Tanggapan Berita (17/9-2013) – Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Mimika, Papua dalam waktu dekat akan
melakukan tes HIV terhadap para Pegawa Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemda
setempat. Ini adalah lead pada berita ”PNS Mimika akan dites
HIV” (ANTARA News, 16/9-2013).
Judul berita ini sensasional, tapi berita
tidak memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang dampak buruk dan manfaat
tes HIV tsb.
Disebutkan dalam berita bahwa dari tahun 1996 sampai
tahun 2013 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di Kab Mimika
tercatat sekitar 3.600 kasus dengan 300 lebih kematian.
Langkah KPA Mimika tsb. merupakan langkah di hilir. Artinya, KPA Mimika
menunggu ada dulu PNS yang tertular HIV baru menjalani tes HIV.
Terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS, maka yang diperlukan adalah program
yang konkret berupa intervensi melalui regulasi untuk memaksa laki-laki yang ’membeli seks’ ke pekerja seks
komersial (PSK) memakai kondom setiap kali melalukan hubungan seksual dengan
PSK.
Lagi pula PNS yang sudah menjalani tes tidak menjami jaminan bahwa mereka
tidak akan pernah lagi ’membeli seks’ ke PSK. Maka, itu artinya tetap saja ada
risiko tertular HIV bagi PNS yang sudah tes HIV dengan hasil negatif.
Selain itu ada lagi kendala yaitu masa jendela (tertular HIV di bawah tiga
bulan). Jika tes HIV dilakukan pada masa jendela ada kemungkinan hasil tes
negatif palsu (HIV sudah ada di darah tapi tidak terdeteksi karena tes HIV
mencari antibody HIV yang belum ada di dalam darah) atau positif palsu (HIV
tidak ada di dalam darah tapi tes reaktif).
Itulah sebabnya setiap tes HIV harus dikonfirmasi dengan tes lain.
Misalnya, hasil tes dengan reagen ELISA dikonfirmasi dengan tes Western blot.
Tapi, belakangan WHO memberikan cara lain tes konfirmasi yaitu dengan ELISA
tiga kali tapi dengan reagen dan teknik yang berbeda.
Disebutkan bahwa pada tahun 2009, KPA
Mimika juga melakukan tes HIV di kalangan PNS. Dari 471 PNS di lingkungan
Pemkab Mimika yang bersedia menjalani tes HIV, hanya satu yang hasil tesnya
reaktif (positif).
Tidak dijelaskan dalam berita apakah tes
HIV tsb. memperhatikan masa jendela.
Dengan prevalensi 0,21 persen kasus
HIV/AIDS pada PNS menunjukkan PNS di Pemkab Mimika tidak melakukan perilaku
berisiko tertular HIV, al. tidak pernah ’membeli seks’ ke PSK atau mereka
memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Maka, dengan kondisi itu: Untuk apa (lagi)
melakukan tes HIV terhadap PNS?
Salah satu faktor yang menjadi pendorong penyebaran HIV adalah
penyangkalan. Banyak daerah yang menyangkal perilaku sebagian laki-laki dewasa.
Seperti yang disampaikan aktivis peduli masalah HIV-AIDS di Kabupaten
Mimika, Papua, Pastor Bert Hogendoorn OFM ini. Dia menilai angka penularan
kasus tersebut sangat sulit dikendalikan di Kabupaten Mimika akibat tingginya
arus urbanisasi warga dari daerah lain ke wilayah itu (ANTARA Sulsel,
9/9-2013).
Pastor ini mencari kambing hitam yaitu PSK, terutama asal Pulau Jawa, yang
’praktek’ di berbagai tempat di Mimika.
Tapi, Tuan Pastor lupa bahwa yang ’membeli seks’ ke PSK adalah laki-laki
dewasa penduduk asli Mimika atau pendatang. Selama laki-laki dewasa penduduk
asli Mimika tidak melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK, maka
sudah bisa dijamin selama itu pula tidak akan pernah ada penduduk asli Mimika
yang tertular HIV melalui hubungan seksual dengan PSK asal Pulau Jawa (Lihat: AIDS di Mimika, Papua, Mengabaikan Perilaku Seksual Penduduk Lokal - http://www.aidsindonesia.com/2013/09/aids-di-mimika-papua-mengabaikan_7.html).
Kalau saja Tuan Pastor ini mengajak ummatnya, khususnya laki-laki dewasa,
agar tidak ada yang ’membeli seks’ ke PSK, maka itu merupakah langkah yang
sangat berarti dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Mimika.
Disebutkan bahwa epidemi HIV/AIDS di Mimika
berkembang sangat pesat hanya dalam kurun waktu 16 tahun semenjak kasus itu
pertama kali ditemukan pada tiga PSK di Lokalisasi Pelacuran Kilo 10, Kampung
Kadun Jaya, Timika.
Pernyataan ini tidak akurat, karena:
(1) Ada kemungkinan yang menularkan HIV
kepada tiga PSK justru laki-laki dewasa penduduk asli Mimika atau pendatang.
(2) Yang mendorong penyebaran HIV/AIDS di
Kab Mimika bukan tiga PSK itu, tapi laki-laki dewasa yang menularkan HIV kepada
tiga PSK itu dan laki-laki dewasa yang tertular HIV dari tiga PSK tsb.
(3) Sebelum tiga PSK tersebut terdeteksi
mengidap HIV/AIDS, maka sudah ratusan bahkan ribuan laki-laki yang melakukan
hubungan seksual tanpa kondom dengan tiga PSK itu.
Menurut Sekretaris KPA Mimika, Reynold Ubra, penularan
HIV tidak semata akibat melakukan hubungan seks tidak aman, tetapi bisa juga
melalui jarum suntik, pisau cukur dan lainnya. Karena itu dibutuhkan
keterlibatan semua kalangan untuk bersama-sama menanggulangi masalah besar ini.
Agaknya, pernyataan di atas juga merupakan
salah satu bentuk penyangkalan karena kasus HIV lebih banyak menular dengan
faktor risiko hubungan seksual tidak aman.
Untuk itulah Reynold merinci jumlah kasus
HIV/AIDS dengan faktor risiko hubungan seksual tidak aman, jarum suntik dan
pisau cukur
Data kasus berdasarkan faktor risiko akan
menjadi patokan bagi Pemkab Mimika untuk menjalankan program penanggulangan
yang komprehensif.***
-
AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap