Dalam laporan
kasus kumulatif HIV/AIDS yang dikeluarkan Ditjen PP & PL, Kemenkes
RI , tertanggal 31 Oktober 2013 kasus kumulatif
HIV/AIDS di Prov Sulawesi Utara (Sulut) adalah
2.732 yang terdiri atas 1.973 HIV dan 759 AIDS.
Berdasarkan
jumlah kasus AIDS (759) posisi Sulut secara nasional ada di peringkat ke-13.
Jika diurutkan berdasarkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS (2.732), maka posisi Sulut juga ada
pada peringkat ke-13 dari 33 provinsi di Indonesia.
Jika Pemprov
Sulut, pemerintah kabupaten dan kota di Sulut melihat posisi itu ‘aman-aman’
saja, maka bencana berupa “ledakan AIDS” pun akan mendera Sulut.
Jika disimak
Gambar 1, maka 759 penduduk Sulut yang sudah sampai pada masa AIDS, artinya
mereka sudah tertular HIV antara tahun 1998 dan 2008 (ini berdasarkan statistik
masa AIDS terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV).
Yang menjadi
persoalan besar adalah kalau di antara 759 pengidap AIDS itu ada pekerja seks
komersial (PSK) dan waria, maka sudah ribuan bahkan puluhan ribu laki-laki
dewasa penduduk Sulut yang berisiko tertular HIV. Penyebaran HIV melalui
laki-laki yang tertular HIV dari PSK al. melalui hubungan seksual tanpa kondom
di dalam dan di luar nikah dengan istri atau perempuan lain.
Jika seorang PSK
melayani 3-5 laki-laki per malam itu artinya ada 3.600-10.800 laki-laki yang
berisiko tertular HIV yaitu 1 PSK x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 5-15
tahun.
Begitu juga
dengan 1.973 penduduk Sulut yang mengidap HIV. Mereka terdeteksi minimal 3
bulan setelah tertular. Maka, sebelum mereka terdeteksi HIV mereka pun sudha
menularkan HIV ke orang lain tanpa mereka sadari (Gambar 2). Penularan terjadi
al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan
istri atau perempuan lain.
Bukti penyebaran
HIV secara horizontal di masyarakat dapat dilihat dari kasus HIV/AIDS yang
terdeteksi pada ibu rumah tangga. Mereka tertular HIV dari suami.
Jumlah perempuan
penduduk Sulut yang berisiko tertular HIV jika banyak laki-laki dewasa yang
mempunyai istri lebih dari satu, mempunyai pasangan gelap, pacar, teman kumpul
kebo, dll.
Celakanya, Pemprov
Sulut, pemerintah kabupaten dan kota di Sulut tidak mempunyai program yang konkret
untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan
seksual dengan PSK. Selain itu intervensi terhadap laki-laki yang berisiko
tertular HIV melalui hubungan seksual dengan PSK karena praktek pelacuran di
Sulut terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Salah satu
langkah konkret yang bisa dilakukan untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru
pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK adalah membuat
regulasi untuk memaksa laki-laki memakai kondom ketika berhubungan seksual
dengan PSK.
Thailand
berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui
hubungan seksual dengan PSK melalui program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi
laki-laki yang melacur dengan PSK.
Tapi, program
itu hanya bisa dijalankan dengan efektif jika pelacuran dilokalisir. Tentu saja
hal ini tidak bisa dilakukan karena semua daerah sudah menyatakan ‘perang’
melawan lokasi dan lokalisasi pelacuran.
Namun, praktek
pelacuran yang tidak kasat mata, seperti dengan perempuan panggilan di
hotel, luput dari jangakuan peratura
daerah (Perda) anti pelacuran yang sudah diterbitkan di banyak daerah.
Tanpa program
yang konkret dan sistematis, maka penyebaran HIV/AIDS di Sulut akan terjadi
terjadi yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’.
- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W.
Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.