIDS tidak persis seperti kanker. Yang ada adalah masa AIDS yaitu setelah tertular antara 5-15 tahun yaitu suatu kondisi yang membuat pengidap HIV/AIDS mudah kena penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya sudah sangat rendah. Untuk itulah diperlukan tes CD4 untuk memastikan apakah sudah saatnya minum obat antiretroviral (ARV) atau belum. Sebelum masa AIDS sama sekali tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS.

(4) Perlu dipahami bahwa (a) Ada penyakit yang tidak ada obatnya, seperti demam berdarah, (b) Ada penyakit yang ada obatnya tapi tidak bisa disembuhkan, seperti darah tinggi dan diabetes, (c) Tidak ada obat yang bisa membunuh virus di dalam tubuh, bahkan virus flu pun hanya bisa dilemahkan. Sekali seseorang tertular flu maka virus akan terus ada dalam tubuh.

Nah, terkait HIV/AIDS ada obatnya yaitu obat ARV yang akan bekerja menghambat perkembangan virus di dalam darah. Soalnya, sebagai virus HIV berkembang biak antara miliaran sampai triliunan di dalam darah yang akan merusak kekebalan tubuh. Dengan obat ARV perkembangan HIV dihambat. Tapi, tidak otomatis orang-orang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS akan minum obat ARV. Tergantung dari hasil tes CD4 yaitu di bawah 350. ***



Cewek Ini Takut Kena AIDS Setelah Ngeseks dengan 3 Cowok

Tanya Jawab AIDS No 1/Desember 2014

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap -  “AIDS Watch Indonesia” (http://www.aidsindonesia.com) melalui: (1) Surat ke PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.
 *****
Tanya: Saya pernah punya dua cowok, A dan B. Dua-duanya perjaka dan saya juga masih virgin. Suatu hari saya dan A melakukan hubungan seksual. Sebulan kemudia saya ngeseks dengan B. Selanjut saya gonta-ganti ngeseks dengan A dan B masing-masing enam kali. (1) Apakah saya terkena HIV/AIDS? Ketika ngeseks dua cowok saya itu tidak pakai kondom. Sekarang saya ngeseks dengan C karena hubungan saya dengan A dan B sudah saya putus. Saya tahu persis A dan B perjaka karena mereka teman saya sejak kecil. (2) Berapa persen risiko saya tertular HIV/AIDS? (3) Apa gejala-gejala setelah tertular HIV/AIDS? (4) Berapa bulan sejak tertular baru ada gejala? (5) Apa saja gejala yang menunjukkan kalau saya sudah tertular HIV/AIDS? Hadewh... gimana, dong, saya ini.
Nn “A” via SMS (28/11-2014)

Jawab: (1) Anda bisa membuktikan kalau A dan B perjaka! Tidak bisa dibuktikan secara medis apakah seorang laki-laki perjaka. Ini fakta. Biar pun Anda kenal baik dengan A dan B, apakah setiap saat Anda mengawasi langkah mereka berdua? Tentu saja tidak. Maka tidak bisa dibuktikan bahwa A dan B tidak pernah ngeseks dengan cewek lain, dengan pekerja seks konersial (PSK), dengan waria atau dengan sesama jenis. Itu artinya perilaku Anda berisiko tertular HIV karena melakukan hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti.

(2) Tidak ada hitung-hitungan yang pasti tentang risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Gambarannya adalah 1:100. Artinya, dalam 100 kali hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan orang yang mengidap HIV/AIDS ada 1 kali risiko penularan. Persoalannya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual ke berapa terjadi penularan HIV/AIDS. Bisa yang pertama, kedua, ketujuh, kelima belas, keempat puluh, kesembilan puluh sembilan atau yang ke seratus. Itu artinya setiap hubungan seksual yang bersiko, yaitu (a) dilakukan tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti, (b) dilakukan tanpa kondom dengan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti PSK, ada risiko tertular HIV/AIDS.

