Oleh Syaiful
W. Harahap – AIDS Watch Indonesia
“20 Persen Pekerja Kafe Remang-remang Tertular
HIV.” Ini judul berita di tribunnews.co (1/10-2014) tentang status HIV/AIDS pekerja kafe
remang-remang di wilayah Provinsi Bali melalui siurvailans tahun 2013.
Sekilas
judul ini sensasional dan bombastis, maklum soal HIV/AIDS yang terdeteksi pada
perempuan-perempuan cantik yang bekerja di kafe remang-remang. Penyebutkan kafe
remang-remang saja banyak orang yang berpikiran ‘remang-remang’ pula.
Memang, dari
judul berita di atas terbukti bahwa cewek-cewek kafe itu bukan hanya pandai
melayani tamu dengan menyediakan minuman dan makanan ringan, juga minuman
beralkohol, tapi juga lihai menggeliat mengikuti irama goyangan laki-laki
selama ngeseks.
Celakanya,
penyebaran HIV/AIDS sudah merata di bumi ini sehingga tidak ada satu pun daerah
yang semua penduduknya berstatus HIV-negatif. Biar pun ada daerah di Nusantara
yang berkoar-koar di daerahnya tidak ada kasus HIV/AIDS itu terjadi karena di
daerah itu tidak dilakukan survailans tes HIV dan bisa jadi penduduk setempat
tes HIV di daerah lain dengan berbagai macam alasan.
Kembali ke
Bali. Ada tiga hal yang luput dari perhatian wartawan dan narasumber berita
tsb. yaitu:
(1) Ada sejumlah laki-laki, bisa penduduk Bali
atau pendatang, sebanyak pekerja kafe yang mengidap HIV/AIDS yang menularkan
HIV/AIDS ke pekerja kafe remang-remang tsb. Dalam kehiduan sehari-hari mereka
ini bisa sebagai seorang suami, pacar, atau selingkuhan yang menjadi mata
rantai penyebaran HIV/AIDS ke istri, pacar, selingkuhan, pekerja kafe, pekerja
seks komersial (PSK) dan pasangan seks lain.
(2) Ada pula sejumlah laki-laki, bisa penduduk
Bali dan pendatang, yangg berisiko tinggi tertular HIV/AIDS yaitu mereka yang
ngeseks tanpa memakai kondom dengan pekerja kafe remang-remang yang mengidap
HIV/AIDS tsb. Soalnya, tidak bisa dikenali cewek-cewek pekerja kafe yang
mengidap HIV/AIDS dari fisik mereka. Dalam kehiduan sehari-hari mereka ini bisa
sebagai seorang suami, pacar, atau selingkuhan yang menjadi mata rantai
penyebaran HIV/AIDS ke istri, pacar, selingkuhan, pekerja kafe, pekerja seks
komersial (PSK) dan pasangan seks lain.
(3) Laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke cewek-cewek
pekerja kafe remang-remang dan laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari cewek pekerja
kafe remang-remang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Bali, al. secara
horizontal yaitu melalui hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam dan di
luar nikah, ke istri, pacar, selingkuhan, cewek kafe, PSK, dst.
Lalu, apa yang dilakukan Pemprov Bali, dalam hal
ini Dinkes Bali, untuk menanggulangi tiga hal di atas?
Kasus kumulatif HIV/AIDS di Bali seperti yang
dilaporkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, sampai 30 Juni 2014 adalah
13.312 yang terdiri atas 9.051 HIV
dan 4.261 AIDS (spritia.or.id).
Disebutkan oleh Kepala
Dinkes Provinsi Bali, Ketut Suarjaya, bahwa jumlah pengidap virus yang belum
bisa disembuhkan itu cukup tinggi di kafe-kafe di Bali. Karena itulah, Suarjaya,
berharap kepada desa pakraman untuk tidak mengizinkan jika ada pembangunan kafe
remang-remang di desa-desa Bali.
Pertanyaan untuk
Suarjaya: Apakah kafe, hotel, restoran, bar, dll. yang mengantongi izin otomtis
tidak akan terjadi penularan HIV jika di tempat-tempat tersebut terjadi
hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom?
Inilah salah satu
bukti betapa sebagian dari kita tidak menempatkan persoalan secara
proporsoinal. Upaya untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS, al. melalui cewek-cewek
di kafe remang-remang, bukan dengan memberikan izin kepada kafe, tapi melakukan
intervensi dengan regulasi yaitu memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali
ngeseks dengan cewek kafe remang-remang.
Jika Pemprov Bali,
seperti yang dikatakan oleh Suarjaya, pendirian kafe harus ada izin, maka ini
pintu masuk untuk melakukan intervensi. Artinya, pemberian izin disatukan
dengan ketentuan bagi pengusaha kafe untuk menerapkan aturan ‘wajib memakai
kondom bagi laki-laki yang ngeseks dengan cewek kafe’. Karena terkait dengan
hukum, maka ada sanksi hukum bagi pengusaha kafe jika ada cewek kafe yang
terdeteksi mengidap IMS (infeksi menular seksual, seperti kencing
nanah/sifilis, raja singa/go, virus hepatitis B, klamidia, jengger ayam, dll.)
melalui survailans rutin terhadap cewek-cewek kafe.
Pernyataan Ketua
Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali, Jero Gede Suwena Putus
Upadesa, ini menunjukkan pemahaman terhadap HIV/AIDS yang tidak akurat. Dampak
buruk atau negatif yang mereka maksud yaitu penyebaran HIV/AIDS bukan karena
kafe tsb. atau cewek-cewek kafe, tapi ada laki-laki pengidap HIV/AIDS yang
ngeseks tanpa kondom dengan cewek kafe. Selanjutnya ada pula laki-laki yang
tertular HIV/AIDS dari cewek kafe yang mengidap HIV/AIDS karena ngeseks tanpa
kondom.
Jadi, bukan karena
tidak ada izin. Tapi, ada perilaku-perilaku seksual yang tidak aman.
Nah, sebagai ketua
majelis Pakraman, apakah Jero Gede bisa mengajak warganya agar tidak ngeseks
dcngan cewek-cewek kafe remang-reman, dengan PSK di Bali dan di luar Bali, atau
dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah?
Persoalan bukan
pada cewek-cewek kafe remang-remang, tapi pada laki-laki, bisa penduduk Bali
bisa pelancong, yang ngeseks tanpa kondom dengan cewek-cewek kafe
remang-remang. ***