Surabaya, aidsindonesia.com (20/7-2014) - Pasca penutupan lokalisasi Dolly-Jarak, Pemkot Surabaya
dihadapkan pada pekerjaan besar untuk memantau penderita HIV/AIDS. Semua
instansi dikerahkan untuk tetap mengendalikan penularan penyakit berbahaya itu
dari berbagai sisi.
Langkah utama pemkot adalah menggerakkan 62 puskesmas yang
tersebar di seluruh Surabaya. Tenaga medis di puskesmas itu telah dibekali
kemampuan dan peralatan untuk mendeteksi penyakit HIV/AIDS. Mereka akan secara
aktif mencari orang-orang yang diduga menderita penyakit tersebut. ”Petugas
bisa mendatangi orang yang dicurigai dan mengetesnya,” kata Kepala Pengendalian
Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Surabaya dr Mira Novia, Sabtu (19/7).
Selain cara jemput bola semacam itu, ada delapan puskesmas
yang disiapkan untuk menerima penderita HIV/AIDS. Yakni, Puskesmas Putat Jaya,
Perak Timur, Sememi, Dupak, Jagir, Manukan Kulon, Kedurus, dan Tanah Kali
Kedinding. Puskesmas tersebut memiliki tenaga medis khusus yang bisa memberikan
penanganan awal untuk penderita. ”Semua tes itu juga gratis,” ungkapnya.
Selain berbasis puskesmas, pencarian penderita HIV/AIDS
melibatkan pengurus lembaga swadaya masyarakat. Terutama untuk mendekati
komunitas-komunitas yang rentan terhadap pergaulan bebas. ”Lokasi-lokasi yang
berpotensi menjadi tempat transaksi seks juga kami datangi,” ujarnya.
Langkah itu bertujuan menjaring para penderita HIV/AIDS di
Surabaya. Sebab, setiap tahun jumlah pengidap penyakit itu bertambah cukup
banyak. Pada Januari hingga Mei saja, terdeteksi 281 orang. Perinciannya, 171
orang terjangkit HIV dan 110 sudah terkena AIDS.
Data tersebut menambah daftar panjang pengidap HIV/AIDS
pada 2013 sebanyak 754 orang. Sebanyak 501 menderita HIV dan sisanya terkena
AIDS. Pada 2012 yang terdeteksi penyakit itu mencapai 752 orang dengan
klasifikasi 418 terkena HIV dan 334 orang mengidap AIDS. ”Data itu bertambah
dari tahun ke tahun. Jadi, tiap tahun ada kasus baru,” ujarnya.
Khusus di Dolly-Jarak juga ditemukan kasus baru. Temuan itu
didapatkan Dinkes Surabaya pada saat memeriksa kesehatan para pekerja seks
komersial (PSK) yang mengambil dana kompensasi pada Juni lalu. Ada 45 orang
yang terpapar HIV/AIDS. Sebanyak 36 orang di antaranya merupakan penderita
baru.
Mereka yang terdata itu diberi surat rekomendasi untuk
berobat. Surat rujukan tersebut dikirim ke dinas kesehatan asal para PSK. ”Isi
surat itu amat lengkap. Mulai jenis obat, dosis, hingga riwayat penyakit,”
imbuh Mira.
Dengan langkah itu, perkembangan penyakit para eks PSK
tersebut diharapkan tetap terpantau. Mereka juga bisa berobat secara
terkontrol.
Sementara itu, untuk para lelaki hidung belang yang suka
jajan dengan PSK, dinkes memang tidak bisa berbuat terlalu banyak. Upaya dinkes
hanya mempersering sosialisasi tentang bahaya penyakit itu. Sosialisasi
tersebut juga dibarengi dengan ajakan untuk segera memeriksakan diri bila
mengalami keanehan.
Tetapi, selama ini orang-orang itu memang kerap malu untuk
menjalani tes HIV/AIDS. Sebab, ada anggapan sangat kuat di masyarakat bahwa
penyakit tersebut bukan hanya masalah fisik, tapi juga imbas perilaku seksual
bebas.
Konsultan masalah HIV/AIDS dari RSUD dr M. Soewandhie dr
Ita Puspita Dewi SpKK mengungkapkan, mereka tidak hanya malu, tapi juga kerap
takut bila ternyata terbukti mengidap penyakit tersebut. ”Jadi berimbas pada
psikis,” ungkapnya.
Dia menyebutkan, pada tahap awal, HIV/AIDS memang tidak
menunjukkan gejala sama sekali. Nah, kadang itu yang membuat orang lengah untuk
memeriksakan diri. Bila daya tahan menurun dan kerap terserang penyakit, baru
mereka sadar. Kalau sudah seperti itu, kondisi pasien sudah semakin
buruk. (jun/c7/end/jpnn.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.