Oleh Syaiful W. Harahap – AIDS WatchIndonesia
Jakarta,
aidsindonesia.com (25/7-2014) - "Ayo, ita cek status HIV." Inilah ajakan seorang cewek kepada teman-temannya di Iklan Layanan Masyarakat (ILM) di ”KOMPAS
TV”. Ajakan ini menyesatkan karena dikesankan semua orang
harus menjalani tes HIV untuk mengetahui status HIV.
Ketika informasi
tentang HIV/AIDS yang akurat sudah banjir, tapi tetap saja ada yang tidak
memahami fenomena HIV/AIDS secara komprehensif. (Pembuat) ILM itu salah satu di antaranya.
Perilaku Berisiko
Entah apa tujuan ILM tsb.
karena yang menjadi persoalan besar bukanlah penanggulangan di hilir, al. tes HIV,
tapi penanggulangan di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru. Ini pun
hanya bisa dilakukan pada laki-laki yang melacur dengan pekerja seks komersial
(PSK) di lokalisasi pelacuran.
Kalau tujuan iklan tsb.
untuk mencari kasus HIV yang ada di masyarakat terkait dengan fenomena gung es
juga tidak tepat karena tidak semua penduduk berisiko tertular HIV.
“Gunung es” adalah
fenomena epidemi HIV/AIDS yaitu kasus yang terdeteksi atau kasus yang
dilaporkan (digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke permukaan air
laut) tidak menggambarkan kasus ril di masyarakat (digambarkan bongkahan es
yang ada di bawah permukaan air laut).
Kasus yang tiak
terdeteksi itu merupakan dark number
yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui
hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Langkah konkret untuk
mencari kasus pada dark number
bukanlah mengajak atau menganjurkan semua orang mengetahui status HIV-nya
dengan menjalani tes HIV.
Soalnya, tidak semua
orang berada pada posisi yang berisiko tertular HIV.
Seseorang berisiko
tertular HIV al. karena pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa
kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau
dengan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti PSK.
Maka, tentu saja tidak
semua orang pernah atau sering melakukan hal di atas.
Maka, anjuran dan ajakan
untuk mengetahui status HIV secara massal merupakan cara-cara yang tidak etis
karena sudah menyamaratakan perilaku semua orang sebagai perilaku yang berisiko
tertular HIV.
Salah satu langkah yang
bisa “mencari” angka pada kasus dark
number adalah melalui tes HIV yang diwajibkan bagi: (a) perempuan hamil,
dan (b) pasien yang berboat dengan jaminan kesehatan di rumah sakit pemerintah.
Dua hal itu tidak
melanggar hak asisasi manusia (HAM) karena ada pilihan. Langkah (a) sudah
dijalankan di beberapa negara, al. Malaysia. Sedangkan cara (b) dijalnakan di
Amerika Serikat.
Turunkan Insiden HIV Baru
Selama ini ada kesan
kalau sudah tes HIV, terutama dengan hasil negatif, dianggap sebagai “vaksin”. Kesan
ini yang harus dibongkar karena salah kaprah.
Biar pun
hasil tes HIV pada satu saat negatif itu tidak jaminan selamanya negatif karena
bisa saja setelah tes ybs. melakukan kegiatan yang berisiko tertular HIV.
Itulah sebabnya tes HIV sebelum menikah pun tidak ada manfaatnya (Lihat: Tes HIV sebelum Menikah Bisa Jadi Bumerang - http://edukasi.kompasiana.com/2013/08/21/tes-hiv-sebelum-menikah-bisa-jadi-bumerang-585282.html).
Kemenkes RI melaporkan
jumlah kasus yang dilaporkan dari April 1987 sampai Maret 2014 per 17 Juli 2014
sebanyak 188.273 yang terdiri ats 134.042 HIV dan 54.231 AIDS dengan 9.615
kematian (spiritia.or.id).
Jumlah tsb. merupakan
persoalan besar bagi Indonesia karena terkait dengan penyebaran HIV dan biaya
pembelian obat antiretroviral (ARV).
Yang bisa dilakukan secara
realistis dalam penanggulangan HIV/AIDS dengan langkah-langkah yang konkret
hanya menurunkan insiden ifneksi HIV baru pada laki-laki yang melakukan hubungan
seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran yaitu program “wajib kondom 100
persen”.
Tentu saja program itu
tidak bisa jalan di Indonesia dengan efektif karena pelacuran di Indonesia
tidak dilokalisir sehingga terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Jika pemerintah tidak
menjalankan program penanggulangan yang konkret, maka selama itu pula insiden
infeksi HIV baru akan terus terjadi.
Pada gilirannya
kasus-kasus baru itu pun menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakt yang
kelak akan bermuara pada “ledakan AIDS”. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.