Diduga terjadi banyak catatan ganda sehingga angka penderita HIV/AIDS di Papua tinggi
Jayapura, aidsindonesia.com (2/5/2014) - Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua akan melakukan validasi data HIV/AIDS. Sebab, KPA menduga banyak terjadi catatan ganda sehingga terlihat angka penderita HIV/AIDS di Papua cukup tinggi.
Sekretaris KPA Papua, drh. Constant Karma, kepada wartawan di Hotel Grand Abepura, Rabu (30/4), mengatakan dari survei yang dilaporakan Menteri Kesehatan pada Rapat Kerja Bupati/Wali Kota se-Papua di Kantor Gubernur Dok II Jayapura, beberapa waktu silam, Papua mampu mengendalikan penurunan HIV/AIDS dalam tujuh tahun terakhir ini. Gambaran situasi penyakit HIV/AIDS sebanyak 2,4 persen, turun menjadi 2,3 persen dari hasil survei yang dilakukan. Padahal, banyak orang berpikir kenaikan HIV di Papua akan naik sampai 5 persen.
“Dalam artian kita mampu menahan laju HIV di Papua, walaupun secara kawasan ada kenaikan, tetapi ada penurunan yang signifikan,” kata dia.
Oleh sebab itu, setelah anggaran KPA Papua turun, pihaknya akan langsung melakukan validasi data, sehingga dapat mencocokkan data di KPA Provinsi dan kabupaten/kota. Sehingga nanti tidak ada data yang doble lagi.
“Saya masih berpikir dengan penurunan angka dari 2,4 ke angka 2,3 persen, apakah kita sudah sampai kepada puncak HIV/AIDS. Ini yang kami masih tanyakan kepada dokter. Namum, pendapat dokter juga masih berbeda-beda,” dia menerangkan.
Pada kesempatan itu, Karma kembali menjelaskan bahwa hampir sebagian besar daerah sudah membentuk KPA. Dari 29 kabupaten/kota tinggal lima kabupaten yang belum terbentuk dan diharapkan dalam tahun ini sudah terbentuk.
Disinggung komitmen kepala daerah di Papua untuk menekan laju HIV/AIDS, Karma menegaskan, gubernur, para bupati/wali kota sangat komitmen untuk mengatasi masalah HIV/AIDS di Tanah Papua. Buktinya, pada APBD masing-masing daerah sudah dianggarkan khusus untuk KPA setempat.
Hanya saja, anggaran yang disiapkan oleh masing-masing kepala daerah tidak diakses baik oleh KPA maupun LSM di daerah. Karena harus melewati sekda dan wakil bupati.
“Sehingga banyak laporan teman-teman di daerah mereka mengalami kesulitan,” kata dia.
Dengan demikian, untuk menjembatani KPA di daerah dengan pemerintah setempat, KPA Papua telah membentuk tim asistensi yang diketuai oleh Pasaribu, yang tugasnya untuk menjembatani KPA kabupaten agar bisa dapat mengakses bupati/wakil dan sekda.
Penanggulangan Kusta
Sementara itu, menurut Karma, Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal telah memberikan tugas tambahan kepada Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua, selain tugas utamanya.
Sekretaris KPA Papua, drh. Cosntant Karma, pada wartawan di Hotel Grand Abepura, Rabu, mengatakan wakil gubernur memberikan satu tugas tambahan kepada KPA Papua, yakni soal penyakit kusta. Menurut Karma, penyakit Kusta di Papua juga cukup tinggi dan mendapat perhatian serius dari Kementerian Kesehatan. Oleh sebab itu, wakil gubernur minta KPA Papua mengurusnya.
“Tapi, bukan KPA nanti mengobati pasien penyakit kusta, KPA hanya memberikan akses, agar masyarakat bisa mendapat pertolongan dari rumah sakit,” dia menjelaskan.
Untuk tugas tambahan ini, KPA Papua akan membentuk Kelompok Kerja (Pokja) penyakit kusta. Dengan demikian, pokja inilah yang akan melakukan promosi atau penyuluhan kepada masyarakat.
Diakuinya, penyakit kusta ini cukup tinggi di Kabupaten Asmat, Biak maupun Jayapura.
“Jadi, masalah kalau tidak didalami nanti seperti tidak ada masalah. Tetapi didalami secara baik, ternyata banyak sekali masalah,” dia berujar. (Sinar Harapan)