“4,9 Juta Ibu Rentan Tertular HIV/AIDS”. Ini judul berita di Harian “TERBIT’
Jakarta (4/7-2014). Angka ini sangat besar jika dikaitkan dengan penyebaran
HIV/AIDS. Dalam berita itu sama sekali tidak ada informasi tentang cara atau
langkah konkret yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi penyebaran
HIV/AIDS dari suami ke istri (ibu rumah tangga).
Dilaporkan bahwa estimasi jumlah laki-laki dewasa ‘pembeli seks’ mencapai
6,7 juta. Dari jumlah ini ada 4,8 juta laki-laki tsb. yang mempunyai istri. Jumlah
ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS pada tahun 2013 sebanyak 6.213.
Ada beberapa hal terkait dengan fakta di atas, yiatu penularan HIV dari
sumai ke istri (horizontal) dan penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya
(vertikal). Yang dilakukan pemerintah sekarang adalah program pencegahan
dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya, tapi tanpa regulasi.
Penanggulangan di Hilir
Tapi, program ini adalah langkah di hilir. Artinya, sudah terjadi penularan
HIV yaitu dari suami ke istri atau ibu rumah tangga. Ini sama saja dengan
pembiaran yakni pemeirntah membiarkan suami menularkan HIV ke istri mereka.
Selain itu program pencegahan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya pun
tidak dilakukan secara sistematis dengan regulasi sehingga banyak kasus yang
tidak terdeteksi.
Akan lain halnya jika pemerintah membuat regulasi, misalnya, setiap
perempuan hamil wajib mengikuti konseling pasangan. Bagi suami yang perilakunya
berisiko diwajibkan tes HIV beserta istri.
Regulasi itu pun hanyalah di hilir karena ketika seorang ibu rumah tangga
terdeteksi mengidap HIV ketika hamil itu artinya suami sudah menularkan HIV ke
istrinya.
Yang diperlukan adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hulu yaitu
menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan
seksual dengan pekerja seks komersial (PSK). Program ini bisa dijalankan dengan
intervensi melalui regulasi.
Risiko penularan HIV/AIDS ke laki-laki dewasa, sebagian di antaranya adalah
suami, terjadi melalui:
(1) Hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan
perempuan yang berganti-ganti. Risiko terjadi karena ada kemungkinan salah satu
dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan ke
laki-laki. Selanjutnya, laki-laki yang tertula HIV/AIDS menularkan HIV ke
perempuan lain, al. kepada istrinya.
(2) Hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering
berganti-ganti pasangan, seperti PSK. Risiko terjadi karena ada kemungkinan
salah satu dari laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan
PSK mengidap HIV/AIDS sehingga PSK tertular HIV. Selanjutnya laki-laki yang
melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK berisiko pula tertular
HIV/AIDS. Laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari PSK akan menularkan HIV ke
perempuan, al. kepada istri dan PSK.
Intervensi terhadap Laki-laki
(3) Hubungan seksual dengan perempuan atau cewek gratifikasi seks. Cewek
gratifikasi seks melayani laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom sehingga
berisiko tertular HIV/AIDS. Selanjutnya laki-laki yang melakukan hubungan
seksual dengan cewek gratifikasi seks berisiko tertular HIV/AIDS. Laki-laki
inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui
hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah (dengan istri, ada pula yang
beristri lebih dari satu) dan di luar nikah (dengan perempuan lain dan PSK).
Pada kondisi (1) dan (3) tidak bisa dilakukan intervensi karena hubungan
seksual terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Sedangkan pada kondisi (2) pemerintah bisa melakukan intervensi melalui
regulasi yaitu menjalankan program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki
yang melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Yang perlu diingat adalah intervensi hanya bisa dilakukan jika PSK
dilokalisir.
Masalah baru (akan) muncul karena secara de jure tidak ada celah untuk
melokalisir PSK. Padahal, secara de facto pelacuran terjadi di sembarang tempat
dan sembarang waktu di seluruh Nusantara.
Tanpa intervensi terhadap laki-laki yang melacur dengan PSK, maka risiko
laki-laki pelanggan PSK tertular HIV sangata tinggi. Laki-laki yang tertular
HIV dari PSK akan menularkan HIV ke istrinya. Jumlah perempuan yang tertular
HIV kian banyak karena ada laki-laki yang beristri lebih dari satu.
Agaknya, pemerintah tetap tidak melakukan langkah-langkah yang konkret
untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki. Itu artinya jumlah
ibu rumah tangga yang tertular HIV/AIDS pun akan terus bertambah dan pada
gilirannya melahirkan anak dengan HIV/AIDS.
Selain jadi beban negara, anak-anak yang lahir dengan HIV/AIDS juga tidak
bisa diandalkan sebagai generasi penerus bangsa. ***