(3), (4) dan (5) Nah, itu dia masalahnya. Tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri, atau gejala-gejala HIV/AIDS yang khas pada fisik dan kesehatan orang-orang yang sudah tertular HIV. Ada pun gejala kelak biasanya muncul pada masa AIDS yaitu setelah tertular HIV antara 5-15 tahun. Tapi, itu pun tidak gejala yang khas. Kuncinya adalah jika ada gejala-gejala yang terkait dengan HIV/AIDS hal itu berkaitan langsung dengan HIV/AIDS jika ybs. pernah melakukan perilaku berisiko tertular HIV.

Agar Anda tidak was-was, sebaiknya menjalani tes HIV dengan catatan tes dilakukan minimal tiga bulan dari hubungan seksual terakhir, di dalam atau di luar nikah, dengan kondosi cowok tidak memakai kondom. Saya akan kirimkan nama dan nomor kontak konselor yang bisa Anda hubungi di kota Anda. ***

03 Desember 2014

Laki-laki di Kab Luwu Utara, Sulsel, Berisiko Kena AIDS jika Ngeseks dengan Cewek Pekerja Hiburan Malam

Oleh Syaiful W. HarahapAIDS Watch Indonesia

Mayoritas Penderita HIV/AIDS di Luwu adalah Pekerja Tempat Hiburan Malam.” Ini judul berita di kompas.com (2/12-2014).

Kalau sumber berita dan wartawan yang menulis berita ini memehami epidemi HIV/AIDS secara komprehensif, maka fakta berupa 12 pekerja hiburan malam yang mengidap HIV/AIDS merupakan persoalan besar, karena (lihat gambar):

(1) Yang menularkan HIV/AIDS kepada perempuan atau cewek pekerja hiburan malam itu adalah laki-laki dewasa penduduk Kab Luwu Utara. Itu artinya ada 12 laki-laki dewasa penduduk Kab Luwu Utara yang mengidap HIV/AIDS. Mereka ini jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Bagi laki-laki yang beristri akan menularkan HIV/AIDS ke istri (horizontal). Jika istri tertular, maka ada pula risiko penularan kepada bayi yang dikandungnya (vertikal).

(2) Penyebaran HIV/AIDS pada masyarakat di Kab Luwu Utara dilakukan oleh laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan 12 cewek pekerja hiburan malam. Laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari cewek pekerja hiburan malam jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Bagi laki-laki yang beristri akan menularkan HIV/AIDS ke istri (horizontal). Jika istri tertular, maka ada pula risiko penularan kepada bayi yang dikandungnya (vertikal).

(3) Seseorang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS melalui tes HIV itu artinya ybs. sudah tertular HIV/AIDS minimal 3 bulan. Maka, dalam rentang waktu 3 bulan ada 2,160 laki-laki dewasa penduduk Kab Luwu Utara yang berisiko tertular HIV/AIDS yaitu yang melakukan hubungan seksual dengan cewek pekerja hiburan malam (12 cewek x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 3 bulan).

Salah satu indikator tentang laki-laki yang membeli seks kepada cewek pekerja hiburan malam adalah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada perempuan hamil. Persoalannya adalah ada kemungkinan Pemkab Luwu Utara tidak mempunyai regulasi untuk mewajibkan perempuan hamil dan pasangannya untuk konseling dan tes HIV.

Dalam berita disebutkan: Hasil pemeriksaan darah yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Utara terhadap seluruh warganya menunjukkan bahwa mayoritas penderita HIV/ AIDS di daerah ini adalah pekerja tempat hiburan malam. 

Astaga. Apa benar semua penduduk Kab Luwu Utara sudah menjalani tes HIV?

Kalau jawabannya YA, maka ini benar-benar luas biasa karena baru pertama kali di dunia penduduk sebuah kabupaten menjalani tes HIV.

Lagi pula tidak ada gunanya melakukan tes HIV kepada semua penduduk karena tidak semua orang melakukan perilaku berisiko tertular HIV.

Pernyataan ‘.... mayoritas penderita HIV/ AIDS di daerah ini adalah pekerja tempat hiburan malam’ dikesankan bahwa persoalan ada pada perempuan atau cewek pekerja tempat hiburan malam. Padahal, seperti dijelaskan di atas persoalan bukan pada cewek-cewek pekerja tempat hiburan malam itu, tapi ada pada masyarakat Kab Luwu Utara.

Hal lain yang luput dari perhatian adalah masa jendela yaitu rentang waktu antara tertular HIV dan terbentuknya antibody HIV di dalam darah. Ini antara 0-3 bulan. Nah, biar pun Pemkab Luwu Utara melakukan tes HIV kepada semua penduduk hasilnya tidak bisa dipakai karena bisa saja ada panduduk pada masa jendela sehingga tes HIV tidak akurat.

Soalnya, di masa jendela tes HIV dengan ELISA bisa menghasilkan negatif palsu (hasil tes nonreaktif padahal HIV ada di dalam darah tapi tidaki terdeteksi karena belum ada antibody HIV) atau positif palsu (hasil tes reaktif tapi HIV belum ada di dalam darah ada kemungkinan ELISA mendeteksi antibody virus lain di dalam darah),

Yang perlu dilakukan oleh Pemkab Luwu Utara adalah mencari laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubunan seksual tanpa kondom dengan cewek pekerja hiburan malam dengan membuat peraturan daerah (Perda) atau peraturan bupati (Perbup) yang mewajikan perempuan hamil dan pasangannya menjalani konseling dan tes HIV. Agar tidak melanggar hak asasi manusia (HAM) yang diwajibkan adalah yang berobat ke rumah sakit pemerintah dan puskesmas.

Salain itu Pemkab Luwu Utara pun perlu melakukan intervensi terhadap tempat-tempat hiburan malam dengan merangkul germo atau pemilik tempat hiburan agar mereka memaksa setiap laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan cewek pekerja hiburan malam.

Regulasi dibuat melalui Perda agar bisa dicantumkan sanksi hukum terhadap germo atau pemilik tempat hiburan. Dilakukan survailans tes IMS (infeksi menula seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepaitis B, klamdia jengger ayam, dll.), secara rutin terhadap cewek pekerja di tempat hiburan malam. Jika ada karyawan mereka yang mengidap IMS  maka germo atau pemilik tempat hiburan diberikan hukuman, mulai dari teguran, denda, sampai kurungan.

Tanpa program penanggulangan yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di Kab Luwu Utara akan terus terjadi yang kelak bermuara pada “ledakan AIDS”. ***

30 November 2014

Menunggu Program Konkret Pemerintah untuk Menurunkan Insiden Infeksi HIV Baru

* Hari AIDS Sedunia 2014

Oleh Syaiful W. HarahapAIDS Watch Indonesia

Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara di Asia dengan angka pertambahan kasus HIV baru yang tertinggi setelah Tiongkok dan India. Sampai 30 September 2014 sudah dilaporkan 206.084 kasus HIV/AIDS yang terdiri atas 150.285 HIV dan 55.799 AIDS dengan 9.796 kematian yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara.

Penyebaran HIV/AIDS sudah terjadi di seluruh wilayah Nusantara mulai dari Aceh sampai Papua. Di 21 provinsi kasus HIV antara 1.000 – 32.000, sedangkan kasus AIDS di 11 provinsi antara 1.000 – 10.000.

Mitos AIDS

Secara global laporan UNAIDS menyebutkan pada tahun 2012 diperkirakan ada 34 juta penduduk dunia yang hidup dengan HIV/AIDS, sedangkan infeksi HIV baru pada bayi berjumlah 280.000, infeksi baru 2,3 juta, kematian terkait AIDS 1,6 juta, pengidap HIV/AIDS yang menerima pengobatan 9,7 juta.

Kasus-kasus HIV yang terdeteksi akan masuk ke masa AIDS antara 5-15 tahun kemudian sehingga di bebarapa daerah dengan jumlah kasus HIV yang mencapai ribuan kelak akan terjadi “ledakan AIDS”.

Akhir tahun 1990-an kalangan ahli memperkirakan epidemi HIV/AIDS akan menggerogoti dana pembangunan di kawasan Asia Pasifik karena 60 persen penduduk dunia bermukim di kawasan ini. Celakanya, penemuan kasus baru di kawasan Asia Pasifik justru terus meroket. Sedangkan di kawasan Afrika, Eropa Barat, Amerika Serikat dan Australia penemuan kasus baru justru mulai mendatar karena negara-negara di kawasan ini sudah menjalankan program penanggulangan yang konkret.

Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia sudah berada pada kondisi yang mengkhawatirkan karena insiden infeksi HIV baru terus terjadi. Insiden infeksi HIV baru terutama pada laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dll.), dan PSK tidak langsung (cewek kafe, cewek pub, cewek disko, ‘ayam kampus’, ABG, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.).

Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia akan terus terjadi karena sejak awal epidemi sampai sekarang tidak ada program penanggulangan yang komprehensif. Penanggulangan hanya dengan orasi moral yang mengedepankan mitos (anggapan yang salah tentang HIV/AIDS): bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berbudaya, beradab, dan beragama sehingga tidak mungkin tertular HIV/AIDS.

Kesalahan besar pemerintah dalam penanggulangan HIV/AIDS adalah menjadikan kasus kematian seorang laki-laki wisatawan Belanda yang terkait AIDS di RS Sanglah, Denpasar, Bali (1987) sebagai kasus pertama AIDS di Indonesia. Wisatawan itu disebut-sebut seorang gay (orientsai seksual yang tertarik kepada laki-laki). Kasus ini mengentalkan mitos: AIDS penyakit gay, AIDS dibawa dari luar negeri, AIDS penyakit orang bule, dll.

Akibatnya, banyak orang yang merasa perilakunya tidak berisiko tertular HIV/AIDS karena mereka tidak termasuk dalam kategori di atas.

Pelanggan PSK

Laporan Kementerian Kesehatan RI menyebutkan pada tahun 2012 di Indonesia ada 6,7 juta laki-laki yang menjadi pelanggan PSK. Dari jumlah ini 2,2 juta di antaranya adalah laki-laki yang mempunyai istri (kompas.com, 3/12-2012). Celakanya, laki-laki itu tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK. Maka, ada 2,2 istri yang berisiko tertular HIV/AIDS dari suaminya. Laporan menyebutkan 6.230 ibu rumah tangga terdeteksi mengidap HIV/AIDS, selanjutnya HIV/AIDS juga terdeteksi pada 1.009 anak usia 0-4 tahun. Bayi dan anak-anak ini lahir dari ibu yang mengidap HIV/AIDS.

Langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki pelanggan PSK adalah melalui intervensi dengan regulasi barupa ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK. Cara ini sudah terbukti menurunkan kasus HIV/AIDS baru di Thailand dengan indikator jumlah kasus HIV/AIDS yang terus turun pada calon tentara dan polisi.

Program ‘wajib kondom 100 persen’ hanya bisa dilakukan kalau pelacuran dilokalisir melalui regulasi. Itu artinya program ini tidak bisa dijalankan secara efektif di Indonesia.

Maka, yang bisa dilakukan pemerintah untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di masyarakat adalah dengan membuat UU:

(a) mewajibkan perempuan hamil dan suami atau pasangannya menjalani konseling dan tes HIV, dan

(b) mewajibkan semua pasien yang berobat ke sarana kesehatan pemerintah, seperti puskesmas dan rumah sakit, menjalani konseling dan tes HIV.

Dua cara itu tidak melanggar HAM karena ada pilihan bagi yang tidak bersedia menjalani konseling dan tes HIV yaitu berobat ke sarana kesehatan nonpemerintah.

Deteksi dini pengidap HIV/AIDS juga terkait dengan pengobatan untuk menekan laju perkembangan HIV di dalam darah yaitu dengan obat antiretroviral (ARV). Rekomendasi WHO menyebutkan jika CD4 (mencerminkan keadaan sistem kekebalan tubuh) pengidap HIV/AIDS di bawah 350 harus minum obat ARV. Sejauh ini obat ARV gratis, tapi tahun depan akan didanai dari APBN karena sebagai negara menengah Indonesia tidak boleh lagi menerima hibah dari luar negeri. Paket obat ARV lini satu Rp 360.000/bulan sepanjang hayat.

Tanpa langkah-langkah yang konkret penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Indonesia yang kelak akan sampai pada “ledakan AIDS” sehingga menggerogoti APBN (Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara) al. untuk pembelian obat ARV, pengobatan dan perawatan pengidap HIV/AIDS. ***