17 Mei 2013

Pencegahan HIV/AIDS di Papua dengan (Informasi) Moral


Opini (18/5-2013) – Ketika cara-cara pencegahan HIV/AIDS yang konkret sudah ada, tapi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Prov Papua tetap saja mengedepankan moral dengan jargon yang normatif untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual.

Lihat saja banner KPA Papua di tabloidjubi.com ini. Setia Pada Pasangan Menjauhkan Dari Infeksi HIV dan AIDS”.

Ini informasi yang normatif karena tidak ada kaitan langsung antara kesetiaan dengan pasangan dan penularan HIV melalui hubungan seksual.

Pnularan HIV melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual) bukan karena sifat hubungan seksual (di luar nikah, zina, melacur, bukan dengan istri, bukan dengan pasangan tetap, dll.).

Lagi pula, biar pun setia kalau salah satu dari pasangan itu mengidap HIV/AIDS, maka ada risiko penularan HIV kalau laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama.

Yang luput dari perhatian adalah umumnya laki-laki ’hidung belang’ selalu mempunyai ’pasangan tetap’ di kalangan PSK.

Kasus di Jambi, Prov Jambi, ini bisa jadi contoh. Seorang laki-laki yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS marah besar disebut faktor risiko karena ganti-ganti pasangan. Dia mengatakan bahwa dia mempunyai pasangan tetap di salah satu lokasi pelacuran di Jambi.

Nah, dalam materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS informasi HIV/AIDS selalu dibumbui dengan moral sehingga fakta HIV/AIDS hilang. Yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah).

Risiko laki-laki dewasa tertular HIV melalui hubungan seksual terjadi jika:

(1) Hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dilakukan tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti.

(2) Hubungan seksual dilakukan tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.

Informasi nomor 2 tidak sering tidak ada dalam materi KIE sehingga banyak laki-laki yang mempunyai PSK sebagai ’pasangan tetap’  tidak menyadari perilaku mereka berisiko tertular HIV karena mereka merasa tidak ganti-ganti pasangan.

Informasi yang akurat adalah: ”Cegah HIV/AIDS. Hindari Hubungan Seksual Tanpa Kondom dengan Orang yang Sering Ganti-ganti Pasangan”

Selama informasi bersifat normatif, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru melalui pelacuran akan terus terjadi yang akan berakhir pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi.

Jika hal itu terjadi, maka Pemprov Papua tidak menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Penanggulangan HIV/AIDS di Sultra (Masih) Mencari ‘Kambing Hitam’

Tanggapan Berita (14/5-2013) – “ …. yang jelas, angkanya (jumlah kasus HIV/AIDS di Prov Sulawesi Tenggara/Sultra-pen.) semakin hari, justru semakin bertambah. LAHA menduga, meningkatnya penyebaran penyakit mematikan ini karena lalu lintas para pekerja yang masuk Bumi Anoa kebanyakan kaum imigran.” Ini pernyataan dari Lembaga advokasi HIV/AIDS (LAHA) Sultra dalam berita “278 Warga Sultra Terjangkit HIV/AIDS” di kendarinews.com (10/5-2013).

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Sultra dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Sultra mulai dari tahun 2004 sampai Maret 2013 mencapai 282.

Pernyataan LAHA tsb. merupakan selah satu bentuk penyangkalan yang justru menjadi salah satu faktor yang mendorong penyebaran HIV/AIDS karena mencari ‘kambing hitam’.

Ada beberapa pertanyaan terkait dengan penyebaran HIV/AIDS di Sultra, yaitu:

Pertama, apakah di Sultra ada pelacuran?

Tentu saja Pemprov Sultra dan LAHA akan membusungkan dada dengan mengatakan: Tidak ada!

Mereka benar. Tapi tunggu dulu. Yang tidak ada adalah lokalisasi pelacuran yang ditangani pemerintah setempat. Sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu. Tarif pelacur di Kendari, misalnya, sangat mahal (Lihat: “Selangit”, Tarif PSK di Kota Kendari, Sultra - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/selangit-tarif-psk-di-kota-kendari.html). 

