Oleh Syaiful W.
Harahap – AIDS Watch Indonesia
“Berdasarkan data dari Komisi
penanggulangan AIDS Provinsi NTT dan juga hasil rilis oleh Dinas Kesehatan
Provinsi NTT, mayoritas penderita HIV/AIDS di Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) diidap oleh ibu rumah tangga. Jumlah kumulatif kasus AIDS hingga akhir
Bulan Agustus 2014 terdapat 780 ibu rumah tangga yang menderita AIDS.” (Ibu Rumah
Tangga, Mayoritas Penderita HIV/AIDS di NTT, kompas.com,
29/10-2014).
Kasus kumulatif
HIV/AIDS di NTT sampai bulan Agustus 2014 di 22 kabupaten dan kota adalah 3.041,
yang terdiri atas ibu rumah tangga 780, wiraswasta 610, petani 410, pekerja
seks komersial (PSK) 155, tidak diketahui 137, dan sopir 132. Mereka itu adalah
belum kerja 123, PNS 111, ojek 107, tenaga kerja Indonesia 103, buruh 78,
mahasiswa 73, guru 44, pelajar 33, satpam 20, polisi 19, tukang 18, pembantu
rumah tangga 17, pelaut 12, nelayan 12, perawat 10, narapidana 9, TNI 8, aparat
desa 6, anak buah kapal 5 dan pensiunan 3. Sedangkan berdasarkan umur yang
paling banyak yakni 20-29 tahun yakni sebanyak 1.204 kasus. Berdasarkan jenis kelamin paling
banyak perempuan yaitu 1.791 kasus (58,90 persen).
Pernyataan dalam bentuk kesimpulan ini bias gender
karena HIV/AIDS yang ada pada ibu-ibu rumah tangga tidak datang sendiri karena
perilaku mereka, tapi karena ditularkan oleh sumai mereka. Itu artinya yang
lebih banyak mengidap HIV/AIDS adalah laki-laki.
Tapi, jika KPA NTT tetap mengatakan bahwa yang paling
banyak mengidap HIV/AIDS di NTT adalah ibu rumah tangga dibanding laki-laki
dewasa, maka itu artinya banyak laki-laki yang beristri lebih dari satu.
Artinya, laki-laki di NTT poligami.
Disebutkan oleh Pengelola Program KPA
NTT, Gusti Brewon: .... para ibu rumah tangga tersebut terinfeksi dari
pasangannya. Mereka memiliki pasangan yang punya perilaku berisiko dan dalam
ketidaktahuan itu mereka akhirnya terinfeksi HIV.
Kalau
di NTT monogami, maka jumlah laki-laki (baca: suami) yang mengidap HIV/AIDS
minimal sama dengan perempuan (ibu rumah tangga) karena disebut ibu rumah
tangga itu tertular dari suami. Karena yang paling banyak mengidap HIV/AIDS
adalah ibu rumah tangga bisa jadi seorang laki-laki atau suami beristri lebih
dari satu.
Yang
jadi pertanyaan adalah kalau perilaku berisiko suami-suami itu adalah karena
ngeseks dengan pekerja seks komersial, mengapa tidak ada intervensi berupa
program yang bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki?
Bisa
jadi Pemprov NTT mengatakan tidak wilayahnya tidak ada pelacuran yang
melibatkan PSK karena tidak ada lokalisasi pelacuran yang dibentuk dengan
regulasi. Artinya, secara de jure
tidak ada pelacuran di NTT.
Tapi,
secara de facto praktek pelacuran
yang melibatkan PSK terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Karena
pelacuran tidak dilokalisir, maka tidak bisa dijalankan program berupa
intervensi yang konkret untuk memaksa laki-laki memakai kondom ketika ngeseks
sengan PSK. Itu artinya, insiden infeksi
HIV baru terus terjadi yang pada tahap selanjutnya ditularkan ke perempuan.
Disebutkan
pula oleh Gusti, ibu rumah tangga yang sudah terjangkit HIV dapat menularkan
virus tersebut kepada bayi saat melahirkan atau menyusui, karena terlambat tahu
status HIV-nya.
Pertanyaan
untuk Gusti, apakah ada program yang konkre dan sistematis untuk mendeteksi
HIV/AIDS pada perempuan hamil?
Kalau
tidak ada, maka amatlah masuk akal kalau kelak du NTT kian banyak bayi yang
lahir dengan HIV/AIDS.
Persoalan
baru akan muncul karena kalau anak-anak itu jadi yatim-piatu tidak jelas
instansi mana yang akan menangani mereka. Kemensos tidak bisa karena mereka
bukan penyandang masalah sosial, sedangkan Kemenkes pun tidak bisa karena
anak-anak itu tidak dalam kondisi sakit. Kondisinya kian runyam kalau keluarga
bayi-bayi AIDS itu tidak mau mengurus mereka.
Jika
Pemprov NTT tidak mempunyai program konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada
perempuan hamil, maka selama itu pula bayi yang lahir dengan HIV/AIDS akan
terus bertambah.
Ini masih pernyataan
Gusti: “Ibu rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS trennya setiap tahun meningkat.
Hal ini karena upaya pemeriksaan HIV sudah bergerak lebih baik. Layanan terus
difasilitasi untuk lebih dekat, termasuk kampanye untuk peningkatan kesadaran
lebih gencar. Tidak heran penemuan kasus akan terus ada, karena makin banyak
orang mulai menyadari pentingnya tes HIV.”
Pernyataan di atas
tidak pas. Yang dimaksud Gusti sebenarnya adalah jumlah ibu rumah tangga yang
terdeteksi HIV/AIDS tiap tahun bertambah. Ini karena kian banyak layanan.
Tapi, kalau disebut “Ibu
rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS trennya setiap tahun meningkat” itu bukan
karena layanan, tapi karena kian banyak laki-laki yang tertular HIV/AIDS yang
pada gilirannya mereka menularkannya kepada pasangannya, seperti istri, pacar
atau selingkuhan. Inilah yang membuat kian banyak ibu rumah tangga yang
terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Menurut Gusti, langkah
pertama yang dilakukan oleh pihaknya yakni mendorong lebih banyak IRT dan
pasangannya untuk mengakses layanan pemeriksaan HIV karena merupakan hal yang
sangat penting.
Langkah
itu jelas pasif karena hanya menunggu ibu rumah tangga yang mau menjalani tes
HIV. Bahkan, banyak ibu rumah tangga yang menjalani tes HIV karena mereka
memeriksakan kehamilan atau karena ada indikasi perilaku suami yang perilakunya
berisiko tertular HIV/AIDS.
Yang
diperlukan adalah langkah yang aktif berupa intervensi yang konkret dan
sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS pada pasangan suami istri. Ada kemungkinan
juga KPA NTT dan Dinkes NTT tidak melakukan konseling pasangan. Ketika seorang
ibu rumah tangga terdeteksi mengidap HIV/AIDS, suaminya tidak dikonseling
sehingga tidak menjalani tes HIV.
Jika Pemprov NTT tidak melokalisir pelacuran, maka
internvisi tidak bisa dijalankan secara efektif sehingga memicu insiden infeksi HIV baru pada
laki-laki, yang pada gilirannya menambah jumlah perempuan, dalam hal ini istri
atau ibu rumah tangga, yang tertular HIV. Pada terminal terakhir infeksi HIV
terjadi pada anak-anak yang lahir dari ibu pengidap HIV/AIDS.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.