15 Juni 2013

Penasaran Mau Tes HIV karena Pernah Ngesek

Tanya-Jawab AIDS No 6/Juni 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Saya mau periksa karena penasaran apakah saya masih sehat atau sudah tertular HIV karena saya pernah ngeseks tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK). Apa ciri-ciri tertular sífilis atau GO?

Via SMS (6/4-2013) dari Jakarta Barat

Jawab: Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pengidap HIV/AIDS adalah 1:100.

Artinya, dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali risiko tertular.

Persoalannya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual keberapa terjadi penularan. Bisa saja yang pertama, kedua, ketujuh, kelima puluh, kesembilan puluh sembilan atau yang keseratus.

Maka, setiap kali hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan orang yang tidak diketahui status HIV-nya, seperti PSK, selalu ada risiko tertular HIV setiap kali hubungan seksual.

Kalau tertular raja singa (sifilis) atau kencing nanah (GO) otomatis ada gejalanya, al. sakit kalau kencing dan ada nanah keluar dari penis.

Tapi, yang tertular HIV/AIDS tidak menunjukkan gejala. Secara statistik gejala terkait HIV/AIDS akan mulai muncul pada seseorang yang tertular HIV antara 5-15 tahun kemudian. Tapi, pada rentang waktu ini ybs. bisa menularkan HIV kepada orang lain, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Semua terpulang kepada kejujuran Anda. Kalau Anda hanya sekali saja melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK, risikonya kecil.

Tapi, daripada Anda dihantui ketakutan akan lebih baik Anda menjalani tes HIV di Klinik VCT.

Yang dekat dengan tempat Anda ada di RS Dharmais atau bisa juga ke Pokdisus AIDS RSCM Jakarta Pusat.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

13 Juni 2013

PNS di Sulut Salah Satu Mata Rantai ‘Penyebar” HIV/AIDS

* 239 Ibu rumah tangga di Sulut mengidap HIV/AIDS

Tanggapan Berita (14/6-2013) – “Walaupun tidak signifikan ternyata Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu distribusi penyumbang penderita HIV-AIDS di Sulawesi Utara untuk kategori pekerjaan. Dari data yang dupublish Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Sulut PNS berada di urutan ke 11 penyumbang terbesar dengan 23 kasus terhitung hingga Februari 2013.” Ini lead pada berita "PNS Salah Satu Distribusi Penderita HIV-AIDS di Sulut” di beritamanado.com    (4/6-2013).

Selain pada PNS kasus HIV/AIDS juga banyak terdeteksi pada karyawan swasta dan wiraswata yaitu 357 yang menempati peringkat pertama jumlah kasus HIV/AIDS di Sulawesi Utara (Sulut).

Kenyataan tsb. merupakan konsekuensi logis dari kondisi keuangan yaitu mempunyai uang yang banyak atau lebih untuk membeli seks karena mereka mempunyai penghasilan tetap.

Jika di satu kota atau daerah tidak ada lokasi atau tempat-tempat pelacuran, maka biaya untuk melacur sangat tinggi karena: (1) Melacur harus dilakukan di penginapan, losmen, hotel melati atau hotel berbintang dengan tarif mulai dari Rp 75.000 – Rp 1.500.000; (2) Tarif short time untuk cewek-cewek yang diajak melacur juga mahal mulai dari Rp 250.000 – Rp 5 juta; (3) Razia yang sering dilakukan polisi dan Pol PP ke penginapan, losmen dan hotel melati sehingga pilihan bagi PNS dan karyawan serta aparat adalah hotel berbintang.

Tiga faktor itu tentu saja hanya ada di tangan PNS, karyawan, dan aparat yang menerima gaji besar dan tetap setiap bulan.

Celakanya, banyak orang yang melacur di luar lokasi pelacuran merasa tidak berisiko tertular HIV/AIDS karena selama ini informasi HIV/AIDS menyebutkan bahwa risiko tertular HIV/AIDS ada di lokasi pelacuran dengan pekerja seks komersial (PSK). PSK di sini disebut PSK langsung.

Hal lain yang mendong penyebaran HIV/AIDS adalah laki-laki melacur dengan PSK tidak langsung, seperti cewek bar, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek pemijat, ABG, anak sekolah, mahasiswi, dan ibu-ibu. Mereka ini tetap saja perilakunya berisiko tinggi tertular HIV karena melayani hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti.