Kedua, apakah ada jaminan bahwa tidak ada laki-laki dewasa penduduk Sultra yang melacur tanpa kondom di Sultra atau di luar Sultra?

Tentu saja yang melacur di Kendari, misalnya, adalah laki-laki lokal dan sebagian pendatang. Celakanya, tidak ada program penjangkauan untuk menjalankan program kondom terhadap pekerja seks komersial (PSK) yang praktek melalui pesanan tsb.

Itu artinya risiko penyebaran HIV/AIDS di Kendari sangat tinggi. Di daerah lain pun dikabarkan ada praktek pelacuran tertutama di daerah yang mempunyai pertambangan dan perkebunan.

Disebutkan bahwa Direktur Laha Sultra, Abu Hasan, SKM mengatakan, dibutuhkan upaya serius dari pemerintah mencegah penularan penyakit ini semakin meningkat.

Selama pelacuran di Sultra tidak dilokalisir, maka praktek pelacuran yang terjadi di penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Sultra.

Yang perlu dilakukan Pemprov Sultra adalah menjalankan program yang konkret yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK. Tanpa ada program ini maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi.

Disebutkan pula bahwa Abu Hasan juga meminta agar Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pekerjaan Umum, baik di daerah tambang maupun di bagian konstruksi jalan, harus saling berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk melakukan tes councelling terhadap para pekerja tambang.

Langkah yang diusulkan Abu Hasan itu tidak menyentuh akar persoalan. Tes HIV terhadap pekerja tambang terjadi di hilir. Artinya, ditunggu dulu ada pekerja tambang yang tertular HIV baru ditangani.

Yang diperlukan adalah program di hulu agar tidak ada lagi pekerja tambang dan laki-laki dewasa penduduk Sultra yang tertular HIV.

Disebutkan pula bahwa salah satu strategi awal untuk mencegah penyebaran HIV/Aids di Sultra, yakni melalui kondomisasi.

Dalam program penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia tidak dikenal istilah kondomisasi. Yang ada adalah sosialisasi kondom untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual berisiko, al. pada hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yang dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK dan waria.

Tapi, kalau di Sultra pelacuran tidak dilokalisir, maka program kondom tidak akan jalan karena tidak mungkin mendatangai semua tempat yang dijadikan ajang pelacuran.

Selama Pemprov Sultra tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui pelacuran, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

16 Mei 2013

Mentality Down karena Takut AIDS Akibat Ganti-ganti Pacar

Tanya-Jawab AIDS No 8/Mei 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Dengan menyebut nama tuhan yang maha pengasih dan penyayang saya, laki-laki 23 tahun, bertanya di mana alamat tes HIV di Kota S? Saat ini saya dalam kondisi mentality down dan sangat paranoid karena saya baca artikel tentang HIV/AIDS dengan gejala-gejala yang ada pada saya, al. demam, tenggorokan sakit, dll. Setahun yang lalu saya sering ganti-ganti pasangan berupa berganti-ganti pacar.

Via SMS (5/5-2013)

Jawab: Perilaku Anda berisiko tertular HIV karena tidak ada jaminan semua pacar Anda tidak mengidap HIV/AIDS.  Artinya, kalau salah satu dari pacar Anda itu mengidap HIV/AIDS, maka Anda pun berisiko terular HIV/AIDS. Soalnya, Anda tidak bisa menjamin semua pacar Anda tsb. tidak mempunyai pasangan (laki-laki) lain baik sebelum dan selama pacaran dengan Anda.

Tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas pada fisik seseorang yang tertular HIV. Gejala atau tanda-tanda yang terkait dengan HIV/AIDS terjadi di masa AIDS yaitu setelah tertular HIV antara 5-15 tahun, berupa penyakit yang disebut infeksi oportunistik, seperti demam berkepanjangan, jamur, ruam, diare, TBC, dll.

