25 Mei 2014

Antisipasi Penyebaran AIDS, Ibu Hamil Dicek Darah

Cianjur, aidsindonesia.com (25/5-2014)  - Kalangan ibu hamil di Cianjur mulai didorong untuk diambil sampel darahnya sebagai bentuk pencegahan penularan virus penyakit Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).

Pasalnya, tak menutup kemungkinan kalangan ibu hamil juga berisiko terkena virus tersebut.

Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur Agus Haris mengatakan, pengambilan sampel darah ibu hamil itu merupakan bagian dari program Voluntary Counseling Test (VCT). Kegiatan itu dilakukan dengan cara jemput bola ke puskesmas-puskesmas.

"Kita sudah lakukan kegiatan VCT bagi ibu hamil itu sejak Maret 2014 lalu. Jadi para petugas kami mengunjungi puskesmas-puskemas yang ada, kemudian mengambil sampel darah dari ibu hamil. Itu juga jika ibu hamilnya bersedia, jika tidak juga tak apa-apa," kata Agus kepada INILAHCOM, Minggu (25/5/2014).

Agus mengatakan, penyebaran virus HIV/AIDS saat ini tak hanya berasal dari kalangan komunitas tertentu, misalnya wanita penjaja seks (WPS). Trennya saat ini sudah mulai menyebar ke kalangan ibu rumah tangga bahkan ibu hamil.

"Kalau dari sisi persentase memang tergolong kecil penyebaran virus HIV/AIDS dari kalangan ibu hamil. Tapi tetap merupakan kewajiban dan tugas kita melakukan pencegahan," sebutnya.

Dinkes Kabupaten Cianjur menargetkan pada 2015 penyebaran HIV/AIDS di Cianjur bisa terus ditekan. Artinya, di tahun itu diharapkan sudah mulai fokus pada upaya penanggulangan pengidap HIV/AIDS.

"Targetnya memang sudah bisa diputus mata rantai penyebaran virus HIV/AIDS," tegas Agus.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Cianjur Hilman mengaku, saat ini ada kecenderungan pergeseran pengidap HIV/AIDS dari WPS ke ibu-ibu rumah tangga. Karena itu, sosialisasi pencegahan HIV/AIDS saat ini sudah melibatkan kader-kader posyandu.

"Kita juga sudah membuka konseling bagi para pengidap HIV/AIDS. Selain itu, di RSUD Cianjur dan di RSUD Cimacam serta di beberapa puskesmas lainnya juga sudah dibuka konseling. Konseling dibuka bebas bagi siapapun yang ingin berkonsultasi," tuturnya.

Dalam kurun 12 tahun terakhir, temuan kasus HIV/AIDS masih didominasi di Kecamatan Cianjur. Berdasarkan catatan di KPA Cianjur, jumlah temuan HIV/AIDS di Kecamatan Cianjur sebanyak 51 kasus, di Cipanas sebanyak 43 temuan kasus, di Pacet sebanyak 40 temuan kasus, dan di Karangtengah sebanyak 18 kasus.

Sedangkan jumlah pengidap HIV/AIDS selama 2001-2013 tercatat sebanyak 352 orang. Sebanyak 60 orang di antaranya meninggal dunia. [hus/Benny Bastiandy/inilahkoran.com]

Seks Bebas di Papua Sangat Mengerikan

Solo, aidsindonesia.com (8/1-2014) - Aktivitas seks bebas di Papua dinilai sudah sangat mengerikan ketimbang sejumlah kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Berdasarkan data yang dimiliki Pemerhati Perempuan Sri Durjati Boedihardjo, Papua merupakan kota tertinggi yang memiliki kasus HIV/AIDS. Bahkan, tak sedikit di antaranya meninggal dunia.

"Seks bebas di Papua lebih mengerikan dibandingkan kota-kota besar lainnya. Di sana, kaum perempuan mendominasi kematian karena HIV/AIDS," jelas Sri Durjati Boedihardjo saat berbincang-bincang di Solo, Jawa Tengah, Rabu (8/1/2014).

Menurut Sri Durjati, tingginya seks bebas di Papua timbul karena adat istiadatnya. Di mana seorang kepala suku di sana berhak seenak hati dan leluasa menyalurkan harsat biologisnya terhadap siapa saja perempuan di sukunya.