Belakangan terbongkar pula ada cewek gratifikasi seks yang sama sekali bukan PSK langsung. Tapi, cewek ini tetap PSK yaitu PSK tidak langsung dan risiko tertular dan menularkan HIV tetap besar.

Di Kota Manokwari, Papua Barat, misalnya, pelacur asal Pulau Jawa dipaksa melacur di barak-barak di lokasi pelacuran “Maruni 55”, sedangan pelacur asal Manado beroperasi di hotel. Maka, jangan heran kalau kelak kasus HIV/AIDS di Manokwari banyak terdeteksi pada PNS, pejabat, karyawan dan aparat karena merekalah yang bisa membayar pelacur di hotel-hotel tsb.

Dengan jumlah 239 kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga juga membuktikan bahwa banyak suami yang melacur baik dengan PSK langsung maupun PSK tidak langsung. Ini artinya ada 239 suami yang mengidap HIV/AIDS dan ada pula 239 bayi yang berisiko tertular HIV jika mereka dilahirkan oleh 239 ibu yang mengidap HIVAIDS.

Yang luput dari perhatian Pemprov Sulut adalah 90 kasus HIV/AIDS pada PSK. Jika satu malam seorang PSK melayani 3 laki-laki, maka ada 270 laki-laki yang berisiko tertular HIV. Angka ini tentu akan bertambah banyak jika 90 PSK itu masih ’praktek’ di Sulut. Angka juga akan bertambah jika ada PSK yang tidak terdeteksi tapi ’praktek’.

Di sisi lain 90 ada laki-laki di Sulut yang mengidap HIV/AIDS yaitu yang menularkan HIV kepada 90 PSK tsb. Jika mereka mempunyai istri, maka ada 90 istri yang berisiko tertular HIV. Jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV akan bertambah banyak jika ada di antara 90 laki-laki itu yang mempunyai istri lebih dari satu serta yang punya selingkuhan.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulut Dr Maxi Rondonuwu, DHSM, melalui Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Sulawesi Utara dr Tangel Kairupan faktor risiko (media penularan) HIV/AIDS adalah melalui hubungan seksual pada  heteroseksual (laki-laki ke perempuan dan sebaliknya) disusul penularan melalui jarum suntik pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya).

Pertanyaan untuk dr Kairupan adalah: Apakah bisa dibuktikan bahwa HIV/AIDS pada penyalahguna narkoba memang tertular melalui jarum suntik?

Soalnya, ada di antara mereka yang melakukan seksual berisiko tertular HIV sebelum dan selama menyalahgunakan narkoba.

Bertolak dari penyebaran HIV/AIDS di Sulut, maka diperlukan program yang konkret dan sistematis untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK.

Celakanya, dr Kairupan akan bersuara lantang: Tidak ada pelacuran di Sulut!

Ya, itu benar. Tapi, yang dimaksud tidak ada adalah pelacuran yang dilokalisir melalui regulasi yang ditangani pemerintah.

Sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu sehingga tidak akan ada program sistematis yang bisa dijalankan karena praktek pelacuran tidak bisa dijangkau.

Selama Pemprov Sulut tidak mempunyai program yang konkret berupa intervensi yang memaksa laki-laki memakai kondom jika melacur, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Sulut. 

Pemprov Sulut tinggal menunggu waktu saja untuk ‘panen AIDS’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Jadi ‘Parno’ Setelah Ngeseks dengan PSK Dua Menit

Tanya-Jawab AIDS No 5/Juni 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Tiga bulan yang lalu saya pertama kali melakukan hubungan seksual berisiko.(1) Apakah saya bisa tertular HIV? Pikiran saya jadi ’parno’ terus, psikomatis. (2) Bagaimana cara mengatasi masalah saya? Hubungan seksual itu hanya sebentar tidak sampai dua menit. Kejadian itu baru sekali seumur hidup saya. Jadi pikiran terus

Via SMS (10/6-2013) dari Kota ”B”, Jawa Barat

Jawab: (1) Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Artinya, dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali risiko tertular.

Persoalannya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual keberapa terjadi penularan. Bisa saja yang pertama, kedua, ketujuh, kelima puluh, kesembilan puluh sembilan atau yang keseratus.

Maka, setiap kali hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan orang yang tidak diketahui status HIV-nya, seperti PSK, selalu ada risiko tertular HIV setiap kali hubungan seksual.

Sekarang tergantung kejujuran Anda.

Apakah benar hubungan seksual ini yang pertama Anda lakukan dan setelah itu tidak pernah lagi Anda lakukan?

