Oleh Syaiful W. Harahap – AIDS Watch
Indonesia
“17 Pegawai negeri di Jembrana
positif HIV/AIDS.” Ini judul berita di merdeka.com
(16/11-2014).
Secara empiris kasus HIV/AIDS pada pegawai negeri (PNS), pejabat, aparat
dan karyawan merupakan hal yang lumrah karena merekalah yang bisa membeli seks
ketika lokasi atau lokalisasi pelacuran ditutup.
Soalnya, ‘harga seks’ sekarang sangat mahal karena hubungan seksual harus
dilakukan di penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang. Itu artinya
selain uang untuk membayar cewek seorang laki-laki ‘hidung belang’ harus
membayar sewa kamar. Kalau di lokasi atau lokalisasi pelacuran yang dibayar
hanya ceweknya, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK).
Bahkan, setelah lokasi atau lokalisasi pelacuran ditutup ‘harga’ cewek dan
PSK kian melangit sehingga biaya untuk short
time (hubungan seksual singkat sampai laki-laki orgasme) sangat besar
yaitu: minuman dan makanan, rokok, kamar, dan cewek atau PSK. Berbeda dengan di
lokasi atau lokalisasi pelacuran yang dibayar hanya cewek karena bayaran tsb.
sudah termasuk sewa kamar.
Nah, tentu saja hanya orang-orang dengan penghasilan besar atau tetap yang
bisa ‘membeli seks’. Selain dapat gaji tetap, PNS juga mendapatkan uang jalan
atau perjalanan dina, bahkan ada pula gratifikasi seks yaitu hadiah atau
imbalan jasa berupa cewek.
Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kabupaten Jembrana, Bali, sampai
31 Oktober 2014 mencapai 545 yang terdiri atas 153 HIV dan 392 AIDS 392 dengan 241
kematian. Mereka itu adalah 345 pekerja swasta, 22 PSK, 128 ibu rumah
tangga, 17 PNS, dan lain-lain 33.
Dari 22 PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS empat di antaranya merupakan
cewek kafe. Di sepanjang jalur Gilimanuk-Denpasar yang melintas di wilayah Kab
Jembrana dikenal ada ‘warung kopi esek-esek’ atau kafe yang menyediakan pelayan
‘cewek plus-plus’ (‘Esek-esek’ di Warung Kopi pada LintasDenpasar-Gilimanuk). Nah, ada kemungkinan empat pengidap HIV/AIDS itu adalah ‘cewek plus-plus’
di kafe atau warung kopi.
Yang bisa mampir ngopi sambil
esek-esek di sana tentulah orang yang berduit karena harga kopi dan tarif cewek
tidaklah murah. Bisa saja PNS yang menerima uang perjalanan dinas mampir di
sana. Itu artinya laki-laki yang ngeseks tanpa kondom di warung plus-plus dan
kafe di jalur Jembrana-Bali berisiko tertular HIV/AIDS (Di Jembrana, Bali: Laki-laki yang Ngeseks dengan Perempuan PenghiburBerisiko Tertular HIV/AIDS).
Menurut Kadis Kesehatan Kabupaten Jembrana, Putu Suasta, berdasarkan data di KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Kab Jembrana, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat: "Ini sudah masuk dalam data zona merah."
Menurut Kadis Kesehatan Kabupaten Jembrana, Putu Suasta, berdasarkan data di KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Kab Jembrana, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat: "Ini sudah masuk dalam data zona merah."
Yang zona merah bukan jumlah kasus HIV/AIDS, tapi perilaku
sebagian laki-laki di Jembrana yang ngeseks dengan cewek kafe tanpa memakai
kondom.
Sebelum
terdeteksi mengidap HIV/AIDS empat cewek kafe itu minimal sudah tertular
HIV/AIDS tiga bulan. Maka, selama tiga sudah ada 720 laki-laki yang berisiko
tertular HIV dari empat cewek kafe itu (4 cewek kafe x 3 laki-laki/hari x 20
hari/bulan x 3 bulan).
Menurut Koordinator KPA Jembrana, I Putu Agus Maryana Putra, melonjaknya kasus HIV/AIDS akibat kurang beraninya masyarakat melakukan konseling. Padahal di setiap klinik, puskesmas dan Lapas juga disediakan pelayanan tersebut.
Menurut Koordinator KPA Jembrana, I Putu Agus Maryana Putra, melonjaknya kasus HIV/AIDS akibat kurang beraninya masyarakat melakukan konseling. Padahal di setiap klinik, puskesmas dan Lapas juga disediakan pelayanan tersebut.
Pernyataan koordinator
di atas menyesatkan karena yang datang konseling adalah orang-orang yang sudah
melakukan perilaku berisiko, al. ngeseks
tanpa kondom dengan PSK, cewek kafe, dll. Itu artinya konseling ada di hilir
yaitu ketika seseorang sudah tertular HIV/AIDS.
Yang diperlukan adalah langkah konkret di hulu
berupa intervensi terhadap laki-laki yang ngeseks
dengan PSK, cewek kafe, dll. yang memaksa mereka memakai kondom ketika ngeseks.
Tanpa program tsb., maka penyebaran HIV/AIDS di Kab Jembrana
akan terus terjadi yang kelak bermuara pada “ledakan AIDS”. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.