"Di Papua memang banyak orang asing di sana. Tapi bukan disebabkan adanya orang asing di Papua. Tapi karena sikap dari kepala suku di sana. Kalau kepala suku sudah menginginkan perempuan di sukunya, tidak ada yang berani menolaknya. Sehingga AIDS di Papua sudah sangat mengerikan," paparnya.

Kondisi tersebut semakin diperparah dengan rendahnya pendidikan di tanah Papua, terutama di pedalaman. Sehingga banyak dari mereka yang tidak mengetahui seks bebas sangat berbahaya. 

Ditambah, perlindungan terhadap kaum perempuan yang tidak ada sama sekali di Papua. Tak pelak stigma perempuan hanya sebatas pemuas nafsu semata pun seolah tak terbantahkan. "Jadi, harus ada tindakan nyata baik dari pihak pemerintah, gereja, dan masyarakat," ungkapnya.

Sebab bila tidak segera diambil langkah pencegahan seks bebas di Papua, Sri Durjati memprediksi anak cucu mereka tidak akan mendengar lagi nama Papua 30 tahun ke depan. "Kalau tidak segera diambil tindakan Papua hanya akan menjadi museum," tutupnya. (
Bramantyo/sindonews.com).

Setiap Tahun, Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Jembrana Meningkat

Jembrana, aidsindonesia.com (25/5-2014) - Setiap tahunnya, kasus HIV/AIDS di Kabupaten Jembrana selalu meningkat.
Berdasarkan data yang di dapat dari Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (Dinkes dan Mesos) Bidang Penyakit Menular, diketahui peningkatan virus mematikan tersebut sejak tahun 2005 hingga April 2014 cenderung meningkat. 

Kepala Dinkes dan kesos Kabupaten Jembrana, dr Putu Suasta mengatakan banyaknya kasus tersebut, disebabkan prilaku masyarakat yang tidak bisa mengubah pola hidupnya sehari-hari. Khususnya dalam hal Hubungan seks yang aman. 

"AIDS itu tidak bisa kita berantas, kalau masyarakatnya tidak bisa mengubah prilaku hidupnya yang negatif," Jelasa Suasta saat ditemui di kantor Dinkes dan Kesos, Jumat (23/5/2014).

Untuk itu, dirinya sangat berharap agar masyarakat bisa yang kerap melakukan hal tersebut, untuk tidak bergonta ganti pasangan dan setiap pada pasangan masing-masing, maupun menggunakan kondom. (*/Laporan Wartawan Tribun Bali, Masnurul Hidayat)

Satu Warga Sukabumi Tewas Terjangkit HIV/AIDS

Sukabumi, aidsindonesia.com (26/5-2014) - Seorang warga Kabupaten Sukabumi tewas akibat terjangkit virus Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS). Dengan demikian sepanjang 2014 ini terdapat delapan orang warga yang meninggal akibat penyakit tersebut.

Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Sukabumi kasus kematian seorang penderita HIV/AIDS ini diketahui berdasarkan laporan yang diterima pada Rabu 21 Mei 2014 lalu. 

Korban yang identitasnya dirahasiakan ini telah terjangkit virus mematikan tersebut sejak beberapa tahun terakhir.

Sekretaris KPA Kabupaten Sukabumi dr Asep Suherman menerangkan dengan kasus kematian ini maka jumlah penderita HIV/AIDS yang meninggal dunia sepanjang 2014 ini mencapai delapan orang. 

“Kami menerima laporan lagi, bahwa satu penderita meninggal dunia, maka jumlah kasus kematian menjadi delapan orang,” ungkap Asep, Minggu (25/5/2014).

Akumulasi data tahun 2013 hingga kini, maka keseluruhan kasus kematian akibat HIV/AIDS sebanyak 109. 

Asep Suherman mengatakan, dengan data tersebut maka penyebaran virus cendrung meningkat setiap tahunnya, bahkan KPA memperkirakan setiap bulannya ditemukan kurang lebih 10 kasus. 

Umumnya penyebaran terjadi akibat seks bebas. “Dikatakan kasus baru karena identitas maupun domisili mereka baru terungkap atau berbeda dengan penderita-penderita sebelumnya yang sudah lebih dahulu terdata,” papar Asep.

Sejauh ini, KPA tengah menangani pengobatan 324 orang penderita dengan tingkat penularan yang berbeda. 

Disamping itu hasil pemetaan KPA, terdapat 10 kecamatan yang ditetapkan sebagai daerah rawan penyebaran HIV/IAIDS. Daerah tersebut antara lain Kecamatan Cisaat, Cibadak, Sukaraja, Sukabumi, Cikembar, Cicurug, Pelabuhanratu, Ciracap, Ciantayan dan Kecamatan Kebon Pedes.

Sementara itu Bendahara Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi, Yohana Sunarto mengungkapkan upaya menekan penyebaran HIV/AIDS harus dilakukan sejak dini, salah satunya dengan cara menjauhkan anak-anak dari lingkungan yang berpotensi penyebaran virus. 

“Dengan cara menanamkan moral dan pengetahuan akan bahaya-bahayanya,” tutur Yohana. (
Toni Kamajaya/sindonews.com)

Tragis, Ada 6 Orang Pelajar Sekolah Menengah Positif AIDS

Saban bulan ada 2 orang penderita HIV/AIDS meninggal dunia di Kabupaten Jember

Jember, aidsindonesia.com (25/5-2014)  - Tragis memang, jika ada pelajar sekolah menengah sudah terjangkit virus HIV (Human immunodeficiency virus infection). Lebih tragis lagi, serangan virus HIV itu telah positif sehingga ke-6 pelajar itu menyandang penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).

Humas RSD Dr Soebandi Jember, dr Justina Evy Tyaswati SpKj, menjelaskan, dalam medis ada istilah orang yang terserang virus HIV dikategorikan stadium 3 atau telah positif menyandang penyakit AIDS. Dan ke-6 pelajar penyandang AIDS itu berjenis kelamin pria.

"Berdasarkan informasi dari VCT RSD dr. Soebandi Jember, kondisi tadi dimungkinkan terjadi, karena pasien mengidap virus HIV/AIDS sejak usia 12 hingga 13 tahunan," jelasnya, Minggu (25/5).

Menurut Justina, ke-6 penyandang AIDS itu menjalani pengobatan selama 1 bulan. Sementara itu, penyebab terjangkitnya mereka oleh virus mematikan yang sampai sekarang tidak ada penawarnya ini, semuanya diakibatkan karena mereka melakukan perilaku hetero seksual sejak usia dini.

Kondisi itu, kata Justina, bisa terjadi lantaran penyebaran virus HIV menyerang selama 5 tahun dan masuk stadium 3. Sehingga, jika mereka positif AIDS di usia 17 tahun, maka kemungkinan mereka terinveksi virus itu saat masih usia 12 tahun.

"Dengna status penyandang AIDS, maka keenam pelajar tadi harus mendapatkan pengobatan serius dan harus minum obat Anti Retroviral Virus (ARV) setiap hari seumur hidupnya," tandasnya.

Menurut Justina, dari data yang dikantonginya menyebutkan saban bulan ada 2 orang penderita HIV/AIDS meninggal dunia di Kabupaten Jember. Dan dari sisi usia, penderita HIV/AIDS yang berusia 15 hingga 20 tahun menempati peringkat kedua setelah penderita usia 25 hingga 30 tahun.

"Untuk menghindari penyakit AIDS dan virus HIV sangat mudah. Pertebal keimanan dan perdalam ajaran agama sekaligus mengindari gaya hidup hedonis dengan berganti-ganti pasangan. Apalagi, perilaku seks di luar nikah sangat dilarang oleh agama," seru Justina. (
Arif Purba/Jaringnews.com)

49 Balita di Jember Terinfeksi HIV/AIDS

Jember, aidsindonesia.com (25/5-2014) - Sebanyak 49 anak berusia di bawah lima tahun (balita) di Kabupaten Jember, Jawa Timur, terinfeksi HIV/AIDS yang diduga tertular dari ibunya saat berada di dalam kandungan.
 
"Sejak berdirinya klinik VCT pada tahun 2006 hingga akhir April 2014, tercatat jumlah balita yang tertular HIV/AIDS sebanyak 49 balita dan beberapa balita di antaranya sudah meninggal dunia," kata Koordinator konselor VCT Rumah Sakit Daerah (RSD), dr. Soebandi Jember Justina Evy Tyaswati, Minggu (25/5/2014).
 
Menurut dia, balita yang terinfeksi HIV membutuhkan penanganan secara ekstra baik dari pihak keluarga maupun dokter yang menangani, sehingga harus benar-benar mendapatkan perawatan yang intensif untuk mempertahankan daya tahan tubuhnya.
 
"Kekebalan tubuh balita yang terinfeksi HIV sangat rentan terhadap penyakit karena kekebalan tubuh mereka masih belum stabil dibandingkan penderita dewasa, sehingga kondisinya mudah memburuk dan berujung pada kematian," tuturnya.
 
Dia menjelaskan, biasanya balita yang terinfeksi HIV/AIDS menderita gizi buruk karena daya tahan tubuhnya semakin menurun, sehingga pihak keluarga harus benar-benar menjaga asupan gizi makanan balita tersebut, dan melakukan konsultasi ke klinik VCT secara rutin.
 
"Mereka harus minum obat 'antiretroviral' (ARV) secara rutin untuk mempertahankan daya tahan tubuhnya yang masih belum stabil dan obat itu juga membantu mempertahankan hidup balita lebih lama," ucap psikiater RSD dr. Soebandi Jember itu.
 
Ia menjelaskan penularan balita yang terinfeksi HIV dari ibu mereka yang positif HIV/AIDS sebagian besar melalui pemberian air susu ibu (ASI), sehingga ibu hamil yang positif AIDS sebaiknya melakukan kontrol secara rutin untuk meminimalkan risiko tertularnya HIV kepada anak mereka.
 
"Kalau bayi itu sudah terlanjur lahir di dunia, sebaiknya diberikan susu formula dan bukan minum ASI. Banyak ibu hamil penderita AIDS tidak mendapatkan informasi yang benar tentang penyakit mematikan itu, sehingga tidak sedikit anak mereka diperiksakan ke klinik VCT dalam kondisi parah dan sudah stadium lanjut," ujarnya.
 
Data di klinik VCT RSD dr Soebandi Jember tercatat jumlah pasien yang terinfeksi HIV/AIDS yang menjalani perawatan di rumah sakit setempat sebanyak 1.500 pasien, dan pasien tersebut tidak hanya berasal dari Kabupaten Jember.
 
Sejak Januari hingga April 2014 juga ditemukan pasien baru HIV/AIDS dari kalangan pelajar dan mereka tertular virus mematikan itu karena seks bebas, bahkan sebagian besar pelajar tersebut sudah memasuki fase AIDS. (okezone.com).

256 Warga Solo Terjangkit HIV/AIDS

* Masyarakat harus sadar dan tergerak untuk mencegah virus ini.” Ligik Prayoga | Direktur LSM Mitra Alam

Pasar Kliwon, aidsindonesia.com (22/5-2014) - Penyebaran virus HIV/AIDS (Human immunodeficiency virus infection/acquired immunodeficiency syndrome) di Kota Solo mulai merambah masyarakat secara umum melalui hubungan seksual. Sementara data dari LSM Mitra Alam menyebutkan, jumlah penderita HIV/AIDS di Solo saat ini mencapai 256 orang.
Direktur LSM Mitra Alam, Ligik Triyogo mengatakan, penularan HIV/AIDS kini bergeser. Dari semula lebih banyak melalui penggunaan jarum suntik Narkoba, kini lebih banyak melalui hubungan seksual.
Kondisi itu berarti menyebabkan penyebaran HIV/AIDS ke masyarakat umum, termasuk ibu rumah tangga, makin mudah.
Hal itu dikatakan Ligik di sela-sela kegiatan pemeriksaan Voluntary Counseling Test (VCT) dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di RW XVII Semanggi, Kamis (22/5).
“Sekarang itu penularannya ada perubahan. Jika dulu di tahun sekitar 1998 sampai 2000-an didorong lewat narkoba jarum suntik tapi sekarang justru lebih banyak lewat hubungan seksual. Bahkan yang terkena pun tidak lagi populasi kunci seperti pekerja seks dan pengguna narkoba, tapi sudah merambah ke masyarakat umum seperti Ibu Rumah Tangga (IRT) dan anak,” terangnya.
Dengan kondisi ini pihaknya membuat strategi baru untuk mengantisipasi dengan fokus pada masyarakat tapi tetap tidak melepas populasi kuncinya. Hal ini karena pihaknya tidak bisa mengindentifikasi secara khusus laki-laki berisiko tinggi yang ada di dalam masyarakat.
“Masyarakat harus sadar dan tergerak untuk mencegah virus ini dan kami terus mensosialisasikan lewat kader-kader kami yang berasal dari warga juga. Penularan virus ini sudah masuk ke masyarakat dan masyarakat sendiri harus dilibatkan dalam upaya pencegahan,” katanya.
Ditanya mengenai jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Solo, Ligik mengatakan data dari pihaknya mencapai sekitar 256 warga. Jumlah itu tersebar di seluruh kecamatan di Solo.
Menurutnya, jumlah itu mengalami peningkatan sejak tahun 2005 lalu sampai tahun 2014 ini. Sebagai langkah antisipasi sekaligus sosialisasi, maka dilakukanlah pemeriksaan berkala. Dengan pemeriksaan itu, diharapkan bisa mengetahui lebih dini adanya virus itu di tubuh seseorang. “Artinya mereka bisa mencegah atau mempertahankan hanya status HIV, bukan AIDS.
Memang masyarakat masih awam terkait masalah ini,” imbuhnya.
Ligik menambahkan, penderita HIV/AIDS di eks Karesidenan Surakarta saat ini mencapai sekitar 1.260 orang. Sementara Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Surakarta, Harsoyo Supodo menyatakan jika sekarang penyebaran yang menjadi perhatian lewat pelecehan seksual. “Itu yang menjadi perhatian kami sekarang dan akan bekerja sama dengan Pemkot untuk mensosialisasikannya,” katanya. Ari Welianto/http://joglosemar.co/

Rata-Rata Penderita HIV di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung, Masuk Stadium III

* 2 Orang Sudah Meninggal Dunia 
* Ada PNS Terkena HIV

Pangkalpindang, aidsindonesia.com (24/5-2014) - Penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Kota Pangkalpinang terus bertambah dari tahun ketahun.


Dari data yang didapat dari Komisi penanggulangan AIDS (KPA) Kota Pangkalpinang, tercatat pada tahun 2013, penderita HIV untuk remaja yang masih dibawah umur, berjumlah tujuh orang, laki-laki dua orang dan perempuan lima orang, sedangkan untuk AIDS ada satu orang. Sedangkan untuk tahun 2014 terhitung hingga Maret 2014, penderita penyakit HIV AIDS ini pun bertambah, untuk penderita HIV saja sudah menembus angka 16 orang, dan untuk AIDS ada lima orang.

Pengelola program Komisi penanggulangan AIDS (KPA) Kota Pangkalpinang Syahrun Siam mengatakan rata-rata semua penderita HIV AIDS sudah masuk stadium III.


"Kebanyak sudah masuk stadium III untuk untuk penderita penyakit ini di Pangkalpinang. Sekarang ini seks bebas anak dibawah umur sedang marak dan sangat mengkhawatirkan," kata Syahrun.


Syahrun Siam, atau yang akrab disapa, Yosse, mengatakan dari data tersebut ada yang cukup mengagetkan, ternyata ada seorang PNS yang bertugas di pemkot terinfeksi penyakit ini. (l4/bangkapos)

18 Calon Siswa Sekolah Polri Jayapura Terinfeksi HIV/AIDS

Jayapura, aidsindonesia.com (23/5-2014) - Sebanyak 18 orang calon siswa (Casis) Sekolah Bintara (Seba) Polri teridentifikasi mengindap HIV/ AIDS. Kepada pers di Jayapura, Jumat (23/5), Kapolda Papua Irjen Pol Tito Karnavian mengakui, dari hasil pemeriksaan kesehatan terungkap ada 18 orang yang teridentifikasi mengindap virus yang menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh.

Dikatakan jenderal bintang dua itu, dari jumlah tersebut tercatat enam orang diantaranya positif AIDS. "Mereka yang dinyatakan positif itu sudah diminta untuk melakukan konseling ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut," kata Irjen Pol Tito.

Ketika diminta untuk merinci lebih lanjut tentang identitasnya, Kapolda Papua dengan tegas mengatakan tidak bisa memberitahukan lebih lanjut karena itu rahasia. "Informasi lebih lanjut tidak bisa diinformasikan lebih lanjut karena itu melanggar," tegas Kapolda seraya mengatakan, orang tua dan keluarga baru bisa diinformasikan setelah diijinkan yang bersangkutan.

Dari 6.249 casis bintara polri pria dan wanita saat ini masih tercatat 1.482 casis. Polda Papua sendiri untuk tahun 2014 sebelumnya mendapat alokasi sebanyak 609 orang, namun jumlah tersebut bertambah menjadi 739 orang setelah Mabes Polri menambah kuotanya. (republika.co.id).