Kalau jawabannya iya, maka risiko Anda rendah. Tapi, tidak bisa dipastikan bahwa hubungan seksual berisiko sekali saja dan hanya dua menit otomatis tidak terjadi penularan. Memang, perempuan yang menjadi pasangan Anda tidak diketahui dengan pasti apakah dia mengidap HIV atau tidak. Tapi, kalau perempuan itu adalah pekerja seks komersial (PSK) atau perempuan pemijat di panti pijat plus-plus, maka ada risiko tertular HIV karena PSK melayani banyak laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom.

(2) Untuk menghilangkan kecemasan dan ’parno’, sebaiknya Anda konseling ke Klinik VCT di rumah sakit umum di kota Anda. Tes HIV di klinik ini dengan konseling dan kerahasiaan. ***

. - AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap


12 Juni 2013

Takut AIDS karena Pakai Kondom Bekas ‘Blow Job’


Tanya-Jawab AIDS No 4 /Juni 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Saya mau minta nasehat. Saya sudah melakukan hal bodoh. Saya making love( ML) dengan seorang pekerja seks komersial (PSK). Ini yang pertama kali. Sebenarnya saya hanya ingin seks oral (blow job) oleh PSK tersebut. Diawali dengan memasang kondom kemudian PSK ’bekerja’ di blow job. Karena terlalu lama, maka PSK tersebut menyuruh saya melakukan seks penetrasi dengan dengan memasukkan penis saya ke vaginanya. Penis saya memakai kondom sejak blow job.

Saya tidak berciuman, atau kontak ludah. Saya juga tidak kena lendir (cairan vagina-pen.) karena saya tidak melakukan foreplay. (1) Apakah gara-gara blow job tersebut bisa membuat kondom rusak, misalnya kena gigitan atau kuku PSK? Saya tidak ada merasakan ada gigitan pada penis saya. (2) Apakah penggunaan kondom bekas blow job sudah tepat, atau harus diganti dengan kondom yang baru? (3) Saya kepikiran sampai hari ini takut terkena HIV/AIDS. Saya sangat menyesal telah melakukan hal itu. (4) Apakah saya perlu tes HIV?

Via e-mail (7/6-2013)

Jawab: (1) dan (2) Kondisi kondom setelah dipakai melakukan seks oral tergantung pada kualitas kondom, cara membuka bungkus kondom dan cara memakaikan kondom pada penis. Ada risiko kerusakan pada kondom yang dipakai untuk seks oral. Maka, akan lebih baik kalau kondom yang sudah dipakai untuk seks oral diganti ketika hendak melakukan seks penetrasi ke vagina.

Kita tidak bisa melihat kerusakan pada kondom dengan mata telanjang. Selain itu bisa saja terjadi cairan vagina PSK terpapar pada bagian pangkal penis dan paha Anda. Jika PSK itu mengidap penyakit yang bisa menular melalui cairan vagina tentu ada risiko Anda tertular.

(3) dan (4) Penyesalan tidak bisa menghilangkan risiko yang sudah terjadi. Maka, semua tergantung pada kejujuran Anda. Kalau hanya sekali itu saja melakukan seks penertrasi dan memakai kondom, maka risiko terular HIV kecil. Tapi, daripada Anda ’parno’, silakan konsultasi ke Klinik VCT di rumah sakit di kota Anda. Gratis.  Jika ada kesulitan, silakan kabari.***

. - AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap
 
 

AIDS Di Kab Bengkalis, Riau, Ditanggulangi dengan Pembagian Kondom


Tanggapan Berita (13/6-2013) – “Kita lebih fokus pada pencegahan melalui sosialisasi dan pembagian alat kontrasepsi atau kondom. Di lokasi-lokasi yang tinggi tingkat sebaran HIV/AIDS, dan biasanya terjadi di lokalisasi-lokalisasi seperti di Kecamatan Mandau.”

Pernyataan di atas disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Kabupaten Bengkalis Moh. Sukri, Prov Riau, terkait dengan sebaran kasus HIV/AIDS di Kab Bengkalis yang dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai Maret 2013 mencapai 288 dengan 22 kematian  (Cegah Penularan HIV/AIDS, Diskes Bengkalis Bagi-bagikan Kondom, katakabar.com, 5/6-2013).

Untuk meminimalisir kasus HIV/AIDS dikabarkan dilakukan sosialisasi dan pembagian kondom.

Langkah Dinkes Bengkalis ini tidak sistematis karena tidak ada mekanisme untuk memantau pemakaian kondom pada laki-laki ketika mereka melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokasi-lokasi pelacuran.

