“Penderita HIV/AIDS di Jakarta
Timur hingga Agustus 2014 didominasi kaum lelaki penyuka sejenis alias homo
yang mencapai 139 kasus. Selanjutnya diikuti ibu rumah tangga 100 kasus,
perempuan pekerja seks 51 kasus, waria 15 kasus dan pria pekerja seks lima kasus.”
Ini lead pada berita “Penderita HIV/AIDS di
Jakarta Timur didominasi pria homoseksual” (merdeka.com, 12/9-2014).
Jika yang dimaksud “lelaki
penyuka sejenis alias homo” adalah laki-laki gay, maka pertanyaannya kemudian
adalah: Siapa yang menularkan HIV/AIDS ke 100 ibu rumah tangga?
Di bagian lain Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan Dinkes Jakarta Timur, Gagah
Heru Setiawan, mengatakan: "Penularan HIV/AIDS melalui penyimpangan seks
lelaki suka lelaki ini cukup dikhawatirkan karena mereka juga dapat menularkan
kepada lawan jenis."
Ada lagi pernyataan: “ .... pencegahan HIV/AIDS melalui hubungan seks ini dapat
dilakukan dengan pendidikan, penyuluhan yang intensif yang ditujukan pada
perubahan cara hidup dan perilaku seksual, serta bahayanya AIDS dari usia
remaja sampai usia tua.”
Soalnya,
laki-laki gay tidak mempunyai istri. Maka, kalau Dinkes Jakarta Timur menyebut
139 kasus tsb. pada laki-laki gay, maka ada 100 laki-laki yang bukan laki-laki
gay yang menularkan HIV/AIDS ke 100 ibu rumah tangga. Itu artinya jumlah kasus
di Jakarta Timur harus ditambah 100 biar pun laki-laki yang menularkan HIV/AIDS
kepada 100 ibu rumah tangga itu tidak terdeteksi. Atau bisa jadi 100 ibu rumah
tangga itu tertular HIV/AIDS tidak melalui hubungan seksual.
Ada
kemungkinan 139 laki-laki tsb. adalah laki-laki gay dan lelaki suka seks lelaki
(LSL) yaitu laki-laki heteroseks yang juga suka ngeseks dengan laki-laki
melalui seks anal. Tapi, Dinkes Jakarta Timur tidak memberikan penjelasan
tentang “lelaki penyuka sejenis alias homo”, apakah semua gay atau LSL.
Ada
tiga perilaku LSL yang berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu (a) ngeseks tanpa
kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di lokasi pelacuran) dan
tidak langsung (anak sekolah, ABG, ayam kampus, pemijar, cewek pub, cewek
disko, cewek karaoke, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.), (b)
ngeseks tanpa kondom dengan waria, dan (c) ngeseks tanpa kondom dengan
laki-laki.
Yang
jadi persoalan besar adalah jika LSL itu juga ngeseks dengan waria. Soalnya,
penelitian sebuah institusi gay di Surabaya menunjukkan laki-laki heteroseks,
seperti LSL, justru menjadi ‘perempuan’ (istilah di kalangan waria ‘ditempong’)
ketika ngeseks dengan waria. Itu artinya risiko LSL tertular HIV/AIDS dan IMS
(infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus
heptitis B, klamidia, jengger ayam, dll.) sangat besar jika waria yang jadi ‘laki-laki’
(istilahnya ‘menempong’) tidak memakai kondom.
Dalam
kaitan ini LSL menjadi ‘jembatan’ penyebaran HIV/AIDS dan IMS dari masyarakat
ke waria dan sebaliknya dari waria ke masyarakat, al. ke ibu rumah tangga.
Maka,
amatlah masuk akal kalau kemudian banyak ibu rumah tangga yang tertular HIV
dari suami karena suami-suami itu melakukan tiga perilaku berisiko tertular HIV
di atas.
Jumlah
ibu rumah tangga yang tertular HIV/AIDS dari suami kian besar karena praktek
pelacuran di Jakarta Timur khususnya dan di Indonesia umumnya tidak dilokalisir
sehingga tidak bisa dilakukan intervensi untuk menurunkan insiden infeksi HIV
baru pada laki-laki yang ngeseks dengan PSK.
Di
Thailand insiden infeksi HIV baru pada laki-laki yang ngeseks dengan PSK turun
besar karena ada program ‘wajib kondom 100 persen’ yang dijalankan pemerintah
dengan skala nasional. Laki-laki yang ngeseks dengan PSK diwajibkan memakai
kondom. Pemantuan bisa dilakukan dengan efektif karena pelacuran dilokalisir.
“Penyimpangan
seks lelaki suka lelaki” adalah jargon moral yang tidak ada kaitannya secara
langsung dengan penularan HIV/AIDS. Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual
bukan karena ‘penyimpangan seks lelaki suka lelaki’ (sifat hubungan seksual),
tapi karena salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS dan yang menganal
(memasukkan penis ke anus) tidak memakai kondom (kondisi hubungan seksual).
Pernyataan
Gagah itu merupakan mitos (anggapan yang salah) yang justru menghambat
penanggulangan HIV/AIDS karena masyarakat tidak memahami cara-cara penularan
HIV/AIDS yang konkret.
Disebukan
pula “ .... kami terus berupaya menekan angka penderita dengan meningkatkan
kesadaran warga untuk tidak melakukan seks bebas, ....”
Lagi-lagi
pernyataan di atas merupakan mitos. Kalau ‘seks bebas’ diartikan zina, seperti
melacur, seks anal, seks oral, dll., maka tidak ada kaitan langsung seks bebas
dan penularan HIV/AIDS karena seks bebas adalah sifat hubungan seksual
sedangkan risiko penularan HIV/AIDS terjadi karena kondisi hubungan seksual.
Mencegah
penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual hanya bisa dilakukan dengan cara:
(1) Tidak melakukan hubungan seksual dengan yang mengidap HIV/AIDS, dan (2)
Menghindari pergesekan penis dan vagina ketika terjadi hubungan seksual.
Ada
lagi pernyataan moralistis yang justru tidak terkait langsung dengan pencegahan
HIV/AIDS, bahkan sebaliknya mendorong stigma (cap buruk) dan diskriminasi
(perlakuan berbeda) kepada pengidap HIV/AIDS: “Selain itu, meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan warga kepada tuhan sehingga mereka menjauhi perbuatan seks di
luar nikah yang merupakan larangan agamanya.”
Pertama, apa alat ukur
keimanan dan ketaqwaan.
Kedua, berapa takaran keimanan dan
ketaqwaaan yang bisa mencegah penularan HIV/AIDS.
Ketiga, siapa yang mempunyai otoritas
mengukur keimanan dan ketaqwaan.
Pernyataan
itu menyudutkan orang-orang yang tertular HIV/AIDS karena dikesankan mereka
tertular HIV/AIDS karena tidak mempunuai iman dan taqwa.
Selama
praktek pelacuran terjadi di sembarang
tempat dan sembarang waktu di Jakarta Timur dan tidak ada intervensi langsung,
maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi.
Itu
artinya penyebaran HIV/AIDS terus terjadi di Jakarta Timur yang kelak akan
bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.