Makassar Urutan Ketiga Penderita HIV/AIDS

Makassar, aidsindonesia.com (24/5-2014) – Wakil Walikota Makassar, Sulawesi Selatan, Syamsu Rizal merasa prihatin terhadap kasus HIV/AIDS yang terjadi di Makassar yang menempatai urutan ketiga setelah Jakarta dan Papua.
Deng Ichal sapaannya, mengatakan, berdasarkan laporan dari badan narkotika kota Makassar, kasus HIV/AIDS di Makassar sebanyak 6.017.
“Data di BNK saat ini terkait HIV/AIDS sebanyak 6.017. Ini adalah angka yang sangat menghawatirkan, sebab secara nasional, Makassar menempati urutan ketiga setelah Jakarta dan Papua,” kata Deng Ichal, Sabtu (24/5/2014).
Ia menilai pengingkatan kasus HIV/AIDS di Makassar lima tahun terakhir sangat signifikan.
“6.107 kasus HIV/AIDS, saya kira sebuah angka yang sangat tinggi perdesember 2013. Karena 4 tahun lalu masih berada pada kisaran dibawah lima ribu. Ini peningkatan yang sangat luar biasa buruknya,” jelas Deng Ichal.
Menyikapi persoalan ini, badan narkotika kota Makassar telah menjalankan program pencegahan, penindakan dan pemeliharaan semaksimal mungkin secara berkelanjutan.
“Untuk mengyikapi ini, BNK Makassar telah menjalankan program pencegahan, penindakan dan pemeliharaan secara kontinyu,” ujarnya.
Selain itu, penidakan lebih lanjut kasus HIV/AIDS ini telah masuk dalam pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Alhamdulillah masalah ini masuk di RPJMD sehingga memungkinkan bagi kita untuk bergerak lebih cepat terkait pencegahan dan pemenuhan hak-hak dari korban HIV/AIDS,” tambahnya.
Deng Ichal berharap kasus HIV/AIDS di Makassar bisa ditekan melalui kerja maksimal oleh semua pihak terkait HIV/AIDS termasuk masyarakat. (Muhammad Fadli/PenaOne)

Setengah Juta Perempuan di Jabar Punya Suami "Hidung Belang"

Ciamis, aidsindonesia.com (24/5-2014) - Sebanyak 946.814 lelaki di Jabar ternyata adalah "lelaki hidung belang". Yang mengkhawatirkan, dari jumlah tersebut, sebanyak 520.748 di antaranya adalah kepala rumah tangga dengan istri dan anak-anak.

Data tersebut diungkapkan Sekretaris Harian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jabar, Arry Lesmana Putera, dalam rapat koordinasi penanggulangan HIV/AIDS tingkat Kabupaten Ciamis di Aula Setda Ciamis, Senin (19/5/2014). 

Rakor penanggulangan HIV/AIDS tersebut dihadiri 26 camat dari Kabupaten Ciamis, para kepala puskesmas, utusan SKPD, tim HIV/AIDS Dinkes Ciamis, BNN Ciamis, MUI, ormas, LSM, dan lembaga lainnya.

Data tersebut, menurut Arry, menjadi mengkhawatirkan karena Jabar tengah memasuki fase gelombang ketiga penularan HIV/AIDS, yakni fase penularan melalui hubungan heteroseksual.

Menurut dia, Jabar telah melawati dua fase sebelumnya, yakni fase penularan melalui hubungan seks laki-laki sejenis (1987-1997) dan fase penularan melalui alat suntik (1997-2007).

Memasuki fase gelombang ketiga ini, menurut Arry, masyarakat sering dikejutkan dengan berita tentang kejahatan seksual seperti yang belakangan kerap terdengar. "Ini mirip yang terjadi di Afrika. Di Afrika, fase gelombang ketiga juga ditandai dengan maraknya kasus perkosaan dan kejahatan seksual," ujar Arry.

Arry mengatakan, data Dinkes Jabar menunjukkan, dari 4.131 penderita AIDS dan 9.340 pengidap HIV di Jabar, sebanyak 1.659 orang di antaranya merupakan orang yang tidak bekerja, 1.012 wiraswasta, 924 karyawan, 834 ibu rumah tangga, 566 wanita PSK, 260 orang berstatus mahasiswa/siswa, 137 buruh, 39 PNS, dan 17 anggota TNI/Polri.

"PNS juga merupakan kelompok yang rawan penularan HIV/AIDS," kata Arry.
(Glori K. Wadrianto/kompas.com).