16 November 2014

Vidi Aldiano Bertindak di Hilir Dalam Penanggulangan HIV/AIDS

Oleh Syaiful W. HarahapAIDS Watch Indonesia

Perangi HIV/AIDS, Vidi Aldiano Harap Pemerintah Lebih Optimal.” Ini judul berita di kapanlagi.com (15/11-2014).

Judul berita ini mengabaikan peranan orang per orang dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS.

Pemerintah sendiri kalang-kabut karena penolakan yang sangat keras dari beberapa kalangan terkait dengan upaya penanggulangan HIV/AIDS melalui hubungan seksual berisiko dengan pemakaian kondom.

Selain itu pelacuran yang tidak dilokalisir pun menjadi persoalan besar dalam penanggulangan HIV/AIDS karena pemerintah tidak bisa melakukan intervensi kepada laki-laki yang melacur dengan pekerja seks komersial (PSK) karena pelacuran terjadi terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Maka, langkah yang perlu digalakkan sekarang bukan lagi “menyerang” pemerintah, tapi megajak setiap orang, khususnya terkait seks, agar tidak melakukan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu:

(1) Laki-laki dewasa tidak melakjukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti,

(2) Perempuan dewasa tidak melakjukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(3) Laki-laki dewasa tidak melakjukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK langung (PSK yang kasat mata seperti PSK di lokalisasi atau lokasi pelacuran dan di jalanan) serta PSK tidak langsung (PSK berupa cewek panggilan, cewek pub, cewek disko, cewek kafe, cewek pemijat, ‘ayam kampus’, ABG, ibu-ibu, dll.),

Bagaimana seorang Vidi Aldiano bisa mengharapkan pemerintah melakukan penanggulangan pada tiga hal di atas?

Tentu saja tidak bisa karena: (1) dan (2) tidak bisa diawasi, sedangkan (3) juga tidak bisa diawasi karena pelacuran tidak dilokalisir.

Ada pernyataan “Kasus penanganan HIV AIDS adalah salah satu masalah serius yang sampai saat ini menghantui para generasi muda di Indonesia dan seluruh dunia.”

Tidak jelas apakah pernyataan itu dari Vidi Aldiano atau kesimpulan wartawan. Tapi, yang jelas pernyataan tsb. tidak akurat karena yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat sekarang adalah suami yaitu laki-laki dewasa yang bisa dibuktikan pada istri yang kian banyak terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Remaja banyak terdeteksi mengidap HIV/AIDS terjadi karena remaja penyalahgguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarun suntik secara bersama-sama dengan bergantian wajib tes HIV ketika hendak rehabilitasi.

Sedangkan laki-laki dewasa yang sering melakukan hubungan seksual berisiko, seperti pada kasus nomor (1) dan (3) di atas, tidak diwajibkan tes HIV. Bahkan, ketika istri mereka terdeteksi mengidap HIV/AIDS ada di antara suami-suami itu yang justru menuduh istrinya selingkuh. Mereka pun menolak tes HIV. Inilah al. sebabnya kasus HIV/AIDS pada laki-laki dewasa lebih sedikit jika dibandingkan dengan remaja, khususnya penyalahguna narkoba.

Disebutkan pula “Oleh sebab itu, pemerintah kita terus mengupayakan berbagai macam cara guna menekan jumlah penyebaran penyakit ini.”

Adalah mustahil pemerintah bisa menekan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual, karena pelacuran tidak dilokalisir.

Persoalan HIV/AIDS kian runyam karena gaung penangulangan hanya bergema pada Hari AIDS Sedunia tiap tanggal 1 Desember dan pada Malam Renungan AIDS di bulan Maret.

Disebutkan “Kali ini Vidi Aldiano juga ikut mengkampanyekan pentingnya untuk saling peduli dan berbagi kepada para ODHA. Hal ini diupayakan, agar mereka dapat terus survive dalam menghadapi virus HIV/AIDS ini.”

Itu artinya Vidi Aldiano melakukan langkah di hilir yaitu dengan membiarkan orang tertular HIV/AIDS dahulu baru ada kegiatan peduli terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS).

Saat ditanya oleh KapanLagi.com® tentang bagaimana peran pemerintah saat ini, Vidi Aldiano menyatakan programnya sudah berjalan, tapi masih kurang optimal: "Ini merupakan penyakit yang amat sangat serius. Dan ternyata, informasinya pun belum bisa begitu tersebar dengan baik.”

Vidi Aldiano sendiri menyampaikan informasi yang tidak akurat yaitu “penyakit yang amat sangat serius”. HIV adalah virus sedangkan AIDS bukan penyakit tapi kondisi seseorang yang sudah tertular HIV yang secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV.

Yang serius bukan HIV atau AIDS, tapi perilaku banyak orang yang tidak menerapkan seks aman [selalu memakai kondom pada hubungan seksual yang berisiko yaitu pada nomor (1), (2) dan (3) di atas].

Di bagian lain Vidi Aldiano mengatakan akses pelayanan bagi para ODHA juga masih sulit untuk dijangkau: "Orang-orang yang sudah mengidap HIV/AIDS, untuk mendapatkan obatnya segala macem aksesnya juga masih susah."

Astaga, ini orang koq asal ngomong. Akses pelayanan dan obat (obat antiretroviral/ARV) sudah tersebar secara luas mulai dari puskesmas sampai rumah sakit.

Yang menjadi persoalan besar adalah banyak orang yang tidak menyadari perilaku seksualnya berisiko tertular HIV/AIDS karena termakan mitos (anggapan yang salah).

Misalnya, dalam informasi HIV/AIDS selalu disebutkan bahwa penularan HIV/AIDS terjadi melalui PSK di lokasi pelacuran. Maka, banyak orang yang melakukan hubungan seksual berisiko yaitu dilakukan di luar lokalisasi, seperti di hotel berbintang, spa, dll. dengan perempuan yang bukan PSK langsung.

Nah, kalau Vidi Aldiano ingin berbuat banyak, ajak dan doronglah setiap orang agar tidak melakukan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS. ***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.