Gejala itu terkait dengan HIV/AIDS jika penyakit-penyakit tsb. sulit disembuhkan pada diri ybs., sedangkan pada orang lain penyakit tsb. bisa disembuhkan.

Apakah Anda sudah berobat ke dokter terkait dengan penyakit-penyakit yang Anda derita itu?

Kalau Anda sudah berobat dan sulit disembuhkan, maka sebaiknya Anda berpikir untuk menjalani tes  HIV. Hanya dengan tes HIV bisa diketahui secara pasti apakah Anda sudah tertular HIV atau belum.

Silakan ke Klinik VCT (tempat khusus tes HIV secara sukarela yang gratis dengan bimbingan dan kerahasiaan) di rumah sakit umum di kota Anda. Silakan kabari kami jika ada kesulitan untuk menghubungi klinik VCT.***

. - AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap


Menunggu ‘Ledakan AIDS’ di Prov Banten



Tanggapan Berita (17/5-2013) - Dengan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS 2.731 yang terdiri atas 1.844 HIV dan 887 AIDS yang tercatat sampai Maret 2013 sudah saat Pemprov Banten melakukan penanggulangan dengan cara-cara yang konkret dan sistematis.

Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Program penanggulangan HIV/AIDS di Prov Banten sama sekali tidak konkret sehingga insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, terus terjadi. Pada gilirannya laki-laki dewasa yang tertular HIV menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.

Salah satu cara penularan HIV pada laki-laki dewasa adalah melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), dan waria. Seperti disebutkan dalam berita “144 Warga Banten Meninggal Akibat HIV/AIDS” (Harian “Suara Pembaruan”, 11/5-2013: Penularan penderita HIV/AIDS yang ada di Banten, umumnya karena prilaku seks yang tidak benar atau tidak dengan pasangannya. 

Pada mulanya laki-laki dewasa penduduk Banten tertular melalui hubungan seksual yang ‘tidak benar’ (baca: dilakukan dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan tanpa kondom). Tapi, di Banten penyebaran HIV terjadi dalam ikatan pernikahan yaitu dari suami ke istri yang selanjutnya dari istri ke bayi yang dikandungnya.

Di Kab Lebak, misalnya, kasus HIV/AIDS umumnya terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi. Ibu-ibu rumah tangga itu tertular HIV dari suaminya. Sebagian besar suami di Lebak bekerja di luar daerah.

Celakanya, ketika istri atau anak mereka terdeteksi mengidap HIV/AIDS pada suami itu ‘menghilang’ sehingga tidak bisa dijangkau untuk menjalani tes HIV. Suami-suami yang sudah menularkan HIV ke istrinya menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual dalam pernikahan (Gambar 1).

Kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga anak-anak terdeteksi ketika mereka berobat atau dirujuk ke rumah sakit dengan penyakit yang terkait HIV/AIDS.

Pemprov Banten sendiri tdak mempunyai program yang konkret dan sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil. Akibatnya, pencegahan penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya tidak bisa dilakukan. Ibu-ibu rumah tangga dan bayi terdeteksi mengidap HIV melalui inisiatif dokter yang memeriksa mereka di rumah sakit. Dokter menyarankan tes HIV karena penyakit yang mereka derita terkait dengan HIV/AIDS.

Di Kab Tangerang ada seorang laki-laki yang mempunyai pasangan 13. Laki-laki tsb. meninggal di rumah sakit sebagai pengidap HIV/AIDS. Dari 13 pasangannya ada tujuh yang sudah menjalani tes HIV dan semuanya mengidap HIV/AIDS. Namun, enam pasangan yang lain tidak diketahui alamatnya sehingga tidak menjalani tes HIV (Lihat: Seorang Laki-laki di Kab. Tangerang, Prov. Banten, Menularkan HIV Kepada 7 Istri dari 13 Istrinya - http://regional.kompasiana.com/2011/12/20/seorang-laki-laki-di-kab-tangerang-prov-banten-menularkan-hiv-kepada-7-istri-dari-13-istrinya-423506.html). 

Maka, enam perempuan tsb. menjadi mata rantai penyebaran HIV di Kab Tangerang khususnya dan di Prov Banten umumnya jika mereka menikah (Gambar 2). 


Enam perempuan yang tidak menjalani tes HIV itu akan menyebaran HIV/AIDS paling tidak kepada enam laki-laki yang menikahi mereka. Jika enam perempuan itu hamil, maka ada pula risiko penularan kepada bayi yang mereka kandung kelak.

Selain tertular di luar Banten, di Banten pun ada beberapa lokasi pelacuran, seperti di Kosambi, Kab Tangerang, di Merak, Cilegon, dan di beberapa tempat. Selain itu ada pula praktek pelacuran yang melibatkan PSK tidak langsung, al. cewek-cewek di bar, diskotek dan karaoke yang dilakuan di berbagai tempat. Bahkan, di Sobang, Kab Pandeglang, ada kegiatan pelacuran yang melibatkan waria.

Karena kegiatan pelacuran di Prov Banten tidak dilokalisir, maka tidak bisa dilakukan intervensi untuk menerapkan program pencegahan yang efektif yaitu memaksa laki-laki memakai kondom.

Pemprov Banten sendiri sudah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) penanggulangan HIV/AIDS yaitu Perda No 6 Tahun 2010 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Tapi, sama seperti 65 perda lain yang ada di Indonesia Perda AIDS Banten pun sama sekali tidak mempunyai program yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: Perda AIDS Provinsi Banten - http://www.aidsindonesia.com/2012/10/perda-aids-provinsi-banten.html).  

Ada tiga pilihan yang bisa dilakukan Pemprov Banten, yaitu: (1) Mengajak semua laki-laki dewasa agar tidak ada lagi yang melacur, (2) Meminta agar laki-laki memakai kondom jika melacur, dan (3) Meminta laki-laki yang melacur tanpa kondom supaya memakai kondom jika sanggama dengan istri.

Pilihan nomor 1 dan nomor 3 adalah hal yang mustahil karena Pemprov Banten tidak bisa mengawasi semua laki-laki dewasa agar tidak melacur dan yang melacur tanpa kondom memakai kondom agar memakai kondom jika sanggama dengan istrinya.

Sedangkan pilihan nomor 2 hanya bisa dilakukan jika kegiatan pelacuran dilokalisir sehingga intervensi bisa dilakukan dengan efektif. Cara ini sudah membuahkan hasil di Thailand yaitu membuat aturan agar laki-laki selalau memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual anegan PSK. Tentu saja diperlukan pula cara pemantauan yang konkret

Langkah konkret yang bisa dilakukan oleh Pemprov Banten untuk mencegah insiden infeksi HIV baru adalah meminta kepada semua laki-laki dewasa agar tidak ada yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang bergante-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK, dan waria.

Tapi, selama Pemprov Banten tidak bisa menjamin tidak ada laki-laki dewasa yang melacur sedangkan kegiatan pelacuran di Banten tidak dilokalisir, maka insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa akan terus terjadi karena mereka tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Pada gilirannya laki-laki yang tertular HIV akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Banten. Hal ini dapat dibuktikan dari penemuan kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi. Kelak kasus HIV/AIDS di Banten akan bermuara pada ‘panen AIDS’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap






15 Mei 2013

Takut AIDS karena Kecanduan Seks


Tanya-Jawab AIDS No  7/Mei 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: (1) Apakah risiko terular HIV rendah kalau vagina PSK tidak becek? (2) Apakah risiko tertular IMS atau HIV tetap ada biar pun hubungan seksual dilakukan dengan  perempuan muda dan bugar, seperti mahasiswi atau cewek SPG, yang bukan dari kalangan PSK? (3) Bagaimana menghindari IMS atau HIV melalui hubungan seksual dengan PSK atau bukan PSK karena saya sudah kecanduan seks?

Via SMS (6/5-2013)

Jawab: (1) Biar pun vagina pekerja seks komersial (PSK) yang Anda kencani tidak, maaf, becek, tapi penis Anda bersentuhan dengan vagina jika Anda tidak memakai kondom sehingga terjadi gesekan yang bisa menimbulkan luka. Melalui luka-luka ukuran mikroskopis (hanya bisa dilihat dengan mikroskop, sebagai conton jika Anda gosok gigi terasa perih di gusi ketika berkumur) itulah kemungkinan HIV masuk ke tubuh Anda. Selain itu di dalam vagina ada cairan yang bersentuhan langsung dengan penis Anda karena penis tidak ’dibungkus’ dengan kondom.

(2) Risiko tertular HIV terkait erat dengan perilaku orang per orang bukan kelompok atau kalangan tertentu. Seorang PSK pun bisa tidak berisiko terular HIV kalau dia hanya melayani laki-laki yang memakai kondom ketika sanggama. Sebaliknya, ’mahasiswi’ atau ’cewek SPG’ bisa berisiko tertular HIV kalau mereka melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti. Ada kemungkinan salah satu dari laki-laki yang mereka layani tanpa kondom mengidap HIV/AIDS sehingga mereka berisiko tertular HIV.

(3) Ya, silakan menikah dengan perempuan yang tidak mengidap HIV/AIDS agar kecanduan seks Anda bisa disalurkan tanpa ada risiko tertular IMS (infeksi menular seksual, seperti GO, sifilis, virus hepatitis B, dll.) dan HIV/AIDS.***

. - AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap


13 Mei 2013

‘Parno’ Setelah Ngeseks dengan PSK Tidak Resmi

Tanya-Jawab AIDS No  6/Mei 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Sebulan yang lalu saya melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan. Dia bukan PSK (pekerja seks komesial) resmi. Ketika itu hanya kepala penis saya saja yang masuk dan hanya satu menit. Sperma keluar di luar. Sampai sekarang saya tidak pernah kena penyakit sifilis atau GO. Yang saya takutkan, (1) Apakah hubungan seksual tsb. menularkan HIV? Saya beristri dan hanya sekali itu saja ‘jajan’. Tidak ada luka di penis saya, tapi: (2) Apakah tetap ada risiko tertular HIV biar pun PSK tsb. tidak mengidap HIV/AIDS? Secara jujur saya katakan saat ini saya ‘parno’. (3) Seberapa besar risiko saya tertular HIV?

Via SMS (11/5-2013)

Jawab:.(1), (2) dan (3) Yang menjadi persoalan besar adalah tida bisa diketahui dari fisik seseorang apakah dia mengidap HIV/AIDS atau tidak. Terkait dengan perempuan yang berisiko tertular dan menularkan HIV bukan hanya PSK, tapi setiap perempuan yang sering melayani hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti. Tidak ada PSK resmi atau tidak resmi karena tidak ada pelacuran yang dilegalkan.

Terpulang kepada kejujran Anda. Apakah benar hanya kepala penis yang menempel di mulut vagina dan hanya satu menit?

Jika Anda jujur risiko kecil, tapi tetap ada risiko tertular karena penis Anda sudah bersentuhan dengan cairan vagina.

Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan yang mengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Artinya, dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali risiko terjadi penularan HIV. Persoalanya adalah tidak bisa diketahui dengan pasti pada hubungan seksual ke berapa terjadi penularan. Bisa yang pertama, kedua, ketujuh, kesembilan puluh, dst. Maka, setiap hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK, ada risiko tertular HIV.

Tidak ada kaitan langsung antara IMS (infeksi menular seksual, seperti GO dan sifilis) dengan infeksi HIV karena HIV/AIDS tidak ada gejalanya. Yang sama hanya cara penularannya.

Untuk mengilangkan kekhawatiran, silakan konsultas ke Klini VCT yang ada di rumah sakit umum di daerah Anda.***

. - AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap