26 September 2013

Laki-laki yang Menularkan HIV


Berita “Tuna Susila Termasuk Rawan Resiko Penularan HIV, Dibutuhkan Peran Nyata Masyarakat Secara Aktif” di Harian “ANALISA” (20 Agustus 2008) menunjukkan ada fakta pada tataran realitas sosial yang luput dari banyak kalangan. Akibatnya, masalah HIV/AIDS tidak dipahamai banyak orang secara komprehensif.

Pertama, HIV pada kalangan pekerja seks, dalam berita disebut tuna susila, justru ditularkan oleh laki-laki yang dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, lajang, duda, remaja yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, pengajar, sopir, pedagang, perampok, dll. Mereka inilah yang menjadi persoalan besar dalam epidemi HIV/AIDS karena mereka menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk.

Persoalan kian runyam karena banyak orang yang sudah tertular HIV tidak menyadarinya. Akibatnya, terjadilah penularan yang tidak disadari, misalnya, melalui hubungan seks tanpa kondom  di dalam atau di luar nikah, transfusi darah yang tidak diskrining, jarum suntik, dll.

Kedua, laki-laki yang kemudian mengencani pekerja seks yang sudah tertular HIV berisiko pula tertular HIV. Laki-laki ini pun akan menjadi mata rantai penyenbaran HIV pula. Lagi-lagi tanpa disadarinya.

Fakta-fakta di atas tidak muncul dalam berita atau pun ceramah soal HIV/AIDS sehingga yang dihujat hanya pekerja seks. Padahal, yang perlu dihujar adalah laki-laki yang menularkan HIV kepada pekerja seks karena mereka ini menjadi mata rantai penyebaran HIV.

Pembicaraan tentang pelacuran selalu bias gender karena yang disalahkan hanya pekerja seks (baca: perempuan). Padahal, tanpa laki-laki kegiatan pelacuran tidak akan terjadi.

Selama kita tidak melihat pelacuran dengan objektif maka selama itu pula pelacuran terus terjadi dan disertai pula dengan penyebaran sifilis, GO, hepatitis B, dan HIV/AIDS. ***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Informasi AIDS yang Tidak Akurat


Berita “Ibu Muda Penderita AIDS di Medan Meninggal, 9 Lagi Masih Dirawat” di Harian ”ANALISA” Medan edisi 5/6-2006 menunjukkan yang tidak akurat terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis.

Pertama, pada aliena pertama disebutkan “Jumlah penderita positif AIDS …. “ Ini tidak akurat karena yang positif adalah virus yaitu HIV di dalam darah. Sedangkan AIDS adalah masa ketika jumlah HIV lebih banyak daripada sel darah putih.

Kedua, dalam berita itu tidak disebutkan apa yang menyebabkan ‘ibu muda’ itu meninggal dunia. Soalnya, yang mematikan Odha (Orang yang Hidup dengan HIV/AIDS) adalah infeksi oportunistik yang muncul setelah masa AIDS. Maka, tanpa menyebutkan penyebab kematian maka berita itu tidak akurat sehingga pembaca (baca: masyarakat) akan menangkap bahwa yang mematikan adalah AIDS.

Ketiga, disebutkan “ …. penyakit mematikan …. “ Apakah hanya HIV/AIDS yang mematikan? Penderita flu burung, demam berdarah atau diare mati dalam hitungan hari sedangkan Odha ada yang bertahan sampai belasan tahun tanpa obat.

Keempat, disebutkan bahwa suami ‘ibu muda’ itu tertular HIV karena “ …. sering melakukan hubungan seks bebas tanpa kondom ….” Ini tidak akurat karena tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan seks bebas. Kalau seks bebas dalam berita itu diartikan sebagai ‘hubungan seks di luar nikah’ maka sama sekali tidak ada kaitan langsung antara ‘seks bebas’ dengan penularan HIV. HIV menular melalui hubungans seks di dalam atau di luar nibah (bisa) terjadi kalau salah satu atau dua-dua dari pasangan itu HIV-positif. Kalau dua-duanya HIV-negatif maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV biar pun dilakukan dengan ‘seks bebas’.

Kelima, dalam berita tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan ‘hubungan seks berisiko’ sehingga pembaca tidak menangkap makna dari pernyataan ini.

