30 Maret 2014

36 Persen PSK di Situbondo, Jatim, Mengidap HIV/AIDS

JakartaAIDS Watch Indonesia, 31 Maret 2014 - ”Penyebaran virus HIV/AIDS di Situbondo semakin mengkhawatirkan. Penderita virus mematikan yang mayoritas penularannya melalui hubungan seks bebas tersebut banyak menyerang pekerja seks komersial (PSK) di beberapa lokasi esek-esek di  Kota Santri itu.” Ini lead di berita ”36 Persen PSK di Situbondo Positif HIV/AIDS.” (www.jpnn.com, 27/3-2014).

Pernyataan pada lead berita ini pun sudah menunjukkan pemahaman wartawan terhadap HIV/AIDS sangat jelek.

Pertama, disebutkan ”penderita virus mematikan”. Kalau yang dimaksud wartawan virus mematikan adalah HIV, maka pernyatana itu salah karena belum ada kasus kematian karena HIV. Kematian pada pengidap HIV/AIDS bukan karena HIV (virus), tapi karena penyakit-penyakit lain, disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll. Yang muncul di masa AIDS (suatu kondisi pengidap HIV/AIDS secara statistik setelah tertular HIV antara 5-15 tahun).

Kedua, disebutkan pula ”mayoritas penularannya melalui hubungan seks bebas”. Ini adalah pernyataan yang menyesatkan karena jika yang dimaksud ”seks bebas” adalah zina dan melacur. Soalnya tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan ”seks bebas”. Penularan HIV melalui hubungans seksual terjadi di dalam dan di luar nikah jika: salah satu dari pasangan itu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama.

Ketiga, ada pula pernyataan ”banyak menyerang pekerja seks komersial (PSK) di beberapa lokasi esek-esek di  Kota Santri itu.” Sebagai virus HIV tidak menyerang tapi menular, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kalau saja wartawan yang menulis berita ini memahami epidemi HIV dengan benar, maka data ”36 Persen PSK di Situbondo Positif HIV/AIDS” merupakan fakta yang bisa dikembangkan secara empiris sehingga berita pun akan mencerahkan masyarakat.

Itu artinya ada 27 dari 75 PSK di dua lokasi pelacuran di  Situbondo, Jatim, mengidap HIV/AIDS. Lokasi pelacuran tsb. Adalah Gunung Sampan (GS), Desa Kotakan, Kecamatan Situbondo, dan Rajawali, Kecamatan Banyuglugur.

Fakta I: Ada 27 laki-laki dewasa yang mengidap HIV/AIDS yang menularkan HIV kepada 27 PSK tsb. Laki-laki tsb. dalam kehidan sehari-hari bisa sebagai seorang suami. Maka, jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV banyak karena bisa di antara 27 laki-laki pengidap HIV/AIDS itu mempunyai istri lebih dari satu, mempunyai pasangan seks lain, misalnya, selingkuhan dan ”jajan” ke PSK di lokasi pelacuran lain.

Fakta II: Jika setiap malam 1 PSK melayani 3 laki-laki, maka setiap malam ada 51 laki-laki yang berisiko tertular HIV. Seorang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS minimal dia sudah tertular HIV 3 bulan. Itu artinya dengan 27 PSK pengidap HIV/AIDS sudah ada 4.960  laki-laki yang berisiko tertular HIV (1 PSK x 3 laki-laki/malam x 27 PSK x 20 hari/bulan x 3 bulan).

Sayang, dua fakta di atas tidak dipaparkan oleh wartawan dalam berita tsb.

Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Situbondo,  Abu Bakar Abdi, sulit menanggulangi penyebaran virus tersebut. Sebab, mereka tidak terlokalisasi dan selalu berpindah-pindah tempat. Hal itu membuat pengawasan terputus.

Kalau saja kepala dinas kesehatan ini memakai cara-cara yang konkret, tentulah penyebaran HIV/AIDS bisa diturunkan yaitu dengan membuat regulasi yang memaksa laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Celakanya, di Indonesia tidak ada program penanggulangan HIV/AIDS yang konkret. Semua hanya mengedepankan moral. Akibatnya, penyebaran HIV/AIDS terus terjadi yang kelak bermuara pada ”ledakan AIDS”. ***


- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.