23 Mei 2014

Mayoritas Pengidap HIV/AIDS di Kota Cirebon Laki-laki

Cirebon, aidswatchindoneia.com (22/5-2014) - Berdasarkan rilis informasi yang di sampaikan oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cirebon yang menyatakan kaum lelaki yang paling banyak terinveksi virus mematikan tersebut.
Dari data yang diterima radarcirebon.com, untuk wilayah Kota Cirebon dengan jumlah penderita sekitar 678, kebanyakan terdiri dari kaum lelaki.
Hal ini disampaikan oleh Retnoningsih SKM selaku pengelola program Komisi Penanggulangan AIDS Kota Cirebon.
“Mayoritas dari penderita tersebut adalah kaum lelaki” katanya.
Dikatakanya, beberapa faktor yang menjadi penularann virus HIV AIDS tersebut diantaranya adalah hubungan seksual beresiko dan penggunaan jarum suntik dalam penyalahgunaan narkoba.
Komisi Penanggulangan AIDS Kota Cirebon gencar melakukan sosialisasi diantaranya dengan bekerjasama dengan Kantor Urusan Agama (KUA) dalam bentuk pemberian pemahaman tentang bahayanya virus tersebut bagi warga yang akan menikah.
Retnoningsih pun menambahkan, saat ini untuk wilayah Kota Cirebon sudah banyak Puskesmas yang bisa dijadikan rujukan untuk memeriksakan diri apakah terinfeksi virus HIV AIDS atau tidak.
Beberapa Puskesmas tersebut diantaranya Puskesmas Kejaksan, Jagasatru, Kesunean, Larangan, Sitopeng, Drajat, dan Puskesmas Gunung sari.
Ia berharap agar masyarakat dapat berpola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari dan menghindari faktor-faktor penularan virus HIV tersebut dan tidak mengucilkan seseorang yang mengidap virus tersebut.(Srp/http://www.radarcirebon.com/)

5 Balita dan Anak Terkena HIV/AIDS Dipantau KPA

Temanggung, aidsindonesia.com (22/5-2014) - Sebanyak 5 balita dan anak, di kabupaten Temanggung terpapar HIV/Aids masuk dalam pantauan intensif Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Temanggung.

Pengelola Program KPA Kabupaten Temanggung Anang Agus Kamis (22/5) mengatakan sejak kali pertama ditemukan 1997 hingga Mei 2014 ditemukan 249 kasus HIV/Aids di Temanggung, dengan 117 penderita meninggal dunia dan 103 masih hidup. Dari jumlah itu, anak dan balita yang terpapar mencapai 16 anak dan 10 diantaranya meninggal dunia.

"Kami memantau 5 anak terpapar HIV/Aids yang diantaranya masih balita. Satu balita merantau bersama kakek - neneknya ke Kalimantan sehingga tidak terlacak," kata Anang Agus.

Dikatakan, anak-anak tersebut terpapar HIV/Aids dari orang tuanya sejak masih dalam kandungan. Mereka terdeteksi, setelah orangtuanya meninggal atau diketahui menderita penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh tersebut. "Anak-anak di test darah di RSUD Temanggung, setelah diketahui terpapar selanjutnya diwajibkan mengikuti program terapi ARV," katanya.

Anak-anak tersebut, terangnya, tumbuh normal seperti umumnya anak-anak sebaya. Mereka bermain dan bersekolah di sekolah umum dan tidak mendapat diskriminasi dalam pelayanan. Hanya saja untuk pertumbuhan dan perkembangan, identitas anak tersebut dirahasiakan, demikian halnya pihak orangtua masih merahasiakan penyakit yang diderita pada anak tersebut.

Hanya saja, terangnya, satu penderita yang masih balita hidup mengkhawatirkan karena kakek neneknya yang merawat, setelah kedua orang tuanya meninggal akibat Aids, merupakan keluarga kurang beruntung, sehingga asupan gizinya tidak bagus.

" Balita ini sebelumnya termasuk gizi buruk. Setelah terdeteksi HIV, kini dalam pantauan KPA, namun  rupanya asupan gizi tiap harinya kurang, sehingga dikhawatirkan kondisi kesehatannya akan memburuk," katanya. (Osy/
KRjogja.com)

Eks PSK di Surabaya Positif HIV/AIDS

Surabaya, aidsindonesia.com (22/5-2014) - Mesi resmi ditutup tahun lalu, ternyata eks PSK yang tinggal di eks Lokalisasi Tambakasri masih saja ada yang terjangkit HIV/AIDS. Hal itu diketahui setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan. Hasilnya, seorang pekerja di warung musik positif terjangkit virus mematikan itu.

Pemeriksaan kesehatan itu dilaksanakan pada Sabtu lalu (17/5). Semua mantan PSK dan mucikari dikumpulkan di balai RW VI Tambakasri, Kelurahan Morokrembangan. Total ada 50 orang yang mengikuti pemeriksaan. ”Saat itu hanya pemeriksaan. Hasilnya belum diketahui,” jelas M Arif An, anggota Pokja HIV/AIDS Kecamatan Krembangan, Rabu (21/5).

Baru kemarin, kata dia, pihaknya mengetahui hasil pemeriksaan tersebut. Dari 50 orang yang diperiksa, ternyata satu orang positif terkena penyakit mematikan itu. Dia adalah eks PSK yang sekarang bekerja di warung musik Tambakasri.

Pokja dan Puskesmas Morokrembangan akan terus mengawasi penderita tersebut. Dia akan rutin memeriksakan kesehatannya agar selalu terpantau. Perempuan tersebut juga harus selalu menjaga kesehatan dan diminta tidak lagi menjajakan diri. Jika dia kembali bekerja menjadi PSK, virus itu akan menular ke orang lain.

Menurut Arif An, setelah wisma ditutup, banyak eks PSK yang bekerja di warung musik. Sebagian membuka usaha. Total ada sembilan warung musik yang selalu ramai saat malam. Diprediksi ada beberapa warung yang disalahgunakan.

Untuk itulah, lanjut ketua PC Muhammadiyah Krembangan itu, pihaknya akan aktif mengadakan pemeriksaan kesehatan. Dia juga akan berkoordinasi dengan kecamatan untuk mengawasi keberadaan warung musik agar tidak digunakan untuk prostitusi terselubung.

Camat Krembangan Sumarno menyatakan selalu aktif mengawasi warung musik. ”Setiap minggu kami lakukan pengawasan ke lokasi,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya kemarin. Tidak hanya di Tambakasri, petugas juga menyisir warung musik di Dupak Bangunsari.

Menurut dia, di Dupak Bangunsari terdapat sekitar tujuh warung musik. Warung itu juga selalu dalam pengawasan. Selama ini pihaknya belum menemukan pelanggaran berupa prostitusi terselubung. Yang ditemukan hanya para pengunjung yang bermain musik dengan para penghibur.

Mantan camat Dukuh Pakis itu mengatakan, sewaktu-waktu pihaknya siap menerima laporan warga terkait pelanggaran tersebut. Jika memang ditemukan pelanggaran, PSK maupun pemilik warung akan ditindak.

Ayah dua anak itu mengatakan, saat ini warung musik di dua tempat bekas lokalisasi itu masih dibiarkan. Menurut dia, semua warung itu ilegal. Nanti dia berencana menutup semua warung musik. Sekarang pihaknya masih menunggu penutupan Dolly. Jadi, setelah semua wisma ditutup, giliran warung musik yang ditertibkan. Tempat itu akan ditutup agar tidak disalahgunakan lagi. ”Nanti kami adakan koordinasi dengan instansi lain,” kata dia. (lum/c2/end)

Sampai April 2014, Penderita HIV/AIDS 28 Orang

Padang, aidsindonesia.com (23/5-2014) - Angka pen­derita HIV/AIDS di Kota Padang  mengalami peningkatan. Dari data yang diperoleh dari Dinkes Kota Padang pada tahun 2013 ada 70 kasus HIV/AIDS. Sedangkan di tahun 2014 sampai bulan April tercatat 28 kasus yang sama.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Eka Lusti mengatakan,  peningkatan angka penderita HIV/AIDS  di Kota Padang tidak lah sesuatu yang mencengangkan mengingat Kota Padang adalah kota besar. Hanya saja fenomena HIV/AIDS ini seperti gunung es, yang terlihat kepermukaan hanya segelintirnya saja.

“Kota Padang adalah kota besar, semua orang dari daerah lain ber­kumpul di Kota Padang. Jadi, berbagai kegiatan dan aktivitas berlangsung di Kota Padang termasuk yang namanya seks bebas yang nantinya berdampak ke penularan HIV/AIDS ini,” ujar Eka Lusti kepada Haluan, kemarin.

“Kita dari Dinkes Kota Padang sudah melakukan pencegahan agar penyebaran HIV/AIDS ini bisa dikendalikan  baik melalui himbauan dan juga bantuan pemeriksaan kesehatan,” ujarnya.
Dijelaskan Eka Lusti, bahwa Dinkes sudah mengoperasikan lima puskesmas untuk bantuan bagi pemeriksaan dan penderita penyakit kelamin ini. Lima puskesmas ini terletak di Seberang Padang, Lubuk Buaya, Andalas, Bungus, dan Pauh.

“Kita baru bisa fungsikan lima puskesmas ini, harapan kita semua puskesmas di padang bisa difungsikan juga untuk menerima pasien HIV/AIDS ini nantinya,” tutur Eka Lusti.

Dari data tahun 2013 bulan Juli terbanyak laporan yang masuk terkait penderita HIV/AIDS sebanyak 23 orang diikuti bulan Januari sebanyak 13 orang. Sedangkan tahun 2014 bulan Januari tercatat 10 orang, bulan Februari sebanyak 11 orang dan pada bulan Maret 7 orang. Jadi, totalnya 28 orang penderita HIV/AIDS ini. (h/mg-isr/harianhalauan.com)

21 Mei 2014

Jumlah Penderita HIV/AIDS di Jember Berjumlah 1.500 Orang

Jember, aidsindonesia.com (21/5-2014) - Jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Jember, Jawa Timur, mencapai 1.500 orang dan tersebar merata hampir di 31 kecamatan di kabupaten setempat.

Koordinator Konselor Klinik VCT Rumah Sakit Daerah dr Soebandi Jember dr Justina Evy Tyaswati, Kamis, mengatakan jumlah penderita HIV/AIDS di Jember cenderung mengalami peningkatan setiap tahun dan pasien tersebut terdeteksi saat melakukan pemeriksaan di klinik VCT setempat.

"Dari 1.500 pasien yang tertular virus mematikan itu, sebagian besar pada stadium 3 atau sudah masuk fase AIDS yang mencapai 800 orang, dan mereka memerlukan obat (anti-retroviral) ARV untuk bertahan hidup," ungkapnya, seperti dikutip dari Antara, Kamis (22/5).

Menurut dia, ratusan ODHA baru yang ditemukan sebagian besar memeriksakan diri ketika masuk stadium tiga, sehingga mereka harus mengonsumsi ARV karena stadium tersebut cukup berbahaya bagi penderita AIDS.

"Mereka harus rutin mengonsumsi ARV setiap hari untuk menjaga daya tahan tubuhnya, sehingga mereka harus patuh minum obat untuk menopang hidupnya," ucap Humas RSD dr Soebandi Jember itu.

Dia menjelaskan sebagian besar penderita HIV-AIDS di Jember adalah ibu rumah tangga karena mereka tertular suaminya yang menjadi pelaku seks bebas, namun dalam tiga bulan terakhir tren peningkatan penderita AIDS baru didominasi pelajar.

"Selama Januari-April 2014 tercatat sebanyak 10 pelajar terinfeksi AIDS stadium tiga karena pergaulan bebas dan seks bebas," ucapnya.

Jumlah terbanyak penderita HIV/AIDS masih didominasi oleh mereka yang berusia produktif dengan usia 20-45 tahun, kemudian peringkat kedua adalah kalangan pelajar dengan usia 15-19 tahun, dengan penularan terbanyak karena seks bebas.

Sementara Humas Dinas Kesehatan Jember Yumarlis mengatakan penderita HIV/AIDS di Jember hampir merata di 31 kecamatan di kabupaten setempat, namun jumlah terbanyak berada di Kecamatan Puger sebanyak 166 orang karena daerah tersebut merupakan daerah eks lokalisasi.

"Hingga akhir Maret 2014, jumlah ODHA di Jember sebanyak 1.186 orang dan sebanyak 524 di antaranya sudah memasuki fase AIDS, serta 94 orang meninggal dunia karena virus mematikan itu," katanya.

Dia mengimbau masyarakat untuk menghindari perilaku seks bebas, mengonsumsi narkoba, dan berperilaku seks menyimpang, agar tidak tertular virus HIV/AIDS yang hingga kini belum ditemukan obatnya. (Jatmiko Adhi Ramadhan/merdeka.com).

Ibu Rumah Tangga Menjadi Kelompok Rentan Penyebaran HIV

Semarang, aidsindonesia.com (20/5-2014) - Ibu rumah tangga kini telah menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap penyebaran HIV/AIDS. Hal ini akibat kebiasaan buruk sang suami yang mudah melakukan seks bebas serta berganti-ganti pasangan, di luar lingkungan rumah.

“Imbasnya, ibu-ibu rumah tangga kini masuk dalam kelompok rentan,” ujar sekretaris klinik VCT RSI Sultan Agung, Ziadah Mustofa, Selasa (20/5).

Fakta tentang HIV/AIDS ini, jelasnya, diakui agak mengejutkan. Namun resiko penularan HIV/AIDS di kalangan ibu rumah tangga tak dapat diabaikan. Ibu rumah tangga, yang sebelumnya dianggap memiliki resiko sangat rendah terhadap penularan virus HIV, ternyata prevelansinya meningkat.

Bekerjasama dengan PT SIBA Surya atau salah perusahaan jasa transportasi menggelar tes VCT terhadap ratusan sopir armada ankutan perusahaan ini. Menurutnya, tes VCT ini merupakan rekomendasi yang pas bagi seseorang yang berisiko tinggi terkena HIV/AIDS seperti orang yang berganti-ganti pasangan seks.

Tim kesehatan RSI Sultan Agung, juga melakukan konseling HIV/AIDS. Apabila dalam tes ini ditemukan beberapa orang yang dicurigai terinfeksi HIV akan segera dihimbau melakukan pemeriksaan di klinik VCT RSI Sultan Agung.

Selain itu juga mewaspadai gejala seperti demam hingga 38 derajat celcius, mudah lelah, turun berat badan, mual, muntah, diare dan gejala lainnya. “Kita akan merekomendasikan untuk segera mendapatkan pengobatan supaya dapat tertangani dengan baik,” tambah Retno Tri Wulandari, salah seorang tim Kesehatan RSI Sultan Agung.


Karena itu, tes VCT bagi ibu- ibu rumah tangga menjadi syarat yang tepat untuk deteksi dini. Untuk memantau kelompok beresiko, masih jelas Ziadah, Klinik VCT RSI Sultan Agung baru-baru ini juga melakukan pemeriksaan terhadap kelompok beresiko. (republika.co.id).

Dinsosnaker Tanjungpinang, Kepri, Akan Koordinasi Terkait PSK Terjangkit HIV

Tanjungpinang, Kepri, aidsindonesia.com (21/5-2014) – Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Tanjungpinang, Surjadi mengatakan, akan menangani dua wanita pekerja seks komersil (PSK) yang diduga terjangkit virus HIV AIDS di lokalisasi KM 15 Tanjungpinang.
“Namun, sebelum itu, kita akan berkoordinasi dulu dengan pihak KPA, dan pihak – pihak terkait,” kata Surjadi, Rabu (21/5) kepada IsuKepri.com melalui telepon selulernya.
Sebab, kata dia, masalah PSK yang terjangkit HIV AIDS itu, Dinas Sosial tidak sembarangan dalam menanganinya. Apa lagi untuk memulangkan dalam keadaan seperti itu.
“Tidak mungkin kita memulangkan mereka begitu saja ke kampung halamannya masing – masing. Pada intinya, selaku Dinas Sosial, kami akan kordinasi dulu,” paparnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tanjungpinang, Rustam, belum menanggapi permasalahan dua wanita PSK yang diduga terjangkit virus HIV AIDS tersebut. Pasalnya, saat dikonfirmasi IsuKepri.com, Kadiskes Kota Tanjungpinang tersebut, belum membalas pesan singkat yang dilayangkan melalui telepon selulernya. (ALPIAN TANJUNG/http://www.isukepri.com/)

Seks Bebas Remaja Mengkhawatirkan, Penderita HIV di Sintang, Kalbar, Meningkat

Sintang, aidsindonesia.com (20/5-2014) - Kasus HIV terus bergerak meningkat. Dinas Kesehatan Sintang mencatat sejak 2006 hingga 2014 pengidap HIV sebanyak 166 orang. Mirisnya lagi 18 pengidap diantaranya berumur antara 10 sampai 22 tahun. Penanggulangan penyebaran penyakit menular ini terus diupayakan, terutama di kelompok umur remaja.
“Saya meng-update data terakhir pada pekan lalu untuk kasus HIV. Paling mengkhawatirkan adalah 11 persen dari semua kasus berada di kelompok umur usia 10 hingga 22 tahun. Kita perlu membuat terobosan agar bisa memutus rantai penyebaran HIV,” kata kepala Dinas Kesehatan Sintang Marcus Gatot Budi Priyono, Senin (19/5).
Menurut Marcus, pengidap yang tercatat, semuanya warga Sintang. Data berbeda bila ikut dimasukkan warga pendatang. Lantaran pengelompokan dilakukan berdasar asal domisili. Sementara pemeriksaan VCT Sintang tidak hanya melayani warga Sintang, tetapi juga warga asal kabupaten terdekat.
Marcus merincikan, dari keseluruhan pengidap HIV di Sintang, dua bayi teridentifikasi virus tersebut. Data yang dimiliki sepenuhnya hasil pemeriksaan VCT, dengan mengoptimalkan peran konselor. Sehingga yang dianggap berisiko bersedia dengan sukarela memeriksakan diri. “Pola pendekatan dimaksimalkan. Kalau berdasar inisiatif pribadi sangat sulit,” ujar Marcus.
Ia menjelaskan, lompatan terbesar peningkatan kasus HIV di Sintang terjadi pada 2011 hingga 2014. Selama tiga tahun itu kasus HIV bertambah sebanyak 76 kasus. Sementara sejak Oktober 2006 hingga November 2011, sebanyak 90 kasus tercatat. Pertambahan di lima tahun sejak VCT berdiri di Sintang itu tidak sebesar periode 2011-2014.
Menurut Marcus, sebagian pengidap yang terdata sudah meninggal. Kematian disebabkan HIV itu sebanyak 30-an orang. Sementara sebaran  pengidap hampir merata di semua kecamatan di Sintang. Terakhir, yang terindentifikasi pada 2014 yakni di Kecamatan Binjai. “Setiap kecamatan berisiko. Maka kita harus bekerja keras menanggulangi,” ungkapnya.
Dinas Kesehatan juga mengupayakan penambahan konselor. Keberadaan konselor masih dirasakan sangat minim. Kedudukan juga lebih banyak di Sintang. Minimal, setiap kecamatan mempunyai satu konselor. Pasalnya tenaga penjangkau tersebut amat penting, guna membantu penanggulangan sekaligus memetakan resiko penularan.
Menurut Marcus, pencegahan HIV bisa dilakukan dengan menghindari hubungan seksual berisiko, penggunaan jarum suntik secara bersama. Kemudian keberadaan café-café remang, disinyalir berpotensi menjadi salah satu tempat paling berisiko. Lantaran pekerjanya sulit terpantau dan terkadang suka berpindah tempat. (din/http://www.rakyat-kalbar.com/)

Di Buru, Maluku, Tak Ada Dana Tetap Sosialisasi Bahaya HIV/AIDS

Namlea, aidsindonesia.com (21/5-2014) - Kepala Dinas Kese­hatan (Kadinkes) Kabupaten Buru,  Syafarudin mengakau, pihak Dinkes sudah sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terkait bahaya penyakit menular seperti, HIV/ AIDS, dan sejumlah penyakit menular lainnya.
“HIV AIDS sangat berbahaya dan cepat menular sehingga kami rutin sosialisasi kepada masyarakat di kabupaten ini,” kata Syafaruddin kepada Kabar Timur belum lama ini.
Menurutnya, bantuan pemerintah daerah dalam mendukung program yang berhubungan dengan penyakit menular seperti HIV/ AIDS sangat signifikan. 
Pemkab sepenuhnya mendu­kung kegiatan sosialisasi di setiap pedesaan dan kota terutama di se­kolah-sekolah yang ada di Kabupaten Buru ini.
“Sebelumnya, anggaran yang di­berikan dalam pro­gram sosialisasi ke setiap lokasi sasaran berasal dari anggaran APBD. Namun ken­dala yang di hadapi oleh petugas Dinkes saat ini, adalah ku­rangnya ang­ggaran, sehingga proses sosialisasi ke tiap-tiap kecamatan, petugas kami harus memakai dana mereka sendiri, sembari menunggu ang­garan dari tersebut,” jelasnya.
Dijelaskan, sosialisasi menekan angka penderita penyakit HIV/AIDS di Kabupaten Buru ini sa­ngat dibutuhkan, namun sangat di­sayangkan dukungan dari Dinkes Provinsi Maluku sampai saat ini belum terjawab.
Masih menurut Sya­farudin, pe­tugas yang sudah dipersiapkan, da­lam mengikuti pelatihan sosialisasi penyakit HIV/ AIDS, belum men­­dapat pelatihan dari para ahli yang mem­bidangi penyakit HIV/AIDS  sehingga sosialisasi yang dilakukan saat ini berjalan apa adanya.
Ia optimis dalam kegiatan so­sialsasi HIV/ AIDS akan te­rus dilakukan agar masyarakat memahami dampak dari hubungan seks seperti berganti pasangan, sangat membahayakan.
Penyakit HIV/ AIDS, kata Sya­farudin, bagaikan gunung es yang siap mencair se­hingga be­tapa penting­nya para petugas diberi­kan pemahaman yang men­dalam sehingga saat sosialisasi bisa di­daratkan secara baik ke masuarakat. 
“Nah yang kami bu­tuh­kan saat ini selain dana yang sudah di­se­butkan, tentu pelatihan tim ahli baik dari pusat dan provinsi,” pungkasnya. (CR2/http://www.kabartimur.co.id/)

57 Warga Merangin, Jambi, Diduga Terinfeksi HIV/AIDS

Bangko, Jambi, aidsindonesia.com (21/5-2014) - Sebanyak 57 warga Merangin diduga terinfeksi Virus HIV/AIDS. Menyikapi temuan tersebut Dinas Kesehatan Merangin bakal turun untuk melakukan sosialisasi.

Sasaran utama dari sosialisasi tersebut yakni, seperti cafe-cafe, dan warung remang-temang.
Kadis Kesehatan Merangin, dr Solahudin mengaku, data jumlah penderita HIV/AIDS itu didapatnya dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi.

Dijelaskannya, untuk penanganan penyakit ini, pihaknya hanya bisa melakukan pencegahan dengan cara sosialisasi. Meski tidak dipungkiri pihaknya tetap memberikan obat kepada penderita HIV/AIDS.

"Obatnya hanya untuk memperlambat penyebaran virus itu, bukan bersifat menghilangkan.
Karena sampai saat ini obat untuk virus ini belum ditemukan," kata Solahudin.

Ia menambahkan, untuk sosialisasi disasar tempat-tempat rawan penyebaran virus ini. Seperti lokalisasi, hiburan malam, cafe-cafe dan warem.

"Tempat ini penyebaran virus sangat rawan. Sehingga kami akan berusaha memberikan sosialisasi tentang virus mematikan ini. Jangan yang sudah kena virus ini akan menular ke masyarakat lain," ia menjelaskan.

Untuk mempermudah tugas mereka, pihaknya berharap bagi yang sudah divonis mengidap virus HIV/AIDS, agar segera melapor untuk didata ulang.

"Mungkin ada 57 orang, tetapi kita tidak tahu. Kalau sempat yang melapor ke kami lebih dari 57 orang, kita bisa tahu bagaimana proses pencegahannya," katanya.

Ditanya kecamatan mana tertinggi penyebaran virus ini, mantan Direktur RSUD Kol Abundjani ini belum mengetahui pasti daerah mana yang paling banyak mengidap HIV/AIDS.

"Belum tahu, nanti waktu pendataan ulang, baru kita bisa tahu. Intinya begini saja, bagi yang merasa mengidap virus HIV/AIDS segera melapor ke kami," pungkasnya. (Laporan Wartawan Tribun Jambi, Heru Pitra/tibunNews.com).

Dorong Masyarakat Peduli HIV/AIDS

Majalengka, aidsindonesia.com () – Sebanyak 69 orang terjangkit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan 51 orang lainnya terkena Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Hal tersebut diungkapkan Wakil Bupati Majalengka Dr H Karna Sobahi saat membuka rapat koordinasi penanggulangan AIDS bertempat di gedung Yuda Abdi Karya, Selasa (20/5)
.
Dalam sambutannya wabup mengatakan, meskipun penderita HIV/AIDS di Kabupaten Majalengka masih dianggap rendah dari sejumlah daerah di Jawa Barat, namun perlu antisipasi yang harus tetap dilakukan semua pihak. “Sesuai dengan keputusan bupati Majalengka dikeluarkanlah komitmen kelembagaan KPA di Majalengka ini,” kata Karna.


Ditegaskannya, melalui rakor ini tentunya tugas mengkoordinasikan dan mensinergiskan tentang program AIDS di Kota Angin. Program ini harus ada penguatan lembaga seperti Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) agar betul-betul memanfaatkan program dengan baik.
Terutama pada dinas kesehatan (dinkes) khususnya di seluruh rumah sakit (RS). Mempertajam program termasuk dari KPA Provinsi Jawa Barat jelas menjadi perhatian bersama semua pihak. Tentunya harus diimplementasikan dalam bentuk koordinasi tentang bagaimana yang sudah dijalankan dari koordinasi itu.


“Masalah HIV/AIDS di Majalengka bagaikan gunung es. Oleh karena itu, kita harus mendorong agar masyarakat di Kota Angin lebih peduli. Meskipun jenis penyakit ini tidak seangker dulu, tetapi HIV tentu disoroti menjadi gerakan massa yang luar biasa,” ujarnya.


Di samping itu, dari kondisi-kondisi yang ada di Majalengka saat ini, tentunya mempunyai teknis dan cara bagaimana lebih mengimplementasikan seperti adanya lembaga melalui informasi dari sejumlah pihak. Wabup berharap dalam rapat penanggulangan ini membawa semangat apalagi bertepatan dengan momen hari kebangkitan nasional (Harkitnas). Spirit motivasi agar program ini bisa berjalan dengan baik.


“Tentunya, momen ini harus disikapi dengan berkurangnya jumlah penderita terutama melalui program ini. Jangan sampai justru malah bertambah. Tentunya kita juga harus mendorong masyarakat agar lebih peduli terhadap antisipasi munculnya HIV/AIDS,” pesannya.


Sementara itu, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda Majalengka Durahman SAg MM menambahkan, berdasarkan peraturan bupati Majalengka nomor 10 tahun 2008 tentang tugas pokok dan fungsi satuan organisasi sekretariat daerah, sekretariat DPRD dan staf ahli menyatakan program ini bagian dari kesejahteraan rakyat.


Untuk itu, dalam pelaksanaan rapat koordinasi tersebut tentang program penanggulangan HIV/AIDS tingkat Kabupaten Majalengka merupakan upaya lintas sektor dan program untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan strategis dalam pencegahan, pengendalian dan penanggulangan AIDS.


Penyelenggaraan rakor kebijakan dan program penanggulangan HIV/AIDS didasari keputusan bupati Majalengka nomor 113 tahun 2013 tentang pembentukan komisi penanggulangan AIDS di Majalengka. Tujuannya yakni untuk mengkoordinasikan perumusan dan penyusunan kebijakan, strategi, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS.


“Kegiatan ini juga untuk mengembangkan efektivitas koordinasi Komisi Penanggulangan Aids (KPA) yang lebih intensif serta menyeluruh dan terpadu,” tandasnya. (ono/http://www.radarcirebon.com/
)

110 Warga Sragen, Jawa Tengah, Terjangkit HIV/AIDS

Sragen, adsindonesia.com (5/11-2014) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Sragen, memperketat pengawasan terhadap tiga lokasi yang diduga sebagai tempat prostitusi terselubung terkait maraknya penyebaran penyakit kelamin serta resiko tinggi tertular virus HIV/AIDS.

Ada empat lokasi yang dinilai rawan terjadi penyebaran penyakit kelamin dan berisiko tinggi virus HIV/AID di wilayah Sragen. Tiga lokasi itu yakni kompleks wisata ritual Gunung Kemukus di Sumberlawang, Wisata pemandian air panas Bayanan Sambirejo, kompleks pasar Joko Tingkir Sragen kota, dan lokalisasi Mbah Gajah Sambungmacan.

Kasi Pengendalian Penyakit dan Pengawasan Lingkungan (P2PL) Dinkes Sragen, Retno DK menyebutkan, sampai saat ini pengawasan terhadap penularan penyakit menular sangat  sulit dilakukan. 

Sebab mayoritas pekerja seks komersial (PSK) pendatang dan tidak berdomisili di lokasi lingkungan risiko tinggi itu. Mereka  sering  berpindah tempat, bahkan ketika diketahui ada yang terdeteksi suatu penyakit mereka melarikan diri sehingga sulit terpantau oleh Dinkes.

"Bahkan mereka yang terdeteksi penyakit dan berisiko penularan, saat dilakukan pemeriksaan rutin langsung kabur melarikan diri," jelasnya kepada wartawan di Sragen Jawa Tengah Rabu (5/2/2014).

Lebih lanjut Retno mengungkapkan, Dinkes Sragen melalui petugas Pengendalian Penyakit dan Pengawasan Lingkungan (P2PL), yang secara  rutin melakukan pemeriksaan kesehatan di sejumlah lokasi yang tersebar di beberapa titik tersebut.

Namun  petugas P2PL sering mengalami kendala untuk memantau perkembangan kesehatan para wanita PSK. Pasalnya setiap pemeriksaan, orangnya selalu berganti-ganti. Sehingga menyulitkan petugas untuk mendata dan memantaunya.

"Setiap bulan kami rutin pemeriksaan kesehatan. Tapi kendalanya, orang yang diperiksa selalu berganti-ganti," jelasnya lebih lanjut.

Untuk mengantisipasi penularan penyakit kelamin, Dinkes Sragen sudah  mendirikan pos pemeriksaan kesehatan bagi PSK di Kemukus.

"Sedangkan untuk tempat lain, kami menjadwalkan secara rutin, minimal satu bulan sekali," ungkapnya.

Menurut data yang dimiliki Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Sragen, sebanyak 110 warga Sragen diketahui mengidap virus HIV/AIDS.

Sekretaris KPAD Sragen, Haryoto menyebutkan dari  jumlah tersebut terdiri dari 80 orang mengidap AIDS dan 30 orang tertular HIV. Bahkan 47 orang telah meninggal akibat HIV/AIDS.

"Penderita HIV/AIDS terbanyak berada di Kecamatan Sidoharjo dan Sumberlawang. Yang terjangkit virus mematikan itu rata-rata usia 20-40 tahun," pungkasnya. (lns/Bramantyo/sindonews.com)

21 Lokalisasi Pelacuran di Jatim Ditutup: Termasuk Lokalisasi Dolly di Surabaya

Surabaya, aidsindonesia.com (28/5-2013) - Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri menargetkan pada 2013 menutup 21 lokalisasi di Provinsi Jawa Timur, salah satunya lokalisasi Dolly Surabaya.

"Perlu pendekatan terpadu dalam penutupan lokalisasi prostitusi, agar ke depan tidak menimbulkan masalah baru," katanya saat menghadiri penutupan lokalisasi Kremil, Tambakasri, Surabaya, Selasa (28/5).

Mensos menjelaskan 21 lokalisasi tersebut di antaranya, tiga di Kota Surabaya, 11 di Banyuwangi, dan tujuh di Kabupaten Malang.

Penutupan lokalisasi Kramat Tunggak di Jakarta dan Saritem di Bandung berdampak pada pekerja seks komersial (PSK) beroperasi di luar.
Untuk itu, lanjut dia, pendekatan budaya menjadi bagian penting dalam persoalan ini, bukan karena dengan cara-cara represif.

Para tokoh agama dan adat, kata Mensos, adalah tokoh yang paling disegani yang menjadi pilar penting termasuk pejabat daerah.
"Para tokoh ini tingkat kepercayaannya sangat diakui publik. Wali Kota Surabaya bisa menjadi contoh dalam penutupan lokalisasi," katanya.

Tak kalah penting, Mensos mengingatkan pada seluruh pemerintah daerah untuk melakukan pendampingan kepada para mantan PSK ini ketika mereka kembali ke daerah asal.

"Jika mereka diperhatikan oleh pemerintah daerah kemungkinan kecil untuk kembali lagi menjadi PSK. Dan yang penting lagi ada semangat dari PSK yang mendapat julukan wanita harapan untuk mau berubah menjadi lebih baik," tambahnya.

Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial pada Kemensos merilis hingga 2012 tercatat 41.374 PSK yang tersebar di berbagai kota di 33 provinsi. Jumlah PSK terbesar berada di Jawa Timur yang mencapai 7.793 PSK dengan 47 lokalisasi.

Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Jatim Edy Purwinarto mengatakan bahwa yang terpenting adalah membanguan kesadaran para mantan PSK untuk menuju ke jalan yang benar.

Wali Kota Surabay Tri Rismaharini berharap semua lokalisasi di Surabaya tutup pada tahun ini.
"Mudah-mudahan tahun ini bisa. Mudah-mudahan anggaran dari pemerintah pusat ada," katanya.
Ia mengatakan anggaran untuk penutupuan lokalisai di Dolly sebesar Rp10 miliar. (Antara/nj/Nancy Junita/http://www.kabar24.com/)

50 Anak di Samarinda, Katom, Terinveksi HIV

Samarinda, aidsindonesia.com (14/3-2014) - Di Samarinda, saat ini tercatat ada 50 anak yang terinveksi virus HIV. Jumlah tersebut terbilang cukup banyak hingga menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Samarinda.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (BPMP) Kota Samarinda Nurul Muminawati menyatakan, saat ini pihaknya sedang mengupayakan para korban tetap mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkembang secara optimal.

“Karena sesuai data, ada 50 orang anak di Kota Samarinda saat ini yang telah terinveksi HIV/AIDS, dari sekian anak tersebut ada diantaranya yang sudah tidak lengkap keberadaan orang tuanya bahkan sudah tidak ada keduanya. Inilah yang patut menjadi salah satu perhatian utama para pengambil keputusan di SKPD Pemerintah Kota,” kata Nurul, Jumat (14/3/2014).  

Dalam memenuhi kebutuhan anak, katanya, tidak terbatas pada kebutuhan pendidikan, kesehatan dan perlindungan secara menyeluruh. Melainkan mencakup pula terhadap penyediaan sarana dan prasarana lainnya.

“Misalkan sarana arena permainan, fasilitas jembatan untuk menuju kesekolah tertentu, termasuk fasilitas khusus lain yang ditujukan pada anak berkebutuhan khusus pula” sebutnya.

Pemenuhan hak anak memerlukan kerja sama semua pihak, termasuk seluruh SKPD yang ada. Untuk itu, BPMP Samarinda akan terus melakukan sosialisasi tentang hak anak ke instansi dan lembaga terkait, termasuk Komisi Penanggulangan AIDS. (rsa/Awaluddin Jalil/sindonews.com)

130 ibu Rumah Tangga di Samarinda, Kaltim, Mengidap HIV/AIDS

Samarinda, aidsindonesia.com (4/4-2014) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mahakam Plus merilis jumlah penderita HIV/AIDS dalam lingkungan rumah tangga di Samarinda saat ini mencapai 130 rumah tangga. 

Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Samarinda Nusyirwan Ismail mengatakan, fenomena yang terjadi di lingkungan rumah tangga sudah sangat memprihatinkan. Karena virus HIV biasanya paling banyak menyerang pada kelompok orang tertentu, seperti Pekerja Seks Komersial (PSK). Namun kenyataannya, merambah ke lingkungan keluarga. 

“Melihat angka penderita tadi, maka pengurus dari Mahakam Plus menemui saya agar pemerintah sedianya memberikan rumah singgah sebagai langkah penanganan sebelum dirujuk ke rumah sakit pemerintah,” kata Nusyirwan, kepada wartawan, Jumat (4/4/2014).

Nusyirwan yang juga Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Samarinda meminta agar rumah singgah bagi ODHA yang ada di Samarinda dikelola oleh Pemerintah Provinsi Kaltim. Pasalnya, rumah singgah ODHA di Samarinda juga digunakan untuk penderita dari Kutai Kartanegara dan Kutai Timur.

Meski demikian, Pemkot Samarinda tetap bertanggung jawab dengan menyediakan rumah singgah sementara, sambil menunggu koordinasi dengan Pemprov Kaltim, terkait penyediaan rumah singgah permanen. ”Khusus bagi penderita yang memiliki kepedulian tinggi yang ingin sembuh dari virus ini,” tuturnya.

Agar penderita tidak terus tumbuh di lingkungan rumah tangga, Wawali berharap relawan dari Mahakam Plus memberikan penjelasan maupun edukasi dan informasi agar virus ini tidak terus menyebar ke lingkungan keluarga, seperti anak dan istri.

”Untuk itu, edukasi maupun informasi ini perlu disoalisasikan di lingkungan PNS juga kepada kader PKK di kelurahan agar bisa mengetahui bahayanya virus ini, apabila masuk di lingkungan rumah tangga,” urainya. (san/Awaluddin Jalil/sindonews.com)

Lokalisasi Pelacuran Dolly, Surabaya: Ratusan PSK Terinfeksi HIV

Surabaya, aidsindonesia.com (21/5-2014) – Ratusan pekerja seks komerisial (PSK) di lokalisasi Dolly terinfeksi  penyakit menular HIV berdasarkan pemeriksaan kesehatan.
Dinas Kesehatan Kota Surabaya melakukan pemeriksaan kesehatan gratis kepada para pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Jarak dan Dolly, Selasa (20/5/2014). 
Kepala Dinas kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan pemeriksaan kesehatan terhadap para PSK di Dolly dan Jarak dilakukan hampir tiap minggu.
"Pemeriksaan awal bisa dilakukan di seluruh Puskesmas, namun untuk pengobatan dilakukan di RS Dr. Soewandi dan Dr. Soetomo Surabaya," katanya.
Menurut dia, untuk memantau para PSK yang terjangkit HIV/ AIDS, LSM maupun petugas kesehatan di lapangan melakukan pendekatan personal. Febria Ramchmanita mengaku di lokalisasi Jarak dan Dolly jumlah PSK yang mengidap HIV/AIDS mencapai ratusan orang.
"Banyak yang mengidap, jumlahnya sekitar 200-300-an," katanya.
Sebagian PSK yang terinfeksi virus mematikan itu telah dipulangkan ke daerah asalnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar PSK yang menghuni di Jarak dan Dolly berasal dari luar daerah.
"Dari sekitar 1.300 PSK, sekitar 70%-80% berasal dari luar daerah,"katanya.
Febria menambahkan untuk PSK luar daerah yang terjangkit HIV/AIDS, pihaknya meminta pemerintah daerah setempat untuk memantaunya. Dalam penanggulangan penyakit HIV/AIDS di Surabaya jumlah anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp2 miliar-Rp3 miliar.
"Anggaran itu untuk penambahan reagent, pelatihan dan kondisi penanggulangan AIDS," katanya. (Antara/http://www.kabar24.com/)

300 PSK Di Lokalisasi Dolly dan Jarak, Surabaya, Terjangkit HIV/AIDS

Surabaya, aidsindonesia.com (21/5-2014) – Dinas Kesehatan Kota Surabaya melakukan pemeriksaan kesehatan gratis kepada para pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Jarak dan Dolly, Selasa (20/5/2014).
Kepala Dinas kesehatan Kota Surabaya, drg. Febria Rachmanita, mengatakan pemeriksaan kesehatan terhadap para PSK di Dolly dan Jarak dilakukan hampir tiap minggu.
"Pemeriksaan awal bisa dilakukan di seluruh Puskesmas, namun untuk pengobatan dilakukan di RS Dr. Soewandi dan Dr. Soetomo Surabaya," katanya.
Menurut dia, untuk memantau para PSK yang terjangkit HIV/ AIDS, LSM maupun petugas kesehatan di lapangan melakukan pendekatan personal.
Febria Ramchmanita mengaku, di lokalisasi Jarak dan Dolly jumlah PSK yang mengidap HIV/AIDS mencapai ratusan orang.
"Banyak yang mengidap, jumlahnya sekitar 200-300-an," katanya.
Namun demikian, ia menegaskan, sebagian PSK yang terinfeksi virus mematikan itu telah dipulangkan ke daerah asalnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar PSK yang menghuni di Jarak dan Dolly berasal dari luar daerah.
"Dari sekitar 1.300 PSK, sekitar 70%-80% berasal dari luar daerah,"katanya.
Febria menambahkan, untuk PSK luar daerah yang terjangkit HIV/AIDS, pihaknya meminta pemerintah daerah setempat untuk memantaunya. Dalam penanggulangan penyakit HIV/AIDS di Surabaya jumlah anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp2 miliar-Rp3 miliar.
"Anggaran itu untuk penambahan reagent, pelatihan dan kondisi penanggulangan AIDS," katanya. (http://surabaya.bisnis.com/Antara)

200 PSK Dolly, Sutabaya, Terinfeksi HIV/AIDS

Surabaya, aidsindonesia.com (21/5-2014) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya menyebutkan, terdapat 200 Pekerja Seks Komersial (PSK) di Lokalisasi Dolly mengidap HIV/AIDS. Jumlah total PSK penghuni lokalisasi sendiri saat ini tercatat kurang lebih 1.080 orang. Data tersebut didapat dari pemeriksaan rutin dinkes di lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara itu. 

Kepala Dinkes Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, untuk pemeriksaan awal penderita HIV/AIDS bisa dilakukan di seluruh Puskesmas di Surabaya. Sedangkan untuk pengobatan di RSUD Dr Soewandi dan RSU dr Soetomo. Pemeriksaan itu gratis.

Untuk memantau para PSK yang terjangkit HIV/AIDS ini, pihaknya menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun petugas kesehatan di lapangan guna melakukan pendekatan personal. “Tiap seminggu sekali kami melakukan pemeriksaan di sana (Dolly dan Jarak). Tapi minimal sebulan sekali mereka (pengidap HIV/AIDS) kontrol,” terangnya, Rabu (21/5/2014).

Sebagian besar PSK yang menghuni Dolly berasal dari luar daerah. Dari total populasi PSK, dari luar Surabaya sekitar 80%. Sehingga mereka yang terinfeksi telah dipulangkan ke daerah asalnya. 
Dia mengimbau pemerintah daerah asal PSK yang terinfeksi HIV itu untuk memantaunya. 

"Dalam penanggulangan penyakit HIV/AIDS di Surabaya, nilai anggaran yang disiapkan sekitar Rp3 miliar. Anggaran itu untuk penambahan reagent dan pelatihan yang dilalukan oleh para LSM," jelasnya. (lns/
Lukman Hakim/sindonews.com)

24 Warga Lubuklinggau, Sumsel, Idap HIV

Lubuklinggau, Sumsel, aidsindonesia.com (21/5-2014) - Dinas Kesehatan Lubuklinggau menyebutkan terdapat 24 orang di Bumi Sebiduk Semare dinyatakan mengidap positif HIV. Jumlah itu sesuai data yang dimiliki Dinkes sejak 2008-2013 dan keberadaan mereka sampai dengan saat ini tidak terdeteksi lantaran menutup diri.
 
"Yang kita temukan selama ini, kita tidak tahu orangnya siapa. Sebab itu dari laboratorium. Itulah salah satu kendalanya, mereka masih menutup diri sehingga keberadaan mereka susah dideteksi saat ini," kata kepala Dinkes Lubuklinggau, Nawawi Akib, Rabu (21/5).

Dikatakannya, sepengetahuan Dinkes Lubuklinggau, dari 24 orang dinyatakan mengidap positif HIV yang rata-rata usia mereka antara 20-25 tahun, dua diantaranya meninggal dunia. "Sudah dua orang meninggal, semuanya itu laki-laki. Dan mereka-mereka itu merupakan orang berisiko tinggi yakni pekerja seks komersial (PSK), lesbi dan homo," jelasnya.

Nawawi menyebut terdapat empat titik lokasi di Lubuklinggau yang dianggap rawan penyebaran HIV/AIDS. "Setiap tahun kita lakukan pemeriksaan sampel darah terhadap mereka yang berisiko tinggi itu. "Kita ada tim khusus yang datang langsung ke lokasi, termasuk membuka klinik VCT untuk pemeriksaan bagi orang-orang risiko tinggi di RS Siti Aisyah," jelasnya.

Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lubuklinggau, Abdullah Matcik menyatakan pihaknya ikut terlibat bersama ormas lain untuk terus memberikan penyuluhan dalam bentuk dakwah kepada masyarakat. Khususnya untuk menjauhi perbuatan maksiat yang salah satunya seks bebas.  

"Kita hidup didunia untuk beribadah, mentaati perintaah Allah swt dan menjauhi
larangan Allah swt," pungkasnya.(wek/http://sumeks.co.id/)

Tekan Penyebaran HIV/AIDS, Pemkab Banyuwangi "Gandeng" Mahasiswa

Banyuwangi, aidsindonesia.com (21/5-2014) - Demi menekan bertambahnya jumlah pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Banyuwangi, yang sudah menembus angka 1.789 orang, Pemkab Banyuwangi menggandeng ratusan mahasiswa untuk menjadi relawan. Mereka tergabung dalam Kelompok Mahasiswa Peduli AIDS (KMPA).

Menurut Kepala Seksi Bidang pemberantasan penyakit menular Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Sudarto Setyo, Rabu (21/5/2015), jumlah penderita HIV AIDS di Banyuwangi terbanyak berasal dari usia produktif. 

"Penderita HIV/AIDS usia 26 sampai 30 tahun terbanyak yaitu 423 orang, sedangkan untuk usia 31 sampai 35 tahun ada 346. Sedangkan untuk usia yang lebih muda yaitu usia 21 sampai 25 tahun ada 284 penderita. Jika di hitung masa inkubasi antara dua tahun sampai 10 tahun, maka bisa dilihat virus masuk pada usia mahasiswa," kata dia. 

Apalagi, menurut Sudarto, hampir 82 persen penderita ditularkan lewat hubungan seksual. "Mahasiswa rentan juga terjebak denganfree sex. Karena itu kita gandeng mereka agar bisa memberikan pemahaman kepada teman sebaya termasuk tidak melakukan hal-hal yang diskriminasi kepada penderita," tuturnya.

Demi memberikan pemahaman kepada mahasiswa, mereka akan mendapatkan materi analisa HIV/AIDS di Kabupaten Banyuwangi, materi tentang HIV/AIDS, Building Learning Komitmen dan juga konsep Kelompok Mahasiswa Peduli AIDS. 

"Anggap saja menggunakan konsep multi level marketing. Jadi setelah mendapatkan materi di sini mereka bisa membentuk kelompok di kampus masing-masing dan menularkannya ke adik tingkat. Jadi ada keterlanjutan," kata dia. 

Sudarto menjelaskan, ada sembilan kampus di Banyuwangi yang tergabung dalam Kelompok Mahasiswa Peduli AIDS. 

"Total ada 210 mahasiswa yang tergabung. Dan Kabupaten Banyuwangi yang pertama kali menggunakan konsep ini. Apalagi Banyuwangi merupakan kota terbesar nomer tiga penderita HIV/AIDS. Ini bisa menjadi indikasi jika penderita HIV AIDS terdeteksi sejak dini di Banyuwangi. Jika mereka tertangani sejak awal maka mereka punya kesempatan hidup lebih panjang," kata dia. (
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati/kompas.com)

Kota Kediri, Jatim, Darurat HIV/AIDS, Januari-Maret 60 Orang Terjangkit

Kota Kediri, aidsindonesia.com (21/5-2014) - Sebanyak 60 orang terjangkit HIV/AIDS di Kediri, Jawa Timur, dalam kurun waktu Januari-Maret 2014. Diduga, virus HIV menyebar melalui lokalisasi remang-remang di Kediri.

Puluhan tim relawan penanggulangan HIV- AIDS Kota Kediri memberikan penyuluhan kepada warga dan pengunjung kawasan Lebak Tumpang Klotok Kecamatan Mojoroto. Dipilihnya Kawasan Lebak Tumpang sebagai sasaran sosialisasi, karena lokasi itu dicurigai sebagai tempat remang-remang dan rawan disalahgunakan untuk ajang transaksi seksual secara bebas.

"Penyuluhan kami lakukan dengan cara menempelkan beberapa poster berisi tentang bahaya HIV/AIDS di beberapa sudut warung, serta memberikan pemahaman bahaya HIV AIDS kepada pengunjung warung," kata Anjar Relawan Penanggulangan HIV /AIDS Kota Kediri, Selasa (20/05).

Menurut Anjar, ada tiga lokasi rawan penyebaran virus HIV/AIDS di Kota Kediri yakni di Kawasan Lebak Tumpang, Kawasan Gor Jayabaya dan di warung remang-remang di sepanjang dermaga Sungai Brantas.

Sosialisasi ini perlu terus digalakkan karena jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Kediri saat ini melonjak tajam sehingga Kota Kediri bisa dikategorikan darurat HIV-AIDS.

Sesuai data tahun 2013 lalu kasus HIV AIDS di Kota Kediri terdeteksi sekitar 138 kasus. Tetapi jumlah itu terus meningkat dan dalam tempo bulan Januari hingga Maret tahun 2014 penderita HIV/AIDS yang terdeteksi sebanyak 60 orang. ( Imam Mubarok/merdeka.com).

20 Mei 2014

132 Kasus HIV dan AIDS Baru Ditemukan di Riau

Pekanbaru, aidsindonesia.com (21/5-2014) - Penularan virus HIV dan AIDS di Provinsi Riau cukup subur, dari data Komisi Penanggulangan Aids Provinsi Riau mencatat, dari awal tahun hingga Mei, sudah ditemukan sebanyak 132 kasus HIV dan AIDS di Riau. Jumlah ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

Data yang diterima Tribun mencatat, dari 132 kasus tersebut, sebanyak 76 kasus merupakan temuan HIV dan, 56 kasus AIDS. Sedangkan data terinfeksi secara komulatif sudah mencapai 2388 orang, 1331 HIV dan 1057 AIDS yang terhitung dari 1997 lalu.

Dari jumlah tersebut, Pekanbaru masih menjadi daerah dengan jumlah temuan kasus HIV AIDS terbesar di Riau. Menurut keterangan dari KPA, selain merupakan kota besar dengan jumlah warga yang banyak. Pekanbaru juga banyak fasilitas yang mendukung untuk pemeriksaan apakah terinfeksi atau tidak, sehingga temuan kasus lebih banyak dibandingkan daerah lain di Riau.(*/Laporan  Wartawan tribun Pekanbaru/Nasuha Nasution)