Keenam, disebutkan untuk menghindari HIV adalah dengan “Jauhkan diri dari narkoba ….” Ini menyesatkan karena narkoba diperlukan untuk medis, seperti obat anestesi. Tanpa narkoba maka puluhan, ratusan bahkan ribuan orang setiap hari akan mati di meja operasi. Yang dihindari adalah memakai narkoba dengan jarum suntik secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian menyuntikkan narkoba karena ada kemungkinan salah satu di antara mereka HIV-positif sehingga yang lain berisiko tinggi tertular HIV.

Ketujuh, disebutkan “ …. setelah itu virus berkembang menjadi AIDS ….”. Ini tidak akurat karena HIV tidak berkembang yang terjadi adalah HIV menggandakan diri di sel-sel darah putih. Sel darah putih tempat HIV menggandakan diri rusak. Virus yang baru diproduksi mencari sel darah putih lain. Begitu seterusnya sampai pada suatu saat jumlah virus lebih banyak daripada sel darah putih maka itulah yang disebut masa AIDS.

Kedelapan, disebutkan “Apalagi obat yang dapat menyembuhkan AIDS belum ada”. Ini juga tidak jujur karena banyak penyakit yang tidak ada obatnya, seperti demam berdarah. Ada lagi penyakit yang ada obatnya tapi tidak bisa disembuhkan, seperti diabetes dan darah tinggi. Tapi, mengapa tidak disebutkan bahwa tidak ada obatnya kalau memberitkan demam berdarah, diabetes atau darah tinggi?

Selama informasi tentang HIV/AIDS tidak akurat berdasarkan fakta medis maka masyarakat hanya menangkap mitos (anggapan yang salah) sehingga penularan HIV akan terjadi antar penduduk tanpa disadari. Kelak epidemi HIV akan menjadi ‘bom waktu’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Pemahaman AIDS yang Tidak Akurat


Selama tiga hari berturut-turut mulai tanggal 8 sampai 10 Mei 2006 Harian “Radar Tegal” memuat berita tentang HIV/AIDS: (1) 21 Positif HIV, 3 AIDS, (2) Kabupaten Tegal Epidemi AIDS, dan (3) Dinkes Diminta Proaktif. Salah satu upaya untuk menanggulangi epidemi HIV adalah penyebarluasan informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV.

Namun, dalam tiga berita itu justru muncul informasi yang tidak akurat sehingga bisa menyesatkan.

Pertama, tes HIV terhadap pekerja seks komersial (PSK) bersifat survailans untuk mendapatkan prevalensi (perbandingan antara HIV-positif dan HIV-negatif di kalangan PSK pada kurun waktu tertentu) sebagai pegangan dalam merumuskan langkah-langkah penanggulangan. Kalau ada yang PSK yang terdeteksi HIV-positif persoalan bukan pada PSK tapi pada penduduk yang sudah pernah melakukan hubungan seks tanpa kndom dengan PSK karena kalau mereka tertular HIV maka mereka akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat. Bagi yang beristri akan menulari istrinya atau perempuan lain yang menjadi pasangannya.

Kedua, yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki. Maka, yang paling bersalah adalah laki-laki dan lagi-lagi yang menyebarkan HIV adalah laki-laki.

Ketiga, disebutkan “ …. dinyatakan mengidap virus HIV dan tiga orang lainnya positif AIDS.” Ini tidak akurat karena tidak ada yang positif AIDS tapi sudah mencapai masa AIDS. Seseorang yang tertular HIV akan terdeteksi HIV-positif melalui tes darah yang sudah dikonfirmasi, tapi belum menunjukkan gejala-gejala yang khas pada fisik. Setelah 5 – 10 tahun kemudian akan sampai pada masa AIDS yang ditandai dengan infeksi oportunistik, seperti diare, TBC, dll.

Keempat, pernyaaan “ …. Kabupaten Tegal dikenal sebagai daerah ‘wisata malam’ …. juga tidak akurat karena sama sekali tidak ada kaitan langsung antara ‘wisata malam’ dengan penularan HIV. Ini yang disebut mitos (anggapan yang salah). Penularan HIV melalui hubungan seks bisa terjadi di dalam atau di luar nikah pada siang atau malam hari di lokalisasi atau di luar lokalisasi kalau salah satu satu atau dua-dua dari pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom.

Kelima, ada lagi pernyataan “ …. Padalah jika identitas mereka diketahui, penangangannya akan lebih komprehensif.” Bukan hanya untuk kasus HIV/AIDS semua keterangan tentang penyakit dalam medical record (catatan medis) merupakan rahasia yang hanya boleh diketahui pasien dan dokter. Pembeberan isi catatan medis harus seizing pasien, jika tidak ada izin maka hal itu merupakan perbuatan yang melawan hukum yang bisa digugat di pengadilan. Lagi pula dalam hal HIV/AIDS yang menjadi persoalan justru penduduk yang sudah tertular tapi tidak terdeteksi sehingga mereka menjadi mata rantai penyebaran HIV tanpa mereka sadari.

Keenam, disebutkan pula “ …. pekerja seks komersial (PSK) yang kedapatan positif terserang HIV/AIDS untuk diisolasi” merupakan pernyataan yang ngawaur karena yang menjadi persoalan besar adalah penduduk yang sudah tertular HIV tapi tidak terdeteksi. Penduduk Tegal atau Batang bisa saja tertular HIV di luar daerah atau di luar negeri. Selain itu mengisolasi PSK juga merupakan perbuatna yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap HAM.

Ketujuh, pernyataan “ …. segera diambil langkah-langkah preventif yang diperlukan agar tidak menyebar ke orang lain” merupakan gambaran betapa masih banyak yang tidak memahami penularan HIV dengan akurat. Sebagai virus HIV tidak bisa menyebar karena hanya menular melalui cara-cara yang sangat spesifik.

Selama materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS tidak diberikan secara akurat kepada masyarakat maka epidemi HIV akan terus berlangsung dan akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan HIV/AIDS kelak. ***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Tidak Ada Sekolah yang Rawan HIV


Surat Pembaca

Berita berjudul ”Westra Enggan Jamah PSK” di harian ini edisi 15 Juni 2006 lagi-lagi mengandung mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS. Dalam berita disebutkan, ”…mempetakan sekolah yang dinilai rawan penularan HIV/AIDS…”

1. Tidak ada sekolah yang rawan HIV/AIDS karena HIV tidak menular melalui udara, air dan pergaulan sosial sehari-hari. Lagi pula sebagai virus, HIV tidak terdapat di lingkungan sekolah karena HIV hanya ada dalam darah di tubuh orang yang HIV-positif. Yang rawan HIV adalah perilaku seseorang bukan kelompok atau kalangan tertentu. Seseorang berisiko tinggi tertular HIV kalau dia (a) pernah melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, dan (b) pernah memakai jarum suntik secara bergiliran dan bergantian. Tidak ada sekolah yang bisa melakukan kedua hal ini. Maka, tidak ada sekolah yang rawan penularan HIV/AIDS.

2. ”Menjamah” PSK dalam konteks epidemi HIV adalah untuk meningkatkan pemahaman PSK terhadap risiko tertular dan menularkan HIV. Yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki yang bisa saja seorang suami, pemuda, remaja atau duda dari berbagai kalangan dan jenis pekerjaan. PSK menjadi ”terminal” karena laki-laki datang menularkan dan tertular HIV.

3. Kasus HIV/AIDS di kalangan remaja jelas pada usia sekolah. Karena kebanyakan mereka tertular melalui penggunaan narkoba dengan jarum suntik maka mereka dikeluarkan dari sekolah. Lagi pula, apakah kalau anak sekolah yang tertular HIV langsung tidak diakui sebagai anak sekolah? Jika ini yang terjadi maka hal itu merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap HAM.

4. Penularan HIV melalui hubungan seks sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan zina, pelacuran, seks pranikah, selingkuh, jajan, wanita dan homoseksual. Penularan melalui hubungan seks di dalam atau di luar nikah bisa terjadi karena salah satu atau kedua orang dari pasangan itu HIV-positif.

Akibatnya, banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV dan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk.

Syaiful W.Harahap
Direktur Eksekutif  LSM ”InfoKespro” Jakarta
[Sumber: Harian “Bali Post”, 26 Juni 2006]