Berbagai studi menunjukkan laki-laki ’hidung belang’ tidak mau memakai kondom ketika sanggama dengan PSK dengan 1001 macam alasan.

Selain itu posisi tawar PSK sangat rendah dalam hal meminta laki-laki memakai kondom.

Maka, biar pun kondom dibagi-bagikan gratis di lokasi-lokasi pelacuran itu tidak jaminan laki-laki ’hidung belang’ akan memakai kondom ketika melalukan hubungan seksual dengan PSK.

Disebutkan lagi oleh Sukri: “Paling tidak dengan mengkampanyekan bahaya penyakit HIV/AIDS, tentunya secara tidak langsung sudah melakukan upaya yang lebih jitu untuk penurunan sebaran HIV/AIDS, karena HIV/AIDS ini juga merupakan gejala-gejala penyakit kelamin.”

Kampanye bahaya HIV/AIDS sudah dilakukan sejak awal epidemi HIV/AIDS di Indonesia yaitu tahun 1987. Tapi, karena materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV/AIDS dibumbui dengan moral, maka fakta medis tentang HIV/AIDS tidak sampai ke masyarakat karena yang sampai hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS, al. mengaitkan penularan HIV/AIDS dengan zina dan pelacuran.

Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama) bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, dll.).

Jika di Kab Bengkalis ada praktek pelacuran, maka yang perlu dilakukan Pemkab Bengkalis adalah melakukan intervensi untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui pelacuran.

Intervensi dilakukan dengan program yang konkret melalui regulasi yang memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Tanpa ada program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK, maka penyebaran HIV/AIDS di Kab Bengkalis akan terus terjadi.

Penyebaran HIV/AIDS di Kab Bengkalis kelak akan bermuara pada ’ledakan AIDS’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Takut AIDS karena Tukar-tukaran Permen Karet dengan PSK


Tanya-Jawab AIDS No  3/Juni 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Ssaya pria berusia 26 tahun di sebuah kota di Pulau Sulawesi. Kemarin saya melakukan hubungan seksual dengan seorang pekerja seks komersial (PSK) di sebuah panti pijat plus-plus. Dalam hubungan seksual itu, saya memakai kondom. Hal itu "mungkin" membuat saya merasa "aman". tapi yang membuat saya tidak tenang adalah dalam hubungan seksual itu kami sempat berciuman tapi tidak deep kiss. Dia mengunyah permen karet yang baru saja dia ambil dan kami pun melakukan pertukaran permen karret tersebut melalui mulut langsung. (1) Apakah saya berisiko tertular HIV jika seandainya PSK tersebut positif HIV?

Via e-mail (8/6-2013) dari Sulawesi

Jawab: (1) Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Artinya, dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali risiko tertular. Persoalannya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual keberapa terjadi penularan. Bisa saja yang pertama, kedua, ketujuh, kelima puluh, kesembilan puluh sembilan atau yang keseratus. Maka, setiap kali hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan orang yang tidak diketahui status HIV-nya, seperti PSK, selalu ada risiko tertular HIV setiap kali hubungan seksual.

Terkait dengan Anda, maka kuncinya ada pada kejujuran  Anda. Apakah sebelumnya juga Anda selalu memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK atau perempuan yang berganti-ganti?

Kalau jawaban Anda jujur bahwa sebelumnya Anda selalu memakai kondom atau sebelumnya Anda tidak pernah melakukan hubungan seksual dengan PSK, maka risiko Anda tertular HIV sangat kecil.

Yang mungkin terjadi adalah penularan penyakit-penyakit lain jika cairan vagina PSK itu terpapar pada kulit pangkal penis dan pangkal paha Anda. Risiko itu pun terjadi kalau PSK mengidap penyakit yang menular melalui cairan vagina.

Selain itu risiko tertular HIV melalui hubungan seksual dengan memakai kondom juga tergantung pada kualitas kondom yang Anda pakai dan cara pemakaiannya. Seperti tanggal kadaluarsa kondom, cara membuka bungkus kondom dan cara memakaikan kondom pada penis.

Sedangkan risiko HIV melalui ganti-ganti permen karet HIV sangat kecil karena dalam air liur konsentrasi HIV tidak bisa untuk ditularkan. Tapi, penyakit lain, seperti virus hepatitis B, sangat mugkin melalui air liur yang menempel pada permen karet. ***

. - AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap