Oleh Syaiful W.
Harahap – AIDS Watch Indonesia
* Semua
tempat tes HIV menjalankan kerahasiaan ....
“Lima artis Ibu Kota
dikabarkan menjalani voluntary counseling test (VCT)
di Kota Salatiga, Jawa Tengah. VCT adalah serangkaian tes untuk memastikan
apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak.” Ini lead
pada berita “Lima Artis Ibu Kota ‘Diam-diam’
Jalani Tes HIV-AIDS di Salatiga” (kompas.com,
27/11-2014).
Judul
berita ini sensasional karena banyak orang yang tes HIV secara diam-diam dan
sembunyi-sembunyi karena status HIV/AIDS seseorang akan berdampak buruk di
masyarakat dan sarana kesehatan. Mulai dari ejekan, cacian, cercaan, sampai
pada stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda). Maka, banyak
orang yang memilih tes HIV secara diam-diam.
Sedangkan
pernyataan “menjalani voluntary
counseling test (VCT)” tidak tepat karena VCT bukan jenis tes,
tapi menunjukkan sifat tes yaitu sukarela dengan konseling. Artinya, tes HIV
dilakukan dengan dasar sukarela dan ada konseling sebelum dan sesudah tes.
Maka, biar pun seseorang diam-diam tes HIV selama mengikuti
standar prosedur operasi yang baku dengan konseling mereka akan konsekuen pada
prinsip “Stop Penyebaran HIV Mulai Dari Saya!”
Itu artinya mereka tidak akan menularkan HIV kepada orang
lain sehingga kalau mereka mempunyai pasangan, suami, istri atau pacar mereka
akan menjelaskan status HIV dan menjalankan seks yang aman agar tidak terjadi
penularan.
“VCT adalah serangkaian tes untuk memastikan apakah seseorang
sudah positif terinfeksi HIV atau tidak”. Pernyataan ini ngawur karena VCT yaitu tes HIV secara sukarela dengan konseling
adalah sifat tes HIV bukan alat atau metode tes HIV.
Disebutkan bahwa Andreas (aktivis HIV/AIDS Kabupaten Semarang,
Andreas Bambang Santoso) yang akrab dipanggil Babe itu menolak untuk membuka
indentitas kelima artis tersebut.
Si Babe ini tidak paham identitas pasien semua jenis penyakit
disebut medical record (catatan medis)
adalah fakta privat yang hanya bisa dipublikasikan oleh yang bersangkutan atau
atas perintah hakim melalui sidang pengadilan.
Maka, tidak ada hak Babe untuk menyebutkan nama mereka. Kalau Babe
menyebut nama mereka tanpa izin itu artinya terjadi perbutan melawan hukum dan
pelanggaran terhadap HAM yang masuk ranah hukum positif (KUHP).
Dikatakan pula oleh Babe: "Mereka rela datang menemui
saya untuk bertanya-tanya sekaligus tes VCT. Mungkin lebih privasi,
dibandingkan seandainya berkunjung ke rumah sakit atau klinik di Jakarta."
Tidak ada tes VCT. Yang ada adalah tes HIV dengan sifat VCT
yaitu sukarela dengan konseling.
Babe ini pun sudah menyudutkan rumah sakit atau klinik di
Jakarta. Di mana pun di Indonesia fakta privat yang masuk kategori medical record, seperti nama, jenis
penyakit, tindakan medis dll. adalah rahasia dan tidak akan dipublikasikan
tanpa izin pasien. Semua palayanan konseling dan tes HIV di Jakarta menerapkan
standar prosedur operasi tes HIV yang baku.
Setiap orang boleh-boleh saja memakai nama samaran, nama
pulsu, rambut palsu, dll. ketika konseling untuk selanjutnya tes HIV.
Disebutkan: Sebagai aktivis atau relawan HIV/AIDS yang sudah
terjun ke lapangan selama berpuluh-puluh tahun, Babe sangat mengapresiasi
inisiatif kelima artis tersebut.
Duh, epidemi HIV/AIDS di Indonesia baru diakui sejak tahun
1987, sedangkan kasus pertama dipublikasikan di AS tahun 1981, jadi baru dua
puluhan tahun belum berpuluh-puluh tahun. Nah, kalau sudah jadi aktivis
berpuluh-puluh tahun, koq,
penjelasannya bak, maaf, aktivis kemarin sore?
Disebutkan bahwa selama tiga bulan terakhir Babe melakukan
pelayanan VCT mandiri (non-klinik). Setidaknya, ada 30 orang yang dites dan
hasilnya negatif. Selain kelima artis dari Jakarta tersebut, juga terdapat
seorang pramugari dari Yogyakarta dan seorang anggota TNI.
Pertanyaan untuk Babe: Apakah tes HIV yang Anda lakukan
sesuai standar prosedur tes HIV yang baku yaitu hasil tes pertama dikonfirmasi
dengan tes lain?
Amatlah disayangkan kalau kemudian Babe tidak menjelakan
standar prosedur operasi tes HIV yang baku, lalu menyatakan semua yang tes
negatif padahal tidak dilakukan tes konfirmasi.
Standar tes HIV yang baku adalah: konseling sebelum tes,
pernyataan kesediaan, tes HIV, tes konfirmasi, dan konseling setelah tes HIV.
Dengan catatan yang menjalani tes HIV sudah lewat masa jendela yaitu lebih dari
tiga bulan setelah melakukan perilaku berisiko tertular HIV yang terakhir,
misalnya, (a) laki-laki yang ngeseks tanpa kondom dengan perempuan yang
berganti-ganti di dalam dan di luar nikah atau dengan perempuan yang sering
ganti-ganti pasangan, seperti PSK, (b) serta perempuan yang ngeseks dengan
laki-laki yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom.
Tes konfirmasi adalah tes yang dilakukan terhadap contoh
darah pada tes pertama dengan tes lain. Misalnya, tes pertama dengan ELISA,
maka tes konfirmasi dengan tes Western blot. Atau seperti anjuran WHO, Badan
Kesehatan Dunia PBB, tes pertama dengan ELISA sedangkan tes konfirmasi dengan
ELISA tiga kali tapi dengan reagen dan teknik yang berbeda.
Nah, sekarang terpulang kepada kejujuran Babe. Apakah tes
terhadap lima artis serta 30 yang lain memakai standar prosedur operasi tes HIV
yang baku? ***