06 April 2013

AIDS di Kota Kendari, Sultra: Terdeteksi pada Balita dan Ibu Rumah Tangga


Tanggapan Berita (7/4-2013) – Penyebaran virus HIV/AIDS di Kota Kendari sudah sangat mengkhawatirkan. Bahkan, virusnya sudah menular kepada dua balita dan lima ibu rumah tangga. Temuan itu tentu mengejutkan Komisi Penanggulangan HIV/ AIDS Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Suami "Jajan", Lima Ibu Positif HIV/AIDS, kompas.com, 8/3-2013).

Sepanjang tahun 2012 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara menemukan 89 kasus HIV/AIDS yang tersebar di kabupaten dan kota. Pada laporan Kemenkes RI disebutkan kasus AIDS di Sultra mencapai 161 yang menempatkan Sultra pada peringkat 25 secara nasional.

Yang mengejutkan bukan kasus HIV/AIDS pada dua balita dan lima ibu rumah tangga, tapi KPA Kota Kendari tidak mempunyai program penanggulangan yang konkret sehingga ada ibu rumah tangga dan balita yang tertular HIV.

Di Kota Kendari tidak ada lokasi pelacuran, tapi praktek pelacuran terjadi di beberapa tempat. Di sepanjang pantai, misalnya, ada warung-warung yang sebagian menjadi tempat mangkal cewek yang bisa diajak melakukan hubungan seksual.

Selain itu ada pula cewek yang bisa ’dipesan’ melalui sopir taksi atau karyawan hotel. Tarif cewek itu memang bukan main karena untuk bayaran cewek saja Rp 500.000 (Lihat: “Selangit”, Tarif PSK di Kota Kendari, Sultra- http://www.aidsindonesia.com/2012/09/selangit-tarif-psk-di-kota-kendari.html).

Tentu saja yang bisa ’memakai’ cewek-cewek panggilan itu adalah laki-laki berduit, seperti pengusaha, karyawan, dan pegawai. Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian ada ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS karena KPA Kota Kendari tidak mempunyai program yang konkret untuk mencegah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui praktek pelacuran.

Seperti disebutkan oleh Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Kendari, dr Ningrum, sebagian besar ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu merupakan korban ulah para suami yang suka berganta-ganti pasangan.

Ganti-ganti pasangan di Kota Kendari lebih mengarah ke pelacuran tertutup yaitu di penginapan, losmen dan hotel dengan cewek yang dipanggil melalui ’kurir’, seperti sopir taksi.

Ini pernyataan dr Ningrum: "Kasihan para ibu yang menjadi korban suaminya, mereka memiliki suami yang sering bepergian dan bergonta-ganti pasangan.”

Kalau hanya sebatas rasa iba dan kasihan tentulah tidak menyelesaikan masalah. Yang diperlukan adalah langkah yang konkret dari KPA Kota Kendari untuk mencegah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui praktek pelacuran.

Selain itu diperlukan pula program yang konkret dan sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu hamil agar bisa dilakukan langkah mencegah penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Persoalan besar adalah banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi pada saat mereka berobat dengan indikasi penyakit yang terkait dengan HIV/AIDS, disebut infeksi oportunistik, yang sulit sembuh pada pengidap HIV/AIDS jika dibandingkan dengan orang yang tidak mengidap HIV/AIDS.

Itu artinya mereka sudah masuk masa AIDS yang secara statistik sudah tertular antara 5-15 tahun sebelumnya. Celakanya, pada rentang waktu itu mereka menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari.

Seperti kasus yang terdeteksi di Kota Kendari di akhir tahun 2012 berawal dari anak dan ibu yang berobat dengan indikasi infeksi oportunistik. Ini terjadi karena KPA Kota Kendari tidak mempunyai program yang konkret dan sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu hamil.

Pertanyaan untuk dr Ningrum: Apakah suami lima ibu yang terdeteksi HIV/AIDS itu sudah menjalani tes HIV?

Kalau belum itu artinya lima laki-laki itu menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Disebutkan pula oleh dr Ningrum bahwa pihaknya kesulitan untuk mengetahui kasus perempuan pengidap HIV/AIDS karena ibu hamil tersebut tidak menyadari dirinya positif mengidap HIV/AIDS.

Itu adalah persoalan besar pada HIV/AIDS yaitu tidak ada tanda-tanda yang khas pada orang-orang yang sudah tertular HIV. Untuk itulah diperlukan langkah yang konkret dan sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat terutama pada ibu hamil.

Disebutkan pula oleh dr Ningrum bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada para pelajar dan populasi berisiko, seperti PSK, pelaut, dan sopir-sopir antardaerah yang masih bersih.

Satu hal yang luput dari perhatian adalah yang menularkan HIV/AIDS kepada PSK adalah laki-laki yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami.

Selanjutnya ada pula laki-laki yang tertular HIV dari PSK. Laki-laki ini pun dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami.

Laki-laki yang menularkan  HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat tanpa mereka sadari, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Jika Pemprov Sultra tidak menjalankan program penanggulangan yang konkret, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ’ledakan AIDS’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Takut Kena AIDS dari Botol yang Pernah Diminum Pengidap HIV/AIDS


Tanya-Jawab AIDS No  2/April 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Belakangan ini saya dengar kalau salah seorang teman sekantor saya terkena HIV. Gejala-gejala yang ada pada fisik teman sekantor itu meyakinkan saya bahwa dia memang mengidap HIV/AIDS. Yang membuat saya ketakutan adalah dia pernah meminum teh beku milik saya, kemudian saya minum. Waktu itu saya belum mengetahui kalau dia sudah mengidap HIV/AIDS. Gigi saya ada yang berlubang. (1) Apakah ada risiko saya tertular dari bekas air liurnya di minuman saya? (2) Apakah bekas mulutnya pada mulut botol minuman teh itu bisa menjadi media penularan HIV? Saya jadi phobia. Setiap kali lihat suami sakit atau tidak enak badan saya stres dan tidak bisa tidur karena takut sudah tertular HIV dari saya.

Via SMS (24/3-2013)

Jawab: (1) dan (2) Dalam jumlah yang bisa ditularkan dari seorang yang mengidap HIV ke orang lain HIV hanya terdapat dalam darah (laki-laki dan perempuan), air mani (laki-laki), cairan vagina (perempuan), dan air susu ibu/ASI (perempuan). Maka, kalau salah satu dari cairan yang mengidap HIV tidak ada yang masuk ke dalam tubuh maka tidak ada risiko tertular HIV. Dalam air liur ada HIV tapi konsentrasinya tidak cukup untuk ditularkan. Bekas air liur teman Anda di mulut botol tidak mengandung HIV, tapi bisa saja ada penyakit lain.

Kalau suami Anda tertular HIV dari Anda tentulah Anda yang duluan sakit. Untuk menghilangkan kekhawatiran dan phobia ada baiknya Anda menjalani tes HIV. Silakan menghubungi Klinik VCT (tempat tes HIV sukarela yang gratis dengan konseling dan kerahasiaan) di rumah sakit umum di daerah Anda. Silakan kontak kami kalau Anda menemui kesulitan.***

. - AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap


AIDS di Papua: Menolak Kondom Memilih Sunat


Tanggapan Berita (7/4-2013) – Ketika banyak negara di dunia sudah bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK), di Prov Papua kondom justru tidak dipakai sebagai alat untuk mencegah penularan HIV, tapi memilih sirkumsisi (sunat) sebagai cara mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan PSK.

Maka, langkah Perwakilan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional [BKKBN] Provinsi Papua untuk menyalurkan kondom ke kabupaten dan kota akan berhadapan dengan program KPA Prov Papua yang memilih sunat sebagai ‘alat’ mencegah HIV/AIDS (BKKBN Gandeng KPA Salurkan Kondom, www.papuapos.com,  8/3-2013).

Menurut Kepala BKKBN Papua, Drs Nerius Auparai, MSi,  kegunaan kondom ada dua yakni selain digunakan sebagai alat kontrasepsi juga dapat digunakan sebagai alat pencegahan HIV/AIDS.

Persoalannya adalah Pemprov Papua melihat pemakaian kondom akan menurunkan tingkat kelahiran sehingga mereka memilih sunat agar tidak menghambat pertambahan penduduk (asli). 

Laporan Kemenkes RI menyebutkan kasus AIDS di Prov Papua per Desember 2012 mencapai 7.795. Angka ini menempatkan Papua pada peringkat pertama secara nasional dalam jumlah kasus AIDS.

Papua menghadapi dilema. Di satu sisi menghadapi penyebaran HIV/AIDS yang terus terjadi, di sisi lain juga menghadapi tingkat kelahiran yang rendah.

Tapi, satu hal yang dilupakan KPA Prov Papua adalah jika laki-laki dewasa Papua tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK), maka berisiko tertular HIV. Itu artinya laki-laki sebagai suami akan menularkan HIV kepada istrinya sehingga janin yang dikandung istri berisiko pula tertular HIV.

Di satu pihak tingkat kelahiran dapat dinaikkan, tapi anak-anak akan lahir dengan ‘membawa’ HIV/AIDS. Ini juga akan menimbulkan masalah baru kelak. Anak-anak banyak yang lahir, tapi dengan HIV/AIDS sehingga menjadi beban karena membutuhkan penanganan yang khusus dan obat-obatan.

Jika tetap ingin meningkatkan angka kelahiran, maka laki-laki dewasa Papua diwajibkan memakai kondom ketika ngesek dengan PSK. Tentu saja ini memerlukan regulasi yang konkret, al. melalui peraturan sebagai intervensi ke tempat-tempat pelacuran yang tersebar luas di Papua. ***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Bentol-bentol Merah di Leher Setelah Ngesek



Tanya-Jawab AIDS No 1 /April 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Beberapa minggu yang lalu, saya terkena hepatitis B dan mengharuskan saya untuk rawat inap selama delapan hari. Tapi, setelah rawat inap tiba-tiba timbul bentol-bentol merah di sekitar leher dalam jumlah cukup banyak, setelah beberapa minggu bentolnya sudah kempes tetapi bertambah di sekitar punggung kiri. Apakah bentol tsb berhubungan dengan HIV?  Diduga saya tertular HBV melalui hubungan seks berisiko.

Via e-mail (16/3-2013)

Jawab: Penularan HIV/AIDS memang persis sama dengan virus hepatitis B. Artinya, kalau yang menularkan  HBV kepada Anda mengidap HIV/AIDS, maka ada risiko tertular HIV. Tidak ada tanda atau gejala yang khas pada fisik dan kesehatan jika tertular HIV.

Akan lebih baik kalau Anda menjalani tes HIV. Silakan ke klinik VCT (tempat tes HIV sukarela gratis dengan konseling dan kerahasiaan) di rumah sakit umum di tempat Anda. ***